Terhentak dengan perkataan suaminya, Lyra menatap tidak percaya kepada Rex. Sorot terkejut sekaligus pilu atas fitnah yang dibebankan kepadanua untuk kesekian kali.“Lyra selingkuh?” Harlan pun menunjukkan keterkejutan yang sama.Rex mengangguk dengan penuh percaya diri. “Aku mengecek di ponselnya, dan terlihat dia sedang bermesraan dengan seorang lelaki.”“Ini semua fitnah! Aku tidak pernah berselingkuh dengan siapa pun!” sanggag Lyra menahan rintik bening di mata.Rasanya sudah terlalu lelah untuk menangis terus dan terus karena masalah di dalam rumah tangganya. Rex menyeringai, lalu memperlihatkan apa yang ada di layar ponselnya. “Aku mengambil foto ini di kamar kita! Ini ponselmu, ‘kan?” “Lihat sendiri! Baca! Baca bagaimana kamu chat dengan seorang lelaki dengan mesra!” bentaknya mendorong pundak Lyra secara kasar.Ajeng tertawa sinis, “Wah, ternyata Lyra selama ini hanya pura-pura baik saja? Tidak menyangka yang terlihat manis ternyata jago selingkuh?” cibir mertua perempuan m
Tantangan Harlan untuk mengecek CCTV seperti sambaran petir bagi putranya. “Ayo, Mas. Kita cek CCTV dan buktikan bahwa pada saat terjadinya chat itu, aku tidak membawa ponsel sama sekali,” angguk Lyra mengusap air mata di pipi.Dalam hati ia berkata, ‘Meski kamu menyakiti dan terus melukai perasaanku, tapi aku tidak pernah berselingkuh darimu!”‘Adalah kamu yang terang-terangan berselingkuh, bahkan tidur dengan Marina di depanku tanpa merada berdosa!’ tangis Lyra hanya di dalam hati. Yang ditanya tidak berani menatap pada ayahnya. Begitu pula Ajeng dan Eva. Mereka bertiga saling lirik sendiri dengan wajah memerah karena menahan malu.Dari situ, Harlan sudah bisa memastikan siapa salah, siapa benar. Betapa sedih sang lelaki karena pulang dari Jepang setelah tiga minggu meninggalkan rumah justru disambut dengan kejadian seperti ini.“Lyra, pergilah ke kamarmu. Ada yang Papa ingin bicarakan dengan Rex,” ucap Harlan tersenyum getir.“Pa, aku tidak berselingkuh! Demi Tuhan, Pa, aku tidak
Rex menatap tajam pada istrinya. Permintaan itu menelisik ke relung hati. Tidak saling mempedulikan satu sama lain tentu saja dia setuju. Namun, saat mendengar Lyra mengijinkan ia menjadikan Marina istri kedua tanpa terlihat ada perasaan berat, itu … tidak nyaman. “Yang aku ingin hanya tenang, sehingga anakku lahir dengan tenang. Aku tahu kamu tidak menginginkan anak ini, kamu mungkin mual jika mendengar kata anak kita … jadi, aku memanggilnya anakku,” lanjut Lyra tersenyum, menyembunyikan pedih. Tentu saja Rex tidak mau memperlihatkan perasaan tidak nyaman di depan sang istri. Ia hanya tersenyum sinis, mehahan gempuran sesak di dalam dada ketika mendengar rangkaian kalimat Lyra.“Terserah kamu saja! Aku tidak akan mempedulikanmu lagi!” desisnya, kemudian meninggalkan kamar tanpa melihat ke belakang sama sekali.Seperginya Rex dari dalam kamar, Lyra duduk di tepian ranjang. Barulah napasnya terengah hebat, bibir tergetar, dan air mata menetes butir demi butir. Ia meremas lembut ba
Mata Rex terbelalak melihat istrinya terduduk di atas sofa dengan darah mengalir dari balik rok hingga membasahi mata kaki, dan bahkan menetes sampai di atas lantai.Dadanya terengah, sementara ia terus membeku tak percaya dengan apa yang dilihat. Melihat bagaimana Lyra menutup mata, terisak sembari meringis kesakitan, lalu keringat mengucur deras membasahi wajah … semua itu menjadikan sang pemuda tak bisa bergerak sama sekali.Mbak Yanti mengguncang tubuh majikannya. “Tuan Rex! Tuan Rex! Sadarlah, Tuan! Antar Lyra ke rumah sakit!” Suara asisten rumah tangga itu menghentak kasar kesadaran Rexanda. Perlahan ia kembali pada dunia nyata dan meninggalkan keterbekuan.Tak berpikir panjang, Rex berlari menghampiri Lyra. Ia angkat sang wanita dengan lengan kekarnya. “Buka pintu mobilku!” teriaknya lantang.Pak Bondan melakukan perintah majikannya. Selang beberapa detik Lyra sudah diletakkan di jok depan bagian penumpang oleh Rex. Rintih kesakitan serta isak ketakutan masih jelas terdengar.
Makin sesaklah dada sang pemuda mendengar rengekan Marina. Ingatan sontak membawanya kembali ke masa lalu di mana mereka pertama kali bercinta. Dan memang ... ada noda merah di atas sprei hotel yang putih bersih ketika telah selesai. Berucap dengan sedikit tergetar, “Tenanglah, Marina. Apa tidak cukup semua yang kulakuan untukmu sampai sekarang? Aku harus mengurusi Lyra, mengertilah!”“Iya, iya, aku mengerti! Pokoknya, kamu tidak boleh jatuh kasihan, apalagi jatuh cinta dengannya! Aku tidak akan terima! Aku tidak akan ikhlas!” tukas Marina. “Ya, sudah, sana urusi Lyra. Aku mau berangkat ke mall dengan Sherly saja kalau begitu.”“Hmm, berangkatlah ....”***Lelaki berperawakan tinggi dan gagah itu memasuki ruang IGD kembali. Napasnya tersengal, tetapi ditahan. Begitu sampai di bilik pemeriksaan, Lyra sedang dipersiapkan untuk dipindah ke ruang khusus. “Kita akan naik ke ruang khusus bersalin, Tuan. Dokter kandungan menunggu di sana untuk memeriksanya,” jelas perawat saat Rex bertanya
Rex terdiam mendengar perkataan Marina. Jika tidak ada lagi janin hasil perbuatannya di dalam rahim sang istri, maka ia bisa segera menceraikan? Iyakah? Benarkah demikian?“Kenapa kamu diam? Ini kabar bagus, Rex!” ulang Marina bersemangat. “Hmmm,” jawab Rexanda tidak seperti kekasih gelapnya yang penuh dengan semangat. Marina mendengkus, “Kenapa? Kamu sedih istrimu keguguran? Ish, ada apa denganmu? Jangan-jangan kamu memang mulai jatuh hati padanya?” tuduh sang wanita.“Aku sedang tidak mood untuk menanggapi cemburumu. Kamu mau tahu apa yang aku pikirkan? Bagaimana kalau Papa menyalahkan keguguran ini padaku? Kira-kira aku akan dihukum apa lagi?” desis Rex lanjut berjalan menuju kantor administrasi rumah sakit.“Ya, jelaskan saja kalau kamu tidak tahu apa-apa. Biar bagaiaman, tugas Lyra adalah menjaga kandungannya! Kalau sampai gugur, memang istrimu itu bodoh tidak tertolong lagi!” jawab Marina.“Kamu juga harus membela diri, dong, Rex! Jangan mau disalahkan terus menerus!” pungkasn
“Ceritakan semua kepada saya, kenapa Lyra bisa sampai keguguran?” Harlan bertanya sekali lagi karena Dita tertegun mendengar pertanyaannya pertama kali. Wajah perawat ibunya itu menjadi bingung dan serba salah. Menoleh ke kanan dan ke kiri seakan khawatir percakapan ini didengar oleh pihak lain. Harlan kembali berucap, “Saya ingin tahu yang sebenarnya antara Rex dan Lyra. Jadi, kalau kamu masih ingin kerja di sini, sebaiknya kamu menceritakan semua yang kamu tahu!”“Saya takut dimarahi Lyra atau Tuan Rexanda,” jelas Dita meremas jemarinya sendiri karena gugup. “Saya tidak akan membocorkan kepada siapa pun kalau kamu yang bercerita. Mulailah bercerita, atau mulailah packing barang-barangmu dan pergi dari sini,” tandas Harlan memandang dengan sangat serius.Dita tidak ada pilihan, ia akhirnya mulai bercerita. “Adik Lyra kecelakaan di Malang, Tuan. Dia butuh uang untuk membiayai keluarganya di kampung. Sejak menjadi istri Tuan Rex, dia tidak terima gaji lagi.”“Dan Rex tidak memberiny
“Apa yang kamu lakukan terhadap Lyra selama ini? Jawab yang jujur!” desis Harlan memandang sangat tajam penuh kekecewaan pada putra sulungnya.Rex berlagak tidak paham apa maksud sang ayah. “Aku tidak mengerti. Melakukan apa?”“Jangan bohong kamu! Papa tahu semuanya! Papa tahu bagaimana kamu terus menyiksanya selama ini!” bentak Harlan menggebrak meja kerjanya.Tenggorokan Rex tercekat dan napasnya tersengal, sulit untuk mengambil udara segar. Akan tetapi, ia masih berusaha menutupi semuanya. “Menyiksa apa? Papa bisa lihat sendiri kalau aku telah melakukan tugasku sebagai seorang suami dengan baik.”“Memangnya Lyra mengatakan apa tentangku?” kulik Rex spontan berpikir adalah istrinya yang telah mengadu ini dan itu kepada pemimpin keluarga Adiwangsa. Harlan bangkit dari kursinya, sambil berjalan menuju Rex, dadanya kembang kempis. “Suami yang baik katamu? Apa menyuruh istrimu menggugurkan kandungan yang berisi anak kalian demi uang 20 juta adalah perilaku suami yang baik?”Tertegun, r