Di umurnya yang masih muda, 24 tahun, Dania juga bekerja keras untuk keluarganya, dia seorang exekutif muda tangan kanan kakak laki-lakinya yang kini menjadi CEO dari Smith Lab. Sebuah perusahaan investasi yang cukup besar. Hanya menampung Zora sebenarnya tidak ada masalah.Tapi melihat Zora bahkan santai dan menikmati makanan, pergi pacaran, bahkan dibiayai pacarnya lama-lama membuatnya muak. Kenapa hidupnya selalu mudah.Kali ini Zora the geng bahkan akan mengadakan piknik ke Sumba. Hah males banget harus bayari Zora. Zora jelas gak punya uang lebih untuk liburan. Tapi hatinya lebih gak tega lagi meninggalkan Zora, selama ini mereka hampir gak pernah mengeluarkan uang untuk piknik."Aku gak mau ya nanggung biayain Zora sendirian. Tapi gak mungkin juga kita ninggalin dia kan!" Jelas Dania pada sahabatnya Agustin di sebrang telpon."Sebenernya aku juga males, tapi mau gimana dia udah selalu bayarin kita dulu, kita patungan lebih aja deh biar dia bisa ikut." Saut Agustin"Udah mumet ba
Dania memutar bola matanya. "Udah gak perlu ngapa-ngapain. Pergi dari rumah aku, itu udah buat aku seneng.""Hah.." saut Zora lemah, dia tidak percaya Dania melakukan ini."Karena kamu udah sadar, lebih baik kamu pergi malem ini." Dania lalu beranjak dari tempat duduknya menuju kamar Zora untuk memasukan semua barang-barang murah itu dalam koper dengan brutal penuh kemarahan. "Dan.. dan please, aku bakal pergi tapi engga hari ini, plis.. besok aku pergi, jangan usir aku sekarang."Kemarahan sudah menggelapkannya tidak peduli lagi dengan Zora yang memohon. Segera Dania melempar koper itu dengan kasar dan menendang Zora keluar dari rumahnya.Selama ini, Affandra sudah menyewa orang-orang untuk mengawasi Zora, takut apabila terjadi sesuatu pada calon istrinya. Dan Tuan Arnold sudah memberikannya kepercayaan penuh untuk memantau Zora.Tuan Arnold melihat Affandra dengan seksama, anak ini tumbuh dengan baik, bukan hanya tampan tapi juga karismatik dengan pengetahuan yang luas. Dia juga sud
"Emm, gak usah aku di jemput Julian sore ini. Makasih ya Andra.""Oh.. Oke," balas Affandra tersenyum masam. "Aku pergi dulu.""Oke." Balas Zora melambaikan tangan.Walau hatinya terasa masam mendengar ucapan Zora, 'Tenang.. ini baru langkah awal, semua butuh perjuangan dan proses.' batin Affandra mengendalikan dirinya.Suatu hari dia akan mengenang hari-hari ini hanya sebagai cerita lucu.Zora menikmati pekerjaan barunya, semua orang terlihat baik dan bisa bekerja sama, mereka tidak tau siapa Zora dan Affandra, tapi cukup kagum dalam hati saat melihat mobil Affandra meninggalkan tempat parkir. Mungkin mereka tidak benar-benar tau mobil apa itu dan berapa harganya. Tapi jelas mobil itu sangat keren, mengkilap dan megah.Jam 6 sore pekerjaan sudah selesai, Julian pun menjemputnya untuk makan malam. Mungkin ini kesalahannya membiarkan Zora tinggal di rumah Dania terlalu lama. Tapi jujur saja dia lebih tidak sanggup untuk memberikan tempat tinggal yang sesuai, tapi karena kejadian ini Zo
Zora memeluk pergelangan tangan Julian dengan manja. "Kamu terlalu khawatir. Apa yang salah dengan tempat ini? Ini layak." Jelas Zora sebari tersenyum.Melihat senyuman itu merekah dengan tulus, hati Julian seketika hangat dan perasaannya lega. Melihat kekasih hatinya baik-baik saja.Bagaimanapun dia merasa bertanggung jawab dengan segala yang di lalui Zora selama ini. Sebelumnya, saat mereka masih di bangku kuliah, Julian adalah seorang senior penerima beasiswa, dia aktif dalam organisasi dan tidak pernah menyangka akan menarik perhatian Zora, seorang putri Forte Grup dengan gurita bisnis luar biasa. Menatap matanya pun tidak berani. Walau keluarganya memiliki basic bisnis, tentu tidak bisa di bandingkan dengan mereka yang saat itu memiliki total kekayaan hanya 100 miliar. Sebuah angka yang cukup untuk menjadi kalangan menengah, tapi jelas bahkan itu hanya sebuah titik kecil dibandingkan Forte Grup yang sudah berdiri dari jaman Mbah cicit nya mungkin.Saat itu Zora menatapnya dengan
Pukul masih menunjukan setengah 6 pagi. Zora sangat mengantuk dengan alaram paginya. Tapi sebuah text membuatnya mau tak mau membuka mata karena penasaran.Julian..Zora tersenyum melihat kekasihnya sudah menghubunginya sepagi ini. Baru kemarin malam mereka bertemu dan sudah rindu di pagi buta begini. Pipinya merona merah karena cinta yang terus mekar di hatinya.Mulai saat itu setiap jam 7 pagi Julian siap sedia menjemput Zora dan mereka sarapan bersama, sore hari ketika pekerjaan selesai mereka pulang bersama untuk makan malam.Affandra tidak memiliki celah sama sekali untuk mendekati Zora, melihat pasangan bucin ini, membuatnya sangat jengkel.Dengan putus asa Affandra menunggu Zora di di teras kediaman mereka. Zora berjalan dengan santai memasuki pagar indekos besar dengan kamar kurang lebih 20 pintu, dengan masing-masing kamar besar berukuran 6 meter persegi.Bangunan ini begitu luas, beberapa penghuninya adalah keluarga yang menengah, mereka mengendrai mobil atau minimal motor k
"E.. enggak." Dengan cepat memalingkan wajah dengan salah tingkah. Jantungnya berdegup sangat cepat. Dan tersenyum bahwa itu bukan sebuah penyangkalan.Zora menatap lekat pria gagah di hadapannya. Pria ini tampan dan terlihat orang yang sangat berpendidikan. Matanya bersinar dan senyumnya lembut, seharusnya orang seperti dia bisa menjadi seorang buaya darat, kenapa harus menerima sebuah pernikahan yang tidak masuk akal."Jangan melihatku seperti itu." Pinta Affandra dengan wajah memerah, untuk sekian lama ini kali pertama mereka berbicara sebagai orang normal. Tapi ternyata membuatnya lebih gugup."Untuk pria sepertimu, pasti banyak wanita yang mengantri untuk dekat bahkan memberikan dirinya, kenapa malah setuju dengan sebuah perjodohan?" Tanya Zora tak bisa tak penasaran.Affandra tersenyum dan menjawabnya, "Sebenarnya semua ini keinginanku. Dulu kamu mungkin masih kecil untuk ingat bagaimana kita menghabiskan waktu bersama. Tapi tidak denganku.""Memang seperti apa saat kita kecil?
"Gila.." Zora menatapnya dengan cibiran. "Sudah, aku mau tidur, besok akan ada pesanan lagi. Sebaiknya kamu gak terlalu mempromosikan outlet baru itu agak kita bisa bersantai."Affandra terkekeh, "Kalau begitu bagaimana aku akan untung? Tidak ada makan siang gratis nona. Kehidupanmu di surga telah berakhir.""Ya.. ya.." Zora mengabaikan dengan melambaikan tangan, terus berjalan meninggalkan manusia yang sangat terobsesi padanya itu.Zora menguap lebar dan merasakan seluruh tubuhnya pegal. Ini kali pertamanya bekerja dengan kekuatan. Tapi otaknya begitu santai dan tak memiliki beban seperti saat mengambil alih Forte sebeblumnya.Diumurnya 24 tahun, dan lulus sebagai sarjana bisnis dengan nilai sempurna, membuatnya mahir dalam pengelolaan uang untuk menjadi uang yang lebih banyak. Tapi ternyata saat kamu tidak punya uang, hidup belum tentu memberimu kesempatan yang sama. Semua ini juga karena Forte sebagai perusahaan besar. Semakin kau kaya, semakin mudah menghasilkan uang.Malam ini Zo
Wanita itu terus memeluk Zora dengan erat. "Apa kabar sayang." Dan bulir-bulir itu tak lagi mampu terbendung.Zora melepaskan pelukan dengan lembut, "Mama jangan nangis, aku baik baik aja. Aku happy ko." Ucapnya sambil menghapus air mata ibunya."Kamu gak kangen sama mama ya." "Ya, kangen tapi aku gak bisa pulang."Perkataan itu seperti menusuk pada hati Nyonya Anita, dan meraih Zora kembali untuk masuk dalam pelukannya."Aku baik-baik aja mama, liat semua orang baik sama aku disini." Jelas Zora, menenangkan ibunya yang terlihat sangat merindukan anak semata wayangnya."Maaf ya mama baru nengokin Zora, Zora gak marah kan sama mama?" Sesal Nyonya Anita mengelus lembut pipi halus Zora yang mulai berkeringat karna bekerja di dapur."Ayo pergi sama mama sebentar. Kamu sibuk?"Zora menggeleng, "Aku belum bisa pergi mah, masih banyak banget pekerjaanku. Gimana kalo kita makan malam, aku ajak Julian."Kini Nyonya Anita yang menggeleng. "Affandra, ajak Affandra ya.."Zora mengendus tak berda