Affandra tersenyum dan mengangguk penuh kegembiraan dengan binar di matanya.Zora menyeringai tak percaya dengan reaksi Affandra. "Kayanya kamu bikin aku gak nafsu makan lagi. Aku selesai.""Eh.. eh.. makan lagi habiskan. Oke aku makan." Menyuapkan sesendok penuh nasi dengan lahap dan makan dengan cepat.Zora pun kembali menghabiskan isi piringnya.Gak nafsu apa, dia benar-benar lapar. Kalo tidak menghabiskannya benar-benar menyesal.Affandra menepikan mobilnya dan membuka pagar untuk masuk ke pekarangan kosan. Tempat ini luas, dengan banyak sekali pintu dan beberapa kendaraan yang parkir di garasinya.Affandra pergi ke kantor sekuriti untuk mengambil 2 kunci kamar.Zora melihat ke sekeliling. Tempat ini nyaman dengan banyak pepohonan hijau. Di kota besar seperti ini sangat gersang dan tinggal di tempat penuh hijauan seperti ini akan sangat menyegarkan. Seketika ia menginat rumahnya yang asri dan Pak Usop yang selalu mengurus tanaman dan membentuknya menjadi cantik setiap saat.Zora j
Nyonya Anita mendengarkan percakapan dengan santai, sudah menduga bahwa Zora sudah pasti langsung menolak, melihat putri semata wayangnya begitu mengagumi sosok pacar sempurnanya, yang memberinya hadiah dan memperlakukannya seperti tuan putri.Siapapun yang mendapatkan Zora, pasti akan melakukan hal yang sama, mengingat siapa Zora sebenarnya.Putri semata wayang Tuan Arnold, pemilik Forte Grup, dengan gurita bisnis senilai 60 triliun. Dibandingkan Julian, hanya seorang anak pebisnis menengah dengan kekayaan total paling banyak 200 miliar, seperti langit dan bumi.Yang terpenting bukan hanya menghasilkan uang, tapi mencari laki-laki yang mampu membimbing putri manja ini."Semua, karna uang. Papa mau jual aku?" Tanya Zora penuh amarah. Tuan Arnold hanya menatap putrinya dengan serius. Meletakan pisau dan garpu dengan santai dan mengeratkan kedua tangannya. Mengisyaratkan bahwa ini adalah hal yang serius."Jaga bicaramu, Nona Zora." Timpal Nyonya Anita pada putrinya yang mulai hilang ke
Julian terus bertanya apa yang terjadi. Tapi Zora terlalu kesal hingga terus diam selama perjalanan, hatinya penuh amarah dan kecewa atas keputusan orang tuanya yang selalu sewenang-wenang. Yang membuatnya selalu membenci lahir di kehidupan ini. Bila akhirnya dia tidak pernah benar-benar bebas untuk apa semua kemewahan ini?Zora menatap Julian yang mengendarai mobil, Julian yang menyadarinya melemparkan senyum. "Ada apa?"Zora menghempas nafasnya, "Bi, kalo aku kehilangan semua yang aku punya, apa kamu masih bakal sayang sama aku?"Julian tersenyum sekilas dan mengenggam tangannya. "Tentu, kenapa tidak. Walaupun mungkin aku gak bisa ngasih sebanyak yang Papamu kasih. Apa gak masalah?""Serius?" Tanya Zora dengan kehangatan di hatinya dan matanya yang mulai membasah karna haru."Papamu pasti gak setuju dengan hubungan kita kan?" Julian bertanya dengan kesungguhan. Mendengarnya, Zora hanya mengangguk."Maaf udah buat kamu di posisi sulit karna aku ya.." genggamannya semakin erat dan ma
Dia naik menuju tempat perlengkapan pakaian. Matanya menerawang, dengan sautan dari setiap pedangan untuk mampir, setiap orang yang memanggilnya dia ingin berhenti. Tapi Julian terus menariknya lebih dalam. Tak henti dia terus melihat keadaan sempit dengan tumpukan baju baju berbandrol 35ribu, dalam hatinya apa itu kain lap? Berderet baju berwarna memenuhi satu rendetan dengan banyak motif, apa orang-orang benar-benar mengenakan ini? Tanyanya dalam hati kebingungan, dia menyentuh kain itu dan lebih merasa bingung bagaimana orang bisa memakai baju kasar begini?Julian terus melihat expresi bingung pacarnya yang menggemaskan, "Ada yang bahannya lebih adem ga Bu?" Tanya Julian."Ini mas, beda harganya ini 75ribu." Diserahkannya baju tidur dengan bahan rayon premium.Julian langsung memberikannya pada Zora, "Coba yang ini?" Zora menyentuh kain yang lebih lembut dan dingin lagi-lagi dia terkejut, 'hanya 75ribu?' Batinnya. Motifnya lucu dia ingin beli 1 lusin rasanya. Tapi dia tau Julian b
Di umurnya yang masih muda, 24 tahun, Dania juga bekerja keras untuk keluarganya, dia seorang exekutif muda tangan kanan kakak laki-lakinya yang kini menjadi CEO dari Smith Lab. Sebuah perusahaan investasi yang cukup besar. Hanya menampung Zora sebenarnya tidak ada masalah.Tapi melihat Zora bahkan santai dan menikmati makanan, pergi pacaran, bahkan dibiayai pacarnya lama-lama membuatnya muak. Kenapa hidupnya selalu mudah.Kali ini Zora the geng bahkan akan mengadakan piknik ke Sumba. Hah males banget harus bayari Zora. Zora jelas gak punya uang lebih untuk liburan. Tapi hatinya lebih gak tega lagi meninggalkan Zora, selama ini mereka hampir gak pernah mengeluarkan uang untuk piknik."Aku gak mau ya nanggung biayain Zora sendirian. Tapi gak mungkin juga kita ninggalin dia kan!" Jelas Dania pada sahabatnya Agustin di sebrang telpon."Sebenernya aku juga males, tapi mau gimana dia udah selalu bayarin kita dulu, kita patungan lebih aja deh biar dia bisa ikut." Saut Agustin"Udah mumet ba
Dania memutar bola matanya. "Udah gak perlu ngapa-ngapain. Pergi dari rumah aku, itu udah buat aku seneng.""Hah.." saut Zora lemah, dia tidak percaya Dania melakukan ini."Karena kamu udah sadar, lebih baik kamu pergi malem ini." Dania lalu beranjak dari tempat duduknya menuju kamar Zora untuk memasukan semua barang-barang murah itu dalam koper dengan brutal penuh kemarahan. "Dan.. dan please, aku bakal pergi tapi engga hari ini, plis.. besok aku pergi, jangan usir aku sekarang."Kemarahan sudah menggelapkannya tidak peduli lagi dengan Zora yang memohon. Segera Dania melempar koper itu dengan kasar dan menendang Zora keluar dari rumahnya.Selama ini, Affandra sudah menyewa orang-orang untuk mengawasi Zora, takut apabila terjadi sesuatu pada calon istrinya. Dan Tuan Arnold sudah memberikannya kepercayaan penuh untuk memantau Zora.Tuan Arnold melihat Affandra dengan seksama, anak ini tumbuh dengan baik, bukan hanya tampan tapi juga karismatik dengan pengetahuan yang luas. Dia juga sud
"Emm, gak usah aku di jemput Julian sore ini. Makasih ya Andra.""Oh.. Oke," balas Affandra tersenyum masam. "Aku pergi dulu.""Oke." Balas Zora melambaikan tangan.Walau hatinya terasa masam mendengar ucapan Zora, 'Tenang.. ini baru langkah awal, semua butuh perjuangan dan proses.' batin Affandra mengendalikan dirinya.Suatu hari dia akan mengenang hari-hari ini hanya sebagai cerita lucu.Zora menikmati pekerjaan barunya, semua orang terlihat baik dan bisa bekerja sama, mereka tidak tau siapa Zora dan Affandra, tapi cukup kagum dalam hati saat melihat mobil Affandra meninggalkan tempat parkir. Mungkin mereka tidak benar-benar tau mobil apa itu dan berapa harganya. Tapi jelas mobil itu sangat keren, mengkilap dan megah.Jam 6 sore pekerjaan sudah selesai, Julian pun menjemputnya untuk makan malam. Mungkin ini kesalahannya membiarkan Zora tinggal di rumah Dania terlalu lama. Tapi jujur saja dia lebih tidak sanggup untuk memberikan tempat tinggal yang sesuai, tapi karena kejadian ini Zo
Zora memeluk pergelangan tangan Julian dengan manja. "Kamu terlalu khawatir. Apa yang salah dengan tempat ini? Ini layak." Jelas Zora sebari tersenyum.Melihat senyuman itu merekah dengan tulus, hati Julian seketika hangat dan perasaannya lega. Melihat kekasih hatinya baik-baik saja.Bagaimanapun dia merasa bertanggung jawab dengan segala yang di lalui Zora selama ini. Sebelumnya, saat mereka masih di bangku kuliah, Julian adalah seorang senior penerima beasiswa, dia aktif dalam organisasi dan tidak pernah menyangka akan menarik perhatian Zora, seorang putri Forte Grup dengan gurita bisnis luar biasa. Menatap matanya pun tidak berani. Walau keluarganya memiliki basic bisnis, tentu tidak bisa di bandingkan dengan mereka yang saat itu memiliki total kekayaan hanya 100 miliar. Sebuah angka yang cukup untuk menjadi kalangan menengah, tapi jelas bahkan itu hanya sebuah titik kecil dibandingkan Forte Grup yang sudah berdiri dari jaman Mbah cicit nya mungkin.Saat itu Zora menatapnya dengan