Share

Wanita pilihan ibu

"Silahkan mas, ini kopinya," ucap Zahra yang kini menaruh segelas kopi dihadapan Roni. 

Melihat itu membuat Fatimah menyebikkan bibirnya, sepertinya ia sangat membenci Zahra saat ini, segalanya yang dilakukan Zahra seperti tak ternilai dimatanya, padahal Zahra berusaha untuk selalu baik padanya.

"Makasih sayang," ucap Roni tersenyum manis yang membuat Zahra pun ikut tersenyum.

"Halah.. percuma cantik, percuma baik kalau mandul."

Kini terdengar ucapan itu yang membuat Roni dan Zahra terdiam, tertegun mendengar pedasnya ucapan yang melebihi pedasnya cabai rawit.

"Kalian fikir, hidup kalian hanya untuk berdua? Romantis romantisan dan mesra mesraan berdua, kalian fikirin ibu juga dong. Ibu ini pengen cucu, tapi kalian malah ngga bisa kasih, dan sekarang malah hadir sebuah kenyataan bahwa kamu mandul," tambah Fatimah yang membuat nafas Zahra seketika ingin terhenti.

"Ibu, udah dong," ucap Roni mencoba menghentikan ucapan ucapan Fatimah.

"Kenapa Ron? Bukan nya bener kan kata ibu? Kan istri kamu sendiri yang bilang kalau dia mandul, berarti ibu ngga mengada ada dong."

"Ibu bener bener ya..."

"Udah mas, udah. Jangan berdebat sama ibu ngga baik."

"Halaah sok baik, bilang aja kalau kamu benci kan sama ibu?"

"Engga kok bu, aku ngga benci sama ibu."

Belum selesai berdebatan itu, tiba tiba terdengar suara seorang wanita yang kini memasuki rumah.

"Siang tante Fatimah," ucapnya dengan langkah jenjang mendekat.

Wanita berpenampilan menarik itu, kini berjabat tangan pada Fatimah. Rambut nya tergerai panjang, pakaiannya tampak bukan dress murahan, juga hilsnya yang terlihat sangat indah dikaki putihnya.

"Hay sayang," sapa Fatimah yang membuat Roni dan Zahra kini bertanya tanya siapa wanita itu?

"Roni, kenalin ini Jesika, anak temen ibu, yang ibu mau jodohin sama kamu, gimana cantikan?" Ucap Fatimah yang membuat Roni dan Zahra terbelalak.

"Ibu apaan sih? Kenapa ibu suruh dia kesini? Aku udah bilang ya aku ga mau dijodohin aku punya istri, dan aku sangat mencintai istri aku."

"Roni, udah ya jangan lanjutin ucapan kamu, kamu mau buat Jesika sakit hati?"

"Lebih sakit hati siapa bu, Zahra atau Jesika? Kalau hanya seperti ini saya Jesika sakit hati, terus gimana sama Zahra bu?" Jawab Roni yang membuat Fatimah kini terdiam.

"Pokoknya aku ngaa mau dijodohin sama dia, karena aku ngga mau ninggalin istriku ini," tambah Roni yang membuat Fatimah menghela nafas.

"Oke, kalau kamu ngga mau ninggalin istri kamu ngga papa. Tapi tetep aja kamu harus menikah dengan Jesika, kamu bisa jadiin Jesika istri kedua kamu," ucap Fatimah yang kembali membuat Roni dan Zahra terbelalak.

"Apa lagi sih ini? Gila. Aku ngga mau bu, istriku cuma satu Zahra dan aku ngga akan pernah menikah lagi," ucap Roni dengan ekspresi wajah strees.

Sementara Zahra yang mungkin sudah tak tahan dengan apa yang ada dihadapan nya saat ini, kini ia memilih berlari keluar rumah, untuk meninggalkan semua yang menyakitkan ini.

"Zahra," panggil Roni yang tak dihiraukan olehnya.

Tak menyangka niat baiknya malah menjadi perkara, niat baik yang tak ingin membuat Roni bersedih malah kini ia sendiri yang tersakiti.

"Aku bener bener ngga nyangka, ibu akan senekat ini jodohin mas Roni sama perempuan pilihannya, jadi aku bener bener tak ada artinya lagi dirumah itu? Bahkan semua yang aku lakukan sudah tak ternilai apapun untuknya. Niat baik melindungi suamiku malah mencekikku, tapi ngga papa selagi suamiku masih membela dan memilih aku, aku tetap bahagia, karena tujuanku hanya suamiku," ucap Zahra yang kini duduk seorang diri disebuah taman.

"Sayang."

Kembali suara itu terdengar nyaman ditelinga Zahra, suata bariton dari laki laki berwajah tampan dengan tubuh atletis, ya dia adalah Roni.

"Jangan fikirin ucapan ibu ya," tambahnya yang kini terduduk disebelah Zahra. Menggenggam tangannya dan menciptakan kenyamanan disana.

"Ternyata sebenci itu ya mas ibu sama aku," ucap Zahra yang membuat Roni tertegun memperhatikannya.

"Aku ngga nyangka bahwa dia akan terang terangan membawa Jesika dihadapanku. Lalu ibu anggap aku apa mas? Apa semenjijikan itu aku dimata ibu? Sampai sampai aku tak lagi ia lirik."

"Husst. Jangan bicara seperti itu sayang, kamu bukan sesuatu yang menjijikan, nyatanya kamu tetap spesial untukku. Kamu tenang aja ya, aku akan bicara lagi ke ibu tentang ini."

Sementara Jesika dan Fatimah yang kini murung dirumah, karna ditinggalkan oleh Roni, orang yang ingin ia hampiri.

"Gimana nih tante, apa Roni benar benar dengan ucapannya? Dia ga mau menikah lagi tante, keliatannya dia sangat mencintai istrinya," ucap Jesika yang membuat Fatimah kini mendekat.

"Jangan khawatir Jes, tante akan terus bicara sama Roni."

"Iya tante, tante tau dari dulu saya mencintai Roni, walaupun Roni ngga mengenal saya dan kita baru sekali ini bertemu, tapi saya sudah mengetahuinya sejak lama, karena saya penggemar rahasia Roni sebenarnya."

"Ohya? Jadi kamu sudah mengenal dan sudah mencintai Roni?"

"Iya tante, Roni itu salah satu client papa, yang beberapa tahun lalu datang ke kantor papa dan buat saya jatuh cinta pada pandangan pertama."

"Wah, kebetulan banget ya, oke oke kamu tenang aja, tante akan terus berusaha buat bujuk Roni agar mau menikah sama kamu, lagian tante juga ga sudi punya menangu mandul kaya Zahra," ucap Fatimah yang membuat Jesika tersenyum dan mengangguk.

"Yaudah kita pulang ya sayang," bujuk Roni pada Zahra yang dirasa kini mulai membaik.

"Tapi mas, aku takut."

"Takut apa sayang, kamu tenang aja, ada aku disini, yang siap menjaga kamu dari apapun itu, tenang ya. Aku ngga akan biarin kamu tersakiti, sekarang pulang ya, ini panas banget loh teriknya cerah banget."

"Iya mas, mataharinya kayanya lagi bahagia ya, sampe sampe dia sesemangat ini untuk menerangi bumi, ngga kaya aku yang sekarang lagi ga semangat."

"Loh kok gitu? Jangan dong kamu harus tetap semangat untuk aku, ya."

Mendengar kata kata itu membuat Zahra perlahan tersenyum, rasanya beruntung sekali memiliki suami seperti Roni, suami yang dapat menerima segala kekurangan istri. Tak ada kata lain selain kata sempurna yang dapat Zahra berikan pada suaminya itu, selain memiliki wajah yang tampan, tapi ternyata hatinya pun menawan, hati yang bersih dan putih, seputih kapas.

Kini Zahra pun beranjak, bersama Roni kini akhirnya ia menuruti ajakan Roni untuk pulang, jika bukan karena Roni, mungkin Zahra saat ini tak ingin lagi kembali ke rumah itu, karena disana kini sudah tiada lagi kehangatan dalam keluarga, yang ada hanya pengusikan dan ucapan ucapan yang menyakitkan.

•••••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status