Share

Sesuatu Terjadi

Tengah malam Sahira dikejutkan dengan suara mobil yang memasuki garasi mobil. Buru-buru Sahira membukakan pintu karena ia tahu yang datang adalah Cakra, sebelumnya memang Sahira sudah tahu kalau Cakra mau datang ke rumah hanya saja entah kemana mampir kemana sehingga lelaki itu datang tengah malam.

“Kenapa nggak sekalian pagi aja sih datangnya? Aku tadi sudah tidur tahu,” omel Sahira kesal karena tidurnya terganggu.

Cakra yang baru saja keluar dari dalam mobil tidak menggubris ocehan Sahira. Lelaki itu berjalan ke arah Sahira dengan tatapan yang membuat Sahira bingung. Tatapan yang terkesan aneh dan sedikit bergairah?

“Eh, kamu mau apa?” Sahira berjalan mundur berusaha menjauh.

Senyum miring Cakra sanggup membuat semua bulu kuduk Sahira berdiri. Sahira yang masih berusaha menjauh dengan berjalan mundur, namun tubuhnya seperti tertahan sesuatu ternyata di belakangnya ada sebuah meja.

“Mau kemana?” tanya Cakra dengan suara yang serak-serak basah.

“Kamu mau apa?” Sahira berbicara dengan terbata-bata. Rasa takut itu semakin menguasai dirinya.

“Jangan takut, aku ini kan suami kamu.”

Sahira hanya sanggup menggelengkan kepalanya dan berusaha menghindar ketika Cakra ingin menyentuhnya.

“Jangan melawan, sialan!” kesabaran Cakra habis, lelaki itu dengan kasar menyeret Sahira masuk ke rumah dan tidak lupa mengunci pintu.

Dengan teganya Cakra melempar tubuh kurus Sahira ke sofa bahkan tidak ada hatinya lelaki itu mengurung Sahira dibawah kungkungannya.

“Sekarang kamu tidak bisa kemana-mana lagi,” ujar Cakra, sambil membuka satu persatu kancing baju kemeja hitam yang dipakainya.

“Mau apa kamu? Lepaskan aku!” dengan sekuat tenaga yang tersisa, Sahira mencoba untuk kabur karena Sahira menyadari ada sesuatu yang salah di dalam diri Cakra.

“Puaskan aku malam ini juga!”

“Tidak, aku tidak mau!”

Cakra mencium bibir Sahira dengan sangat brutal, bahkan ketika Sahira tidak membuka mulut lelaki itu dengan tega menggigit bibir Sahira sampai berdarah. Sahira tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa menangis memberontak pun percuma karena tenaga Cakra sangat besar.

“Aku mohon jangan perlakukan aku seperti perempuan rendahan.” Sahira mengiba di sela-sela tangisnya, namun tidak dianggap oleh Cakra. Bahkan lelaki itu sibuk menelusuri leher jenjang dan putih Sahira serta meninggalkan bercak merah keunguan di sana.

“Diamlah, dan nikmati malam kita berdua. Bukankah kamu ingin cepat hamil supaya segera bebas dari pernikahan sialan ini?”

Sahira semakin terisak. “Tapi bukan berarti kamu memperlakukanku layaknya perempuan bayaran.”

“Bukankah kamu memang perempuan bayaran, Sahira? Seharusnya kamu bisa menolak permintaan Asha, kamu memang tidak ada bedanya dengan Mamamu yang gila harta. Sekarang kamu harus menebusnya, kamu harus segera memberikan aku keturunan supaya kamu cepat pergi dari kehidupanku. Aku tidak sudi menikah dengan perempuan sepertimu, perempuan gila harta yang tidak memikirkan perasaan sahabatnya sendiri.  Kamu sama seperti perempuan rendahan, Sahira, jadi jangan menganggap diri kamu adalah perempuan mahal.”

Semua ucapan yang keluar dari mulut Cakra membuat hati Sahira teriris ngilu bahkan sampai kapan pun Sahira tidak akan pernah melupakan ucapan menyakitkan itu.

Bret! Hanya dalam satu sentakan daster yang Sahira pakai sudah terkoyak, terbelah menjadi dua. Sahira yang diperlakukan layaknya perempuan yang tidak ada harga dirinya hanya bisa terdiam dengan isak tangis yang begitu memilukan. Bahkan sekarang tatapannya kosong, seperti tidak ada kehidupan di dalam dirinya.

“Aghk, sakit,” keluh Sahira, pada saat Cakra mencoba menembus dinding menghalang yang ada di dalam dirinya.

“Maaf, aku pikir kamu ….” Kekejaman Cakra berubah menjadi perasaan bersalah pada saat mengetahui Sahira masih mempertahankan mahkota itu.

“Lanjutkan saja,” ujar Sahira, dengan tatapan kosong.

“Tapi ….”

“Lanjutkan!” sentak Sahira, masih dengan tatapan yang sama. bahkan kedua mata Sahira tidak melihat Cakra.

“Maafkan aku,” kata Cakra, lalu lelaki itu kembali melanjutkan kegiatannya sampai semuanya tuntas tentu saja Sahira tidak menikmati padahal orang-orang berkata disaat pertama kali melakukan ‘itu’ bersama suami adalah memori indah yang tidak akan pernah terlupakan. Nyatanya semua bagi Sahira hanyalah omong kosong belaka.

***

Pagi harinya.

Di dalam tidur Sahira, ia merasakan seluruh tubuhnya pegal dan sakit. ia masih terlihat tenang seolah tidak terjadi apa-apa karena Sahira belum sadar sepenuhnya. Pada saat Sahira melihat ke sekeliling ia baru menyadari ternyata dirinya sudah tidur di atas ranjang dan selimut yang membungkus rapi tubuh kurusnya.

“Kok aku sudah ada di dalam kamar? Padahal semalam aku tidur di sofa menunggu Cakra,” gumam Sahira, terlihat kebingungan.

Sahira meregangkan tubuhnya dan di saat itu ia baru menyadari bahwa di balik selimut itu ia tidak menggunakan sehelai benang pun.

“Astaghfirullah.” Sahira membekap mulutnya sendiri dan tidak lama butiran bening mulai berjatuhan. Bayangan menjijikan yang terjadi semalam mulai berdatangan.

Ceklek! Suara pintu kamar terbuka melihat siapa yang datang membuat seluruh tubuh Sahira bergetar hebat.

“Sudah bangun,” ujar Cakra, yang datang membawa nampan berisi sarapan dan segelas susu coklat hangat yang khusus ia buat untuk Sahira.

Sahira menarik selimutnya sampai menutupi bahunya yang polos. Tatapan matanya penuh waspada ketika Cakra duduk di tepian ranjang meletakkan nampan  berisi sarapan.

“Sarapan dulu kamu butuh asupan yang cukup banyak setelah semalam ….”

“Aku tidak lapar,” potong Sahira, cepat. Sebab Sahira tidak mau mendengar kata selanjutnya.

“Aku minta maaf soal semalam,” kata Cakra.

Sahira membuang wajahnya ketika air mata itu semakin deras menetes tanpa bisa dihentikan. Rasanya sangat sakit ketika dirinya yang begitu menjaga kehormatan justru diperlakukan layaknya perempuan murahan oleh suaminya sendiri. Meskipun menikah tanpa adanya rasa cinta, tapi Sahira merasa layak diperlakukan baik.

“Sahira.” Raut wajah Cakra penuh penyesalan. Sungguh, Cakra tidak tahu jika Sahira masih suci ketika menikah dengannya.

“Aku benar-benar minta maaf atas kejadian semalam,” sambung Cakra. “Aku terlalu emosi dan akhirnya gelap mata.”

Sahira hanya bisa diam masih dengan air mata yang terus mengalir. Hancurnya hati Sahira apakah sepadan dibalas dengan maaf?

“Tidak ada sedikit niatku untuk menjadi istri keduamu, Cakra, semua ini rencana licik Asha yang sengaja menjebakku. Mamaku terlilit utang rentenir, tapi tidak bisa membayar, pada saat itu akulah yang menjadi sasarannya, dan Asha datang sebagai pahlawan membayar semua utang beserta bunganya yang totalnya 15 juta hanya saja aku begitu bodoh tertipu kebaikannya. Dia memanfaatkan ketidak berdayaanku untuk mau menjadi istri keduamu. Aku paham betul bagaimana kalian berdua berjuang, apa lagi kamu sangat berjuang meminta restu orang tua Asha. Aku tidak setega itu merusak kebahagiaan rumah tangga sahabatku sendiri, tapi malah sahabatku sendiri yang tega menghancurkan kehidupanku yang sejak dulu sudah tidak jelas ini,” ujar Sahira, panjang lebar dengan suara serak.

Mendengar penjelasan Sahira membuat Cakra terdiam di tempat. Lelaki itu merasa sangat bersalah sebab ia sudah merusak bahkan merenggut kebahagiaan Sahira yang memang menjadi korban.

“Ketika melihat kehancuranku sekarang apakah sudah membuatmu bahagia, Cakra? Jika belum aku berikan kesempatan untuk menghancurkanku selagi aku masih hidup.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Livyana 171
Aku ikutan nangis thor...,semoga suatu hari nnt sahira bs bahagia thor...pokoknya nih thor aku MAKSA,HARUS, KUDU DAN WAJIB jgn sampe sahira duluan yg jatuh cinta sm si cakra......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status