Ia pulang dengan perasaan lega. Sepanjang jalan ia terus tersenyum. Sampai Tuan Arnold merasa heran. "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada putri kita."Nyonya Anita langsung menoleh untuk melihat Zora yang tersipu malu. "Apa kau bertemu Affandra?"Zora mengangguk pelan dan tak ingin membahasnya, ia sangat malu. Sesampai di villa ia langsung masuk ke kamar dan menjadi gila. Sangat senang hingga tertawa sendiri. Tapi ponselnya belum juga berdering ia menunggu sampai malam dan tidak juga berdering. Menunggu membuatnya kecewa.Malam ini mereka makan malam di rumah, menunggu Affandra menghubunginya benar-benar membuatnya kesal. Jadi ia berhenti untuk menunggu dan pergi makan malam.Tepat saat makanan di hidangkan, bel berbunyi, ada seseorang yang datang, jadi Nyonya Anita membukanya."Halo Affandra." Sambut Nyonya Anita senang. Zora sudah duduk di meja makan mendengar nama itu disebut ia memejamkan mata dan seketika malu sekali.Tuan Arnold melihat expresi Zora yang berubah menjadi kep
Affandra sangat bangga dan mengelus punggung tangannya lembut sambil mereka sering bertatapan penuh arti."Om Tante, aku pinjem Zora sebentar boleh?" Izin Affandra yang disambut baik kedua orang tua Zora.Affandra menggandeng tangan Zora untuk ikut bersamanya, ini hal yang baru ia lakukan lagi setelah sekian lama. Zora terus menatap tangannya yang di genggam orang yang selalu ia pikirkan setahun ini. Yang ia ingat terakhir kali memeluk tangannya saat ia demam malam itu. Dan kini genggaman itu kembali memberikan rasa aman.Affandra membawanya ke halaman tengah Villa mewah itu, dengan lampu-lampu redup, wajahnya bersinar."Aku sudah bilang untuk membuka blok di ponselmu." Kini Affandra cemberut."Aku sudah lama membukanya. Itu kamuu!""Mana ponselmu?" Affandra tak percaya karna ia masih tidak bisa menghubunginya.Ia membuka semua file block WhatsApp dan panggilan biasa. Ternyata ia masih menjadi daftar hitam dalam setingan ponsel. "Lihat?"Zora hanya tertawa, "Maaf, aku lupa soal yang i
Entah dirimu kaya, atau miskin. Kenyataannya hidup sebagai manusia selalu di liputi rasa takut.Takut kehilangan apa yang dimiliki atau takut dirimu tak berharga hanya karna tak memiliki apa yang orang lain miliki.Setelah di buang dari keluarganya yang kaya raya, Dania merasa tidak bisa lagi menampung sahabat kecilnya. Semua orang menyukai Zora karena kekuasaan yang ia miliki, tanpa semua itu dia hanya anak manja yang tidak mungkin bisa menjalani hidup."Please Dania, aku bisa kemana lagi sekarang? Aku udah gak punya tempat pulang, aku bahkan gak punya uang lagi."Dania menghela nafasnya dengan kesal. "Kalo begitu, seharusnya kamu balik ke orang tuamu. Zora, kalo aku jadi kamu, aku gak akan ngelakuin hal bodoh begini cuma karna seorang Julian. Liat, dia bahkan gak bisa tolong kamu.""Aku bakal cari kerja setelah ini, please aku gak tau lagi harus kemana." Zora memohon dengan melas, pelupuk matanya basah, hatinya gusar, dan mukanya memerah dengan panik.Tak pernah terbayang sebelumnya
Zora menyeringai mendengarnya, setahun lalu dia menolak perjodohannya dengan pria ini, sejak itu pula hidupnya menjadi sangat melelahkan. Dari semua kesialan yang dia alami, Affandra adalah orang yang paling dia benci karna menjadi semua sumber masalah."Andaikan kita gak pernah di jodohkan, mungkin aku gak akan bernasip begini." Jelas Zora menyalahkan.Andra tau sebaik apapun dia mencoba wanita ini hanya akan melihat kesalahannya."Sebab itu, aku mau bertanggung jawab.""Tanggung jawab apa? Kamu cuma memperburuk semuanya! Kalo kamu beneran mau memperbaiki semuanya, berhenti ngejar aku, berhenti soal pertunangan ini!""Kamu yakin kalo aku minta untuk berenti untuk menikahimu, kehidupanmu akan kembali baik-baik aja?""Ya, lakukan sekarang."Hemm.. Andra menghela nafasnya. "Atau mungkin akan ada kandidat lain?"Zora segera menatapnya dengan kejam, kata-kata itu ada benarnya. Membuat hatinya lebih rumit."Mudah mendapatkan wanita cantik, berpendidikan, dan kaya. Tapi aku cuma tertarik pa
Affandra berjongkok tepat di depannya. Menyadari kehadiran pria itu Zora semakin membenci manusia tak berhati itu. Dia dengan lugas menyatakan menginginkan kerajaan ayahnya, mengejeknya tuan putri yang terbuang. Manusia macam apa dia."Pergi!!" Teriak Zora. "Aku gak akan kembali, aku gak akan mau terjebak dengan monster seperti kamu. Pergii!!! Melihatnya begitu frustasi tidak bisa menahan Affandra untuk memeluk wanita lemah itu. Dia keras kepala merasa dirinya kuat dan mampu menanggung segalanya. Wanita ini tidak mengerti bagaimana cara kerja dunia ini.Zora meronta melepaskan pelukan pangeran Karisma Grup itu. Tapi sekeras dia berusaha sekeras itu Affandra menahannya untuk tetap dalam pelukannya hingga dia tidak melawan lagi."Apapun yang kamu rasain saat ini, aku ngerti, Zora. Aku berusaha mengerti dan aku juga melaluinya. Gak ada tempat kembali, lupakan perjodohan kita, izinkan aku jadi temanmu, aku gak akan pernah maksa kamu lagi untuk nikah sama aku."Mendengar pernyataan Affand
Affandra tersenyum dan mengangguk penuh kegembiraan dengan binar di matanya.Zora menyeringai tak percaya dengan reaksi Affandra. "Kayanya kamu bikin aku gak nafsu makan lagi. Aku selesai.""Eh.. eh.. makan lagi habiskan. Oke aku makan." Menyuapkan sesendok penuh nasi dengan lahap dan makan dengan cepat.Zora pun kembali menghabiskan isi piringnya.Gak nafsu apa, dia benar-benar lapar. Kalo tidak menghabiskannya benar-benar menyesal.Affandra menepikan mobilnya dan membuka pagar untuk masuk ke pekarangan kosan. Tempat ini luas, dengan banyak sekali pintu dan beberapa kendaraan yang parkir di garasinya.Affandra pergi ke kantor sekuriti untuk mengambil 2 kunci kamar.Zora melihat ke sekeliling. Tempat ini nyaman dengan banyak pepohonan hijau. Di kota besar seperti ini sangat gersang dan tinggal di tempat penuh hijauan seperti ini akan sangat menyegarkan. Seketika ia menginat rumahnya yang asri dan Pak Usop yang selalu mengurus tanaman dan membentuknya menjadi cantik setiap saat.Zora j
Nyonya Anita mendengarkan percakapan dengan santai, sudah menduga bahwa Zora sudah pasti langsung menolak, melihat putri semata wayangnya begitu mengagumi sosok pacar sempurnanya, yang memberinya hadiah dan memperlakukannya seperti tuan putri.Siapapun yang mendapatkan Zora, pasti akan melakukan hal yang sama, mengingat siapa Zora sebenarnya.Putri semata wayang Tuan Arnold, pemilik Forte Grup, dengan gurita bisnis senilai 60 triliun. Dibandingkan Julian, hanya seorang anak pebisnis menengah dengan kekayaan total paling banyak 200 miliar, seperti langit dan bumi.Yang terpenting bukan hanya menghasilkan uang, tapi mencari laki-laki yang mampu membimbing putri manja ini."Semua, karna uang. Papa mau jual aku?" Tanya Zora penuh amarah. Tuan Arnold hanya menatap putrinya dengan serius. Meletakan pisau dan garpu dengan santai dan mengeratkan kedua tangannya. Mengisyaratkan bahwa ini adalah hal yang serius."Jaga bicaramu, Nona Zora." Timpal Nyonya Anita pada putrinya yang mulai hilang ke
Julian terus bertanya apa yang terjadi. Tapi Zora terlalu kesal hingga terus diam selama perjalanan, hatinya penuh amarah dan kecewa atas keputusan orang tuanya yang selalu sewenang-wenang. Yang membuatnya selalu membenci lahir di kehidupan ini. Bila akhirnya dia tidak pernah benar-benar bebas untuk apa semua kemewahan ini?Zora menatap Julian yang mengendarai mobil, Julian yang menyadarinya melemparkan senyum. "Ada apa?"Zora menghempas nafasnya, "Bi, kalo aku kehilangan semua yang aku punya, apa kamu masih bakal sayang sama aku?"Julian tersenyum sekilas dan mengenggam tangannya. "Tentu, kenapa tidak. Walaupun mungkin aku gak bisa ngasih sebanyak yang Papamu kasih. Apa gak masalah?""Serius?" Tanya Zora dengan kehangatan di hatinya dan matanya yang mulai membasah karna haru."Papamu pasti gak setuju dengan hubungan kita kan?" Julian bertanya dengan kesungguhan. Mendengarnya, Zora hanya mengangguk."Maaf udah buat kamu di posisi sulit karna aku ya.." genggamannya semakin erat dan ma