“Masalah pengasuhan Lani Ma. Maya mau bawa Lani pulang. Lani hanya akan menyusahkan Mama disini.” Aku berbohong.“Ya kalau mau bawa pulang bawa saja. Lani kan kucing kamu, nggak perlu minta izin sama Mama.” sahut Mama.“Lani dimana Ma?” aku melepaskan pelukan.“Tadi tidur di sofa ruang tamu, ini kan sudah siang, emang jadwalnya kucing tidur.” ujar Mama.“Lani nggak ada jadwal tidur Ma, dirumah memang tidur saja kerjanya. Bangun minta makan, habis makan tidur lagi. begitu terus setiap hari.” “Kucing, Rusa, Macan dan semua binatang yang bisa melihat dikegelapan malam tidurnya dan berjaga pada siang hari. Memang sudah begitu diciptakan oleh Allah. Beda dengan kita, mata kita tidak bisa bercahaya dikegelapan, maka kita tidurnya malam, bangunnya siang. binatang yang bercahaya matanya pada malam hari akan merasa silau dan ngantuk matanya terkena cahaya matahari, sehingga dia lebih suka tidur disiang hari.” ucap Mama, mentransfer ilmunya.’“Oh begitu ya? pantesan banyak binatang yang bangu
“Tidak baik menolak rezeki Nona.” Jawabnya pendek. Tunggu, Aku kenal suara itu. itu suara Mas Hanafi.“Mas Hanafi?” aku kaget.“Haha tenyata Nona mengenalku.” Seloroh Mas Hanafi sambil tertawa.“Mas ngapain disini? Rumah Mas disekitaran sini?” aku bertanya. Aneh makan disaat sudah sangat sore begini.“Mas cuma mampir buat minum kopi, ngantuk seharian didalam ruangan. Toko jam Mas disebelah rumah makan ini.” Mas Hanafi menjelaskan.“Jika Maya tidak buru-buru, sudilah kiranya mampir ke toko saya disebelah.” Mas Hanafi menawarkan.“Sebenarnya Maya mau segera pulang. Tapi karena sudah disini boleh lah.” Aku berdiplomasi, seakan menolak, padahal mau banget.“Kalau begitu ayo.” Mas Hanafi membawakan belanjaku dan menarik tanganku.Dadaku berdebar aneh saat Mas Hanafi menggenggam erat tanganku. Ada getaran-getaran dan debaran ombak asmara disana. Aku bejalan mengikuti Mas Hanafi bagai kerbau yang dicocok hidungnya
Pukul 08.00 pagi aku sampai kepengadilan agama. Kantor pengadilan sudah ramai, parkiran motor dan mobil sudah penuh sesak. Jadwal sidangku pukul 09.00, aku masih punya waktu 60 menit untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Perutku terasa lapar, aku beranjak keluar pagar pengadilan. Didepan pengadilan agama banyak berjejer warung sarapan pagi, aku memilih warung lontong, aku memesan lontong pecel kesukaanku, lontong pecal selain enak juga sangat mengenyangkan. Satu porsi lontong pecel hadir kehadapanku, piring yang besar penuh dengan berbagai sayuran, ada mie, daun ubi, kol, tahu, tempe, toge dan bakwan. Aku makan perlahan. Lidahku sangat menikmati makanan, sementara pikiranku terfokus kepada Bang Kay.“Kemana dia semalam?” benakku.Pukul 08.45 aku kembali kepengadilan. Aku tidak mau terlambat hadir, aku harus menunjukkan keseriusanku untuk bercerai. Aku duduk diruang tunggu di depan ruang sidang. Sementara itu beberapa orang dipanggil satu persatu kedalam untuk me
Aku ragu. Benar-benar ragu. Benar kata Pak Hakim, walaupun aku perawan, orang taunya aku adalah janda, sekalipun aku buktikan dengan test visum keperawanan, tetap saja laki-laki perjaka akan alergi saat mendengar status janda, keluarganya pun akan menolak menikahkan anaknya dengan seorang janda. Bahkan aku ragu Mas Hanafi akan mau menikahiku saat dia tau aku seorang janda.“Begini saja, sebaiknya anda shalat istikharah dulu, minta saran dari keluarga yang lain akan masalah perabotan suami anda. Apakah anda sudah meminta bantuan kepada keluarga anda?” giliran hakim keempat yang mendakwaku.“Belum Bu. kami malu menceritakan aib rumah tangga kepada keluarga yang lain.” sahutku.“Ini kondisi darurat. Anda dan suami bisa minta tolong dan minta saran kepada keluarga yang lain. Barangkali keluarga yang lain punya kenalan atau bisa bantu dana untuk pengobatannya.” Hakim ketiga memberi saran.“Saya kira sebaiknya saya cerai saja. Sudah terlalu lama saya hi
Mobil Mbak Wulan berhenti didepan sebuah rumah makan yang cukup besar dan mewah. Aku memarkirkan motorku ditempat parkir motor dan menunggu. Mungkin Mbak Wulan akan membeli makanan untuk makan siang kami nanti. aku duduk menunggu di atas motorku. Aku tak mau membayar uang parkir hanya karena menunggu seseorang. Mbak Wulan yang keluar dari mobil melambaikan tangan kearahku. Terpaksa aku turun dari motor dan berjalan kearahnya.“Iya Mbak?” ujarku saat berada didekat Mbak Wulan.“Kita makan siang disini ya. nanti kalau masak dirumah bisa mengurangi waktu kebersamaan kita.” Mbak Wulan menjelaskan.“Ini restoran saya, sudah 5 tahun saya mengelola restoran ini sendiri. Orang tua saya meninggal saat saya masih gadis. Jadi saya yang melanjutkan usaha ini. Sekitar 4 tahun yang lalu saya menikah dengan salah seorang karyawan saya, dia lelaki yang baik saat itu, dia pintar dan cekatan. Selama menikah aku tidak pernah menuntut nafkah kepadanya, karena aku tau aku lebi
“Jangan sampailah, saya yakin masih ada laki-laki perjaka yang mau denganku.” jawabku. Aku tersenyum membayangkan wajah Mas Hanafi, namun aku tidak yakin dia akan mau jika tau bahwa aku seorang janda. akan segera ku beritahu Mas Hanafi.“Wah kayaknya sudah ada calon nih?” Mbak Wulan menebak.“Ada seorang pemuda yang menyatakan ingin melamarku, aku belum memberi tahu dia statusku. Aku khawatir dia akan berubah pikiran setelah tau statusku.” jawabku sedih.“Waduh … waduh … waduh … ini kejam!Sumpah ini kejam! Kasihan suamimu. Seharusnya Mbak selesaikan dulu urusan Mbak dengan suami, seharusnya Mbak jujur dari awal. Mbak bisa menghancurkan kedua laki-laki malang itu.” Mbak Wulan terlihat prihatin dengan nasib Bang Kaylani dan Mas Hanafi.“Maya akan segera memberi tahukan status Maya, Maya janji.” ucapku.“Bagus. Semoga semua berjalan lancar.” sahut Mbak Wulan.“Aamiin.”Hampir dua jam aku dirumah Mbak Wulan. Aku pa
Hal pertama yang aku lakukan saat sampai kerumah adalah mengecek tas yang tergantung didekat televisi. Bang Kaylani mengatakan bahwa dia menaroh uang belanja didalam tas dekat televisi. Aku harus mengecek keberadaannya. Ku buka tas, ku temukan didalamnya seikat uang. Ku taksir jumlahnya sekitar Rp. 5.000.000. entah darimana Bang Kay mendapatkan uang sebanyak itu, sekarang bukan waktu gajian, juga bukan hari besar yang ada tunjangan dari tempat kerja.Ku bawa seikat uang itu kekamar. Dikamar kuhitung semuanya. Jumlahnya lebih dari Rp. 5.000.000. kurang yakin ku hitung ulang, hasilnya tetap sama. Ku hitung lagi sampai empat kali hitung, khawatir salah hitung, namun hasil perhitunganku tetap Rp. 7.000.000. Hebat, baru kali ini Bang Kay memberiku uang belanja satu juta untuk satu hari, biasanya Bang Kay memberiku uang belanja satu juta untuk satu minggu. Mungkin Bang Kay mau menyogokku dengan uang ini, Bang Kay sengaja memberi banyak uang belanja agar aku tersentuh dan membatal
“Iya. Kangen pake banget. bagaimana shalat istikharahnya? Sudah dapat jawaban?” tanya Mas Hanafi.“Belum. Kan belum 7 hari 7 malam.” Aku mengingatkan.“Mas mau bantu jawab, biar cepat dijawabnya.”ucap Mas Hanafi“Maksud Mas?” aku tidak paham.“Sekarang Mas lagi otw. Mas mau ketemu Ayah dan Ibu Maya sekarang.” jawab Mas Hanafi.“Ayah dan Ibu lagi sibuk kerja. Nggak bisa diganggu.”ucapku, memberi alasan.“Mas akan tunggu sampai mereka selesai melakukan kesibukannya.” Mas Hanafi memaksa.“Terserah Mas saja. Asal jangan bawa-bawa nama Maya jika terjadi sesuatu.” selorohku.“Setuju, deal.” Sahut Mas Hanafi bersemangat.“Maaf, udah dulu ya Mas, Maya sudah ngantuk. Maya mau tidur sekarang.” Aku mau memutuskan pembicaraan.“Baiklah. Selamat tidur siang.” seloroh Mas Hanafi.Aku menutup telponnya. Mataku sudah tidak mampu lagi untuk dibawa kompromi. Ku rebahkan tubuhku dikasur. Sangat nyaman,