Memasuki kamar Nenek Tariyah, ia menyapa wanita renta dengan hangat. “Halo, Nenek. Ini saya, Lyra. Mau saya pijat, Nek?” senyumnya langsung duduk di tepi ranjang dan menekan-nekan kaki berkulit keriput. “Lyra dari mana?” tanya Nenek Tariyah. “Dari dapur, Nek. Setelah ini, Nenek makan, ya? Ada perawat baru, namanya Emi.” “Lyra pergi?” wajah Nenek Tariyah nampak sedih. “Tidak, Nek. Lyra pindah tugas di lantai dua. Tapi, setiap pagi Lyra akan main kemari, ya?” senyum Lyra terus memijit. Emi sudah kembali membawa semangkuk bubur yang diberi kuah soto serta ayam yang telah dihaluskan. Nenek Tariyah sudah sulit mengunyah makanan keras, setiap hari ia hanya makan bubur. “Nek, makan dengan Emi, ya?” seru Emi meniup bubur yang masih terlihat sedikit panas, asap mengepul. “Ranjangnya dinaikkan dulu, Mbak Emi,” ucap Lyra mengingatkan lagi untuk membuat sandaran bed Nenek Tariyah menjadi lebih naik. Ranjang yang digunakan adalah ranjang rumah sakit, bagi Harlan ini lebih memudahkan bagi pa
Keluarga Adiwangsa selain Harlan memang selalu mencari cara agar bisa menyingkirkan Lyra. Mereka tahu, bahwa Harlan sebagai kepala keluarga selalu melindungi sang menantu. Maka, untuk bisa membuat mantan perawat lansia tersebut pergi dari rumah, mereka harus membuat Lyra buruk di mata Harlan.Emi yang dpercaya untuk mencari bukti adanya benda ilmu hitam bergerak cepat. Sejak pertama datang, dia sudah tidak suka dengan Lyra karena dianggap menggurui. Maka, ketika Ajeng memberinya kepercayaan, tentu tidak akan disia-siakan. Dengan semangat 45, Emi membongkar kamar bekas dipakai Lyra saat menjadi perawat dulu. Ukurannya tidak terlalu besar. Hanya 3x3 meter saja. Berisi satu ranjang, satu lemari pakaian dua pintu, dan satu kipas angin.Sudah hampir dua jam membongkar, tetapi tidak ditemukan apa pun. Emi duduk sambil bersungut-sungut. “Sialan, tidak ada apa-apa!” kesalnya terengah lelah. “Kalau begini caranya, tuduhan Lyra memakai ilmu hitam untuk meluluhkan hati Tuan Harlan bisa-bisa ga
Keesokan pagi, alarm di ponsel Marina berbunyi ketika menunjukkan pukul 7 pagi. Wanita itu mengambil gawai dengan mata masih mengantuk, lalu mematikannya. Menoleh ke kanan, Rex masih tertidur lelap. Semalam, kekasihnya itu mabuk berat. Rupanya, rasa beban di dalam hati sang lelaki terhadap Lyra membuatnya lupa daratan hingga akhirnya terus menenggak minuman keras.Tersenyum, Marina melihat wajah Rex yang tampan dan membelainya mesra. “Sayang, ayo, bangun. Kita harus segera pulang,” bisiknya mengecup bibir beraroma alkohol.Rex diam saja, masih terkelap. Akhirnya, Marina membangunkan sekali lagi dengan mengguncang lebih keras. “Bangun! Aku ada pemotretan siang nanti! Kita harus pulang!”“Kepalaku pusing!” rengek Rex seperti anak kecil, perlahan membuka mata. “Iya, aku tahu. Kamu mabuk berat semalam! Tapi, sekarang waktunya pulang. Ayolah, kita pergi dari sini sekarang, ya?” Marina turun dari ranjang. Wanita itu masih berpakaian lengkap karena semalam mereka tidak jadi bercinta. Untu
Lyra membeku di depan pintu kamarnya. Berhadapan dengan Rex yang setengah sadar, di mana Marina ada di sana pula. Bagaimana mungkin seorang mantan kekasih bisa dengan penuh percaya diri datang seperti ini? ‘Tidakkah Marina memiliki rasa malu?’ heran Lyra dalam hati. Ia atur napas agar tidak terlihat berembus terlalu kencang memburu. “Jadi, kami yang bernama Lyra? Pembantu jelek yang menjebak Rexanda Sayang hingga terpaksa menikahimu?” sinis Marina memandang rendah.Lyra tersenyum tenang, lalu membalas. “Jadi, ini yang bernama Marina? Perempuan yang mau saja bercinya dengan suami orang?”Wajah Marina merah padam mendengar balasan Lyra. Ia tidak menyangka akan mendapat serangan balik seperti ini. Ganti wanita itu yang napasnya memburu.“Pak Bondan, tolong letakkan Mas Rexanda di atas ranjang, ya?” pinta Lyra dengan sopan kepara satpam rumah yang juga teman baiknya.“I-iya, Neng Lyra,” angguk satpam itu kemudian memapah Rex menuju peraduan.“Marina! Marina!” teriak Rex melayang-layangk
Mbak Yanti menggeleng, "Jadi orang itu jangan mudah menyerah. Yang penting, kamu tahu dulu seperti apa kondisi pernikahan kalian saat ini.""Aku paham, Mbak. Pernikahanku bukan pernikahan seperti orang pada umumnya. Mas Rexanda jijik denganku. Dia hanya ingin menyakitiku terus dan terus.""Nah, itu kamu paham. Cari cara untuk bisa mengubah keadaan." Mbak Yanti mengusap punggung temannya. Dalam hati, ia pun merasa sangat iba. Lyra mengangkat wajah, “Lalu, aku harus apa? Aku ingin menyerah, tapo aku juga tidak bisa minta cerai! Bagaimana kalau aku hamil?”Mbak Yanti menghela panjang, “Begini, coba saja kamu mengubah dulu penampilanmu supaya tidak terlalu sederhana seperti sekarang. Belanja saja di Shopii banyak baju bagus murah-murah. Percantik dirimu!”“Kamu harus membuat Tuan Rex jatuh cinta kepadamu sedikit demi sedikit. Jangan dilawan, tapi tunjukkan perhatian. Bawa makanan ke kamarnya, siapkan pakaian, handuk mandi, dan lain-lain. Dulu, sebelum kerja di sini, Nyonya Rumahku selalu
Masuk ke dalam ruang keluarga, Lyra sudah merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Firasatnya tidak salah. Ia langsung dituduh sudah menggunakan ilmu hitam. Tidak tanggung-tanggung, Ajeng menelepon suaminya yang sedang berada di Jepang untuk membicarakan masalah ini. Tiga orang yang terdiri dari ibu dan dua anak sudah sangat yakin mereka akan mampu mendepak sang wanita. “Pa! Dia itu sudah memakai ilmu hitam untuk membuat kamu tunduk kepadanya!” Ajeng mengulang informasi itu kepada sang suami dengan penekanan lebih dari sebelumnya. Harlan yang sedang berada di jalan hendak meninjau pabrik calon rekan kerja barunya memijit kening, lalu menggeleng. “Kamu ini bicara apa, Ajeng? Jaman serba canggih masih bicara ilmu hitam?”Lyra terengah dengan tuduhan tersebut. “Saya tidak tahu kantung itu berasal dari mana, Nyonya. Saya tidak pernah menggunakannya!” Harlan mendengar suara sang menantu menyangkal. Ia mengambil napas lebih berat lagi. “Sudahlah, Ajeng. Aku tahu kamu membencinya, tap
Bangun pagi, Lyra keluar dari kamar mandi dan mempercantik diri. Seperti kata Mbak Yanti kemarin, dia harus tampil lebih segar dan menarik di hadapan sang suami. Jangan bergaya seperti perawat lagi. Ia ambil handuk Rex yang dijemur di balkon kamar, lalu ia gantung di depan pintu kamar mandi. Niatnya adalah melayani sang suami seperti istri pada umumnya. Kemarin sempat mendengar kalau sang suami akan pergi ke kantor Harlan karena ada dokumen penting yang harus dilihat. Berhubung takut uang jajannya makin dikurangi, Rex bersedia untuk datang. Di ujung kamar ada rak sepatu dengan pintu kaca. Lyra memperhatikan ada satu pasang sepatu yang sudah beberapa kali dia lihat dipakai ke kantor. Maka, ia mengeluarkan sepatu itu dari raknya. Tak lupa, satu buah semir berbentuk tabung juga dia keluarkan. Saat menutup pintu rak sepatu, ada gerakan dari atas ranjang. Lyra menoleh, Rex sudah bangun. Tatap lelaki itu langsung sinis, “Mau apa di depan rak sepatuku? Mau mencuri sepatuku untuk kamu ju
Mata Lyra terbelalak saat mendengar apa yang dikatakan oleh Emi. Perawat baru ini luar biasa sekali membencinya, padahal dia tidak ada salah apa-apa!“Aku tidak melakukannya!” seru Lyra menyanggah, tidak terima dituduh begitu.“Itu buktinya dia masih memegang tangan Nenek!” tuduh Emi tetap bersikeras. Ajeng menggeleng sambil tersenyum sinis. “Akan kuadukan kamu kepada Harlan! Dia akan melemparmu ke jalan karena telah berani menyakiti ibunya!”“Waktu itu Nyonya Ajeng bertanya pada saya, apakah Lyra pernah menyakiti Nenek Tariyah? Waktu itu saya tidak menemukan bukti. Tapi, sekarang ternyata bukti itu datang sendiri!”Emi semakin merasa di atas angin. Dia tidak suka Lyra ada di rumah ini karena kerjanya jadi tidak bebas. Tak bisa berbuat sesuka hati dengan pasiennya.“Ya, Tuhan! Demi, Tuhan! Saya tidak pernah menyakiti Nenek Tariyah! Saya merawatnya dengan baik!” Lyra terengah. Kenapa harus terus menerus difitnah begini?Ajeng tidak peduli. Ia merasa ini adalah kesempatan keduanya untu