"Tunggu mas aku mau bicara," ucap Zahra yang mengikuti Roni keluar dari restorannya.
"Ada apa sih? saya ngga punya banyak waktu, saya sibuk ada pertemuan klien penting.""Mas sebentar aja ya, aku mohon.""Kalau untuk membahas hal yang ngga penting, maaf saya ngga bisa," ucap Roni yang lalu kembali melangkah.Menyakitkan, rasanya seperti sedang mengemis cinta. Setelah tau yang sebenarnya, kini Zahra kembali merasakan getaran cinta dalam hatinya.Namun sayangnya, ingatan Roni yang tak dapat menampung siapa Zahra dalam hidupnya. Ingatannya hanya tertuju pada Aliya, karena Aliya lah satu satunya wanita yang selalu ada untuknya."Harus dengan cara bagaimana lagi, agar aku bisa bicara sama kamu mas?" gumam Zahra.•••"Ron, ibu perhatiin semakin hari kamu semakin deket ya sama Aliya," celetuk Fatimah kala menyantap makan malam berdua dengan sang anak."Iya bu, karena Aliya juga orangnya asik, jadi enak aja ngoLangkah jenjang Zahra kini memasuki gedung bertingkat, perusahaan Roni yang diberi nama Zahni Group, yang merupakan penggabungan nama antara Zahra dan Roni.Beberapa pekerja yang melihat kedatangan Zahra pun menunduk hormat, termasuk Mail. Yang sedikit melebarkan mata kala ia dapati wanita bersetelan blazer berwarna cream itu melangkah mendekat."Selamat siang bu Zahra," sapa Mail dengan menunduk sopan."Siang Mail, mas Roni ada kan?""Ada diruangan bu, silahkan masuk."Dengan cepat Zahra pun melangkahkan kakinya kembali, menuju ruangan CEO dan mengetuk pintu."Masuk."Terdengar ucapan itu yang membuat Zahra perlahan membuka pintu. Setelah tampak jelas di pandangan, Roni pun terbelalak."Kenapa kamu bisa masuk? kamu kan tidak ada janji dengan saya," ucap Roni.Jelas saja Zahra bisa masuk, karena pintu perusahaan ini terbuka lebar untuknya. Tidak harus dengan janji ataupun izin, semua pekerja disini suda
"Bagaimana Ron, apa kamu udah bilang ke Aliya? terus dia mau ngga?" tanya Fatimah yang kembali membuat Roni terdiam."Belum bu, susah bilangnya, lidah ku kaku, ngga tau kenapa aku juga ngerasa ngga ada perasaan apa apa bu sama Aliya.""Perasaan itu bisa menyusul Ron, cinta akan tumbuh dengan sendirinya, apa kamu mau sampai kamu tua kamu sendiri kaya gini terus?"Kembali terdiam mendengar ucapan Fatimah, dan membuat Roni harus berfikir dua kali.Dengan cepat Roni meraih ponselnya dan menghubungi Aliya. Meminta Aliya untuk menemuinya ditaman.•••"Kenapa Ron? tumben ngajak ketemuan."Dengan ragu Roni sampaikan keinginan sang ibu, meski rasanya berat, namun ia harus tetap mengatakannya. Mengingat rasa kesepian yang kian melanda, membuat Roni mau tak mau menurutinya.Perlahan Roni mengatakan apa niatnya, meminta Aliya untuk menjadi istrinya. Terbelalak tak menyangka dengan apa yang didengar."Apa? istri?" u
"Ron, kamu ngga bisa kaya gini terus. mau sampai kapan kamu melupakan perusahaan mu? kamu harus cari orang buat ngerawat tante Fatimah Ron, jadi kamu juga bisa beraktifitas seperti biasanya lagi. Kamu harus inget Ron, perusahaan sangat membutuhkan kamu."Terdiam kala mendengar wejangan yang terucap dari bibir sang sahabat. Dihalaman depan rumahnya Roni yang kini sedang menyirami tanaman. Perlahan mematikan kran dan menaruh selang yang sedari ia pegang.Ini adalah tugas Fatimah sebelum ia sakit dan masih bisa mengurus rumah, karena pembantu rumah tangganya sedang cuti beberapa minggu kedepan. Setelah Fatimah sakit, kini Roni yang harus menggantikan tugas itu.Beruntung Roni bukanlah seseorang yang meninggikan diri, meski ia CEO namun sifatnya selalu merendah."Kamu bener Al, tapi buat cari orang yang bener bener bisa dipercaya buat ngerawat ibu itu ngga mudah Al, butuh waktu yang lama juga," ucap Roni seraya terduduk dikursi panjang yang terletak ditengah halaman rumahnya.Sementara dar
"Bu, aku berangkat dulu ya," ucap Roni dengan penampilan yang sudah rapi.Meraih tangan Fatimah lalu menciumnya, teriris hati Zahra kala memperhatikan pemandangan dihadapannya pagi ini. Ingin rasanya meraih tangan itu juga lalu menciumnya dengan takzim, namun sayang semua terhalang ingatan. Ingatan Roni membuat keadaan terasa sangat menyakitkan."Jaga ibu saya baik baik, saya ngga mau terjadi apa apa sama ibu saya," tambah Roni yang menatap wajah Zahra dengan tajam.Tanpa basa basi dan tanpa sebutan panggilan, Roni berbicara pada sang istri."Baik mas."Sementara Fatimah yang bersedih melihat sang menantu, ia tau hati Zahra saat ini sedang bersedih karena tak dapat menyentuh suami yang ia rindukan itu.Setelah Roni tak lagi terlihat, Zahra pun menghela nafas, dan perlahan terduduk dihadapan sang mertua."Aku sedih bu, harusnya aku bisa cium tangan mas Roni, aku bisa peluk dia aku bisa semangatin dia saat dia mau berangka
"Sabar ya Ra, Roni begitu mungkin karena dia khawatir sama tante Fatimah.""Sakit Al, sakit banget. ngga biasanya mas Roni marahin aku sampai kaya gini. Dulu dia selalu membela aku, perlakuin aku dengan baik, dengan kasih sayang dan penuh cinta. Tapi sekarang semuanya berubah, apa dihati mas Roni udah ngga ada rasa cinta lagi buat aku?""Hust.. jangan bilang gitu dong, kamu harus semangat, kamu kan tau ingatan suamimu itu sedang tidak baik baik aja, kamu harus sabar, setelah waktunya tiba aku yakin kok semua akan kembali seperti dulu."Kecewa, Terluka dan sakit hati, adalah tiga hal yang saat ini dirasakan Zahra. Istri mana yang tak terluka bila mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya? Mendengar kata kata dengan nada tinggi bahkan sangat menyalahkan, adalah sesuatu yang sulit diterima hati.Benar kata Aliya, yang harus dilakukan Zahra saat ini adalah sabar, demi masa depan yang indah. "Sekarang, balik lagi yuk, kita liat kondisi tan
Siang ini, disebuah restoran. Cahaya Resto adalah restoran yang sering Roni kunjungi sejak dulu, terlebih setelah ia tau jika pemiliknya adalah Zahra. Kini kembali Roni mendatangi tempat itu namun kali ini ia tidak mengenal siapa pemiliknya, yang ia tau hanya cita rasa direstoran itu tak pernah gagal di lidahnya. Roni menyantap makanannya dengan penuh nikmat, seorang diri dan tanpa pendamping, karena Roni tetap merasa tenang jika tanpa teman.Sementara Zahra yang akan pergi ke restoran karena kembali mendapat kabar dari sang manager, bingung apa ia harus meninggalkan Fatimah seorang diri? namun jika ia tak datang ke restonya kali ini, pasti seluruh pekerjanya akan menunggu.Terpaksa, mau tak mau Zahra harus membawa Fatimah ketempat kerjanya."Bu, ibu disini ya, aku mau bicara sama mereka dulu," ucap Zahra pada Fatimah setelah sampai ke ruangannya.Melihat tempat ini, dan melihat Zahra memimpin rapat, Fatimah sedikit bingung. Ap
"Bu, ibu makan dulu ya, ayo!" ucap Zahra seraya menyodorkan sesuap makanan pada Fatimah."Abis ini ibu harus minum obat, dan nanti kita bisa jalan jalan, aku bakal ajak ibu ke taman, oke! ibu mau kan?" tambah Zahra dengan terus menyuapi sang mertua.Mata Fatimah kembali meremang, tiap kali teringat akan kejahatan yang pernah ia lakukan pada Zahra, dan sekarang ia datang bukan untuk membalas kejahatan itu, malah justru untuk merawatnya hingga membuatnya nyaman.Setelah makanan dalam piringnya telah tandas, kini Zahra pun mendorong kursi roda itu menuju taman yang tidak jauh dari rumahnya. Sepanjang perjalanan dengan telaten Zahra mengajaknya berbicara meski tanpa jawaban."Ibu tau ngga, semalam mas Roni tiba tiba mau ngobrol loh sama aku, aku ngga tau karena apa? tapi yang jelas buat aku seneng banget bu, aku kangen banget sama dia, dan setidaknya kedatangan dia semalam buat rasa rinduku sedikit berkurang, ya meski dia enggan memandangku, tapi aku
Sesampainya dirumah Zahra, sebuah rumah mewah dengan design luar biasa. Zahra, Roni dan Fatimah berdiri didepannya."Bu, ini rumah ku, mulai sekarang ibu dan mas Roni boleh tinggal disini," ucap Zahra yang membuat Fatimah terbelalak.Zahra yang kini telah menjadi wanita sukses, dan mempunyai rumah mewah yang tak jauh beda dengan rumahnya yang baru saja ditinggalkan.Sementara Roni yang juga tertegun memperhatikan pemandangan itu, mempunyai rumah semewah ini, mengapa Zahra masih sudi bekerja dengan Roni untuk merawat ibunya? pantas aja ia tak pernah mau menerima upah yang tak seberapa itu.Lalu apa alasannya jika bekerja tanpa gaji?"Ayo mas, kita masuk," ajak Zahra yang lalu melangkah lebih dulu seraya terus mendorong kursi roda Fatimah.Kini langkah ketiganya memasuki rumah, bangunan bertingkat dengan interior mewah ini membuat Roni dan Fatimah tak dapat berkedip. Bahkan kembali rasa tak percaya yang kini menghampiri Fatimah, me