Jihye bahkan tidak mengerti bagaimana kinerja untaian benang takdir dapat melilitnya bersama Shin Yunki--si Kucing Salju itu. Anggukan refleks penuh haru tatkala manik seseorang dengan pendar penuh pengharapan memintanya menjadi anggota keluarga Shin, ternyata berakibat fatal bagi kesehatan jiwa raganya--terutama mental--karena si Kucing Salju itu terus saja bertingkah menyebalkan.
Namun, tentu saja Jihye sudah sedikit pintar sekarang, kemampuannya beradaptasi dengan sekitar terlebih tuntutan agar menjadi pribadi yang lebih savage sudah dia buktikan lewat konversasi saling menohok yang dibangunnya dengan sang suami.
Jangan bilang itu ciuman pertamamu?
Ucapan Yunki saat mengambil ciuman pertamanya bahkan masih terpeta jelas dalam lobusnya, terutama saat dirinya bereaksi seperti gadis tolol yang bahkan harus mengerjap beberapa kali untuk menyadari apa yang terjadi. Oh, itu dulu dan Jihye tidak akan membiarkan hal itu terulang kembali.
Tidak seperti Yunki yang memang seorang CEO, hari ini adalah hari pertama Jihye bergabung dengan Shin Geum Corp. Bahkan sejak pukul 05.00 gadis itu sibuk bersiap, mematut diri di cermin lantas mengembangkan senyum antusias berharap hari ini berjalan lancar.
Jihye baru saja menyelesaikan menggoreng telur dadar saat Yunki mendaratkan bokong di kursi meja makan.
"Kau ingin apa?" tanya Jihye dengan maksud bertanya menu apa yang diinginkan sang suami untuk sarapan.
"Tentu ingin sarapan, tidak mungkin aku duduk di sini untuk buang air besar, kan?" jawab Yunki sekenanya.
Jihye tentu kesal setengah mati mendengar jawaban logis yang menyebalkan itu, di dalam otaknya dia bahkan membayangkan mencekik pria pucat itu berkali-kali.
Dengan langkah angkuh membawa setumpuk sandwich, secangkir kopi dan mendorongnya ke arah Yunki, gadis itu berkata datar, "Oh, kukira kau sedang menulis lagu."
Yunki terkekeh remeh, sementara Jihye kesal bukan main dengan otak berputar mempersiapkan jawaban-jawaban menohok lain yang akan membuat pria itu bungkam. Jihye memang tidak selihai pria di hadapannya dalam hal berbicara menyebalkan, dia ditempa menjadi sosok lebih manusiawi dengan kelembutan dan sikap toleransi tinggi terhadap sesama. Hanya saja, berhadapan dengan Kucing Salju macam Yunki, mau tidak mau dia harus meninggalkan sisi manusiawinya.
Mercedez Benz hitam itu melaju di bawah pendar yang mulai menggeliat mengganti fajar. Keheningan pada dua entitas itu terburai oleh suara radio yang diputar di antara mereka.
"Kau senang akhirnya bisa masuk ke perusahaan?" tanya Yunki tiba-tiba saat mulai menjalankan kembali mobilnya di bawah lampu lalu lintas yang menyala hijau.
"Kenapa?" tanya Jihye memicing penuh curiga.
"Tak sabar melihat aksimu mencoba merebut perusahaan," jawabnya dengan penuh ketenangan berbahaya.
Jihye menoleh ke arah Yunki dengan bentangan senyum remeh. "Wow ... kau takut? Siapkan saja hatimu karena Seo Jihye akan bermanuver untuk merebutnya."
"Ah ... rupanya kau ingin mencuri hatiku juga, ya? Astaga kalau begitu kau harus berusaha keras, Sayang. Karena hatiku sudah ada pemiliknya."
Aish ... yang benar saja, bukan itu maksud Jihye, berdebat dengan Yunki tampaknya hanya akan menimbulkan gemuruh badai di dada Jihye. Kesal bukan main, tanpa ada daya upaya untuk mengelak segala bentuk tuduhan tak berdasar yang dilontarkan suaminya itu.
Jihye baru saja hendak melontarkan argumennya, saat mobil yang dikemudikan Yunki berhenti di bahu jalan yang bahkan masih dua blok lagi jauhnya dari kantor.
Jihye mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya kenapa dan Yunki yang bisa menangkap maksudnya lantas berkata, "Kau turun di sini, aku tak mau semua orang mengenalimu sebagai istriku di kantor."
Whoa ... yang benar saja, di sini kenapa Jihye seakan menjadi gadis menyedihkan yang butuh pengakuan? Yunki terus saja menyalahkan Jihye atas pernikahan sialan ini dan menolak bahwa dirinya pun ikut andil.
Mengembuskan napas kelewat kasar dengan ketenangan yang dipaksakan, gadis itu menurunkan tungkainya dengan rahang mengatup. Bagaimanapun, pagi ini dia harus terlihat sempurna dan tak ingin riasan elegan yang sudah dipersiapkan sejak pagi buta rusak karena mengamuk di pinggir jalan yang ramai. Jihye hanya bisa mengumpat dan mencakar-cakar wajah pucat nan angkuh itu dalam otak terutama saat melihat mobil itu pergi menjauh meninggalkannya.
Awas kau! Kucing Garong berengsek!
Berjalan dengan entakan kesal bukan main. Sungguh, sepatu Louboutin yang menempel pada kakinya itu membuat pegal setengah mati. Dengan peluh yang kini menemani langkahnya, pribadi itu masuk ke dalam gedung Shin Geum Corp yang langsung disapa oleh seorang petugas keamanan yang begitu ramah.
Well lihatlah, dia adalah istri dari seorang CEO yang bahkan tidak dikenali. Pernikahan mereka memang berlangsung tertutup dan sederhana, hanya dihadiri oleh sahabat dan kerabat dekat serta beberapa rekan bisnis penting. Setidaknya itu adalah salah satu dari dua permintaan Yunki dan Jihye yang akhirnya disetujui keluarga besar Shin.
Gadis itu tersenyum ramah lantas berbaur dengan kelompok pekerja yang sedang menunggu di depan lift.
"Kau pegawai baru itu?" tanya pribadi di sebelahnya yang mengenakan kemeja bergaris biru.
Jihye sontak mendongak dan membungkuk memperkenalkan diri. "Ya, namaku Seo Jihye."
"Ah, Nona Seo kebetulan bertemu di sini. Aku Go Minhyuk, kau akan bekerja denganku nanti. Kantor kita di lantai 7." Dengan anggukan antusias Jihye mengikuti sang pria yang kini memasuki lift dan menekan tombol tujuh sebelum kotak persegi itu membawa mereka bergerak ke atas.
Tanpa gadis itu sadari netra pekat sehitam jelaga memperhatikannya dari jauh. Ini bukan tentang perasaan, melainkan tentang sebuah tanggung jawab yang otomatis bercokol di pundaknya sejak hari di mana mereka mengucap janji.
Setidaknya gadis itu sudah sampai dengan selamat.
Jihye merasa cukup bersyukur, tidak ada seorang pun mengenali dirinya. Luas dan megahnya Gedung Shin Geum Corp dengan beberapa anak perusahaan di dalamnya tentu membuat kamuflase Jihye kian sukses, ah, lagi pula siapa yang tengah berkamuflase? Dia saja yang sangat tidak populer. Jadi, hari pertamanya bekerja di sana bisa dikatakan sukses tanpa mendapati binar kecanggungan dari karyawan lain.
TTT
Jihye tiba di apartemennya lebih awal dan langsung berkutat dengan panci, bermaksud memanjakan perutnya dengan pesta kecil-kecilan guna merayakan kelancaran hari pertama bekerja. Tidak ada pesan penuh ke-uwu-an berupa ucapan selamat dari sang suami, bahkan bermimpi pun tidak karena jika sampai hal itu terjadi mungkin Yunki telah mengalami dissociation akut.
Beberapa saat kemudian, gadis itu merebahkan tubuhnya di atas sofa kelewat empuk, satu porsi ramyeon dan dua botol soju sudah tandas meluncur nyaman ke dalam lambungnya.
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar ‘tingtong’ dari suara bel yang merangsek ke dalam rungunya jelas telah mengakhiri pesta rebahan gadis itu.
Dengan keengganan luar biasa Jihye bangkit membuka pintu yang menyibak presensi seseorang yang cukup mengejutkan.
"Aku datang untuk menjemput."
Jihye berlari tergesa sesaat setelah turun dari mobil, menapaki satu per satu anak tangga yang akan membawanya bertemu seseorang. Berita yang dia terima membuatnya khawatir, terlebih dia sampai dijemput oleh supir malam-malam. Kakinya berhenti di depan pintu kayu cokelat, mengatur deru napas lantas mendorong papan kayu itu perlahan. Suara deritnya sukses menarik atensi semua orang yang ada di dalam ruangan. "Nenek ...," ucapnya lirih, pelupuknya menghangat tatkala melihat sang nenek terbaring dengan sebelah tangan digips. "Apa yang terjadi?" Dengan penuh kelembutan Jihye mengusap lembut tangan wanita tua itu lantas menatap Yunki. "Nenek tadi terjatuh dengan tangan menumpu tubuh hingga membuatnya cedera," terang Yunki, roman yang senantiasa dingin itu tampak melembut dan Jihye cukup yakin sempat melihat embun di pelupuknya sesaat sebelum pria pucat itu mengalihkan pandangan. Masih punya kehangatan rupanya. Mendengar suara cucu
Tepekur di atas kursi taman yang menghadap kolam ikan, lobus frontalisnya merepetisi setiap kejadian di masa lampau dengan penuh penyesalan. Kata andai yang mengiringi setiap embusan napas yang terpeta pada luruhan di kedua pipi menjadi saksi bahwa pribadi tangguh itu kini tengah mencapai titik lelah. Segala bentuk penghakiman yang dilayangkan orang-orang di dalam rumah mewah itu terkadang begitu menyakitkan, terlebih suami yang seharusnya menjadi tameng kokoh pelindung ikut serta menjadi penyebab lara. Tangannya tengah sibuk menghapus jejak air mata di pipi tatkala menyadari sebuah jaket menyampir apik di kedua pundaknya. "Kau kenapa,Noona? Di sini dingin." Dia Jimmy--adik Yunki--salah satu penghuni di rumah mewah keluarga Shin yang bersikap ramah seperti Sunhee. Pria bersurai keemasan itu membentangkan senyum kelewat tulus yang serta-merta menghangatkan hati Jihye. "Apa Yunkihyungmenyakitimu? Aku melihatmu berlari
Jihye sedang tidak bermimpi, di balik gemingnya mengatur tangis tertahan di atas ranjang besarnya bersama Yunki, lagi-lagi dia harus merangkum setumpuk masalah yang menderanya akhir-akhir ini. Pertemuannya dengan Shin Sunhee dan pertemuannya dengan Yunki mengantarkan mereka pada sebuah perjanjian yang ternyata membuat hidupnya menjadi penuh drama.Kembali ke hari itu, saat Shin Sunhee akhirnya meninggalkan mereka berdua di kafe. Tensi yang terjadi di antara keduanya cukup menurun."Apa kita bisa berbicara baik-baik, Nona Seo Jihye? Kita bisa mendiskusikan kembali poin-poin itu kalau kau keberatan." Tangan pucat dengan otot kebiruan yang menonjol pada setiap ruasnya itu menyerahkan kembali amplop cokelat yang serta-merta Jihye baca kembali dengan saksama.Wedding Agreement antara Shin Yunki dan Seo Jihye1. Seo Jihye bangun lebih awal untuk menyediakan segala keperluan Shin Yunki bekerja, seperti m
Mungkin beginilah rasanya tidur di atas lautan busa kelewat empuk yang konon didatangkan langsung dari Eropa, ditambah sprei super lembut berbahan jacquard tencel yang begitu nyaman membuat siapa pun akan betah berlama-lama berbaring di sana.Sinar fajar pertama sudah tergurat pada bentangan langit di luar sana, mengundang obsidian sepekat jelaga itu untuk menyusuri garis wajah sang istri. Gadis itu tertidur pulas tampak begitu nyaman bergelung manja dalam dekapannya.Well, harus dia akui bahwa pribadi di hadapannya itu terlihat sangat cantik, polos sekaligus menantang. Jangan lupakan tangisan lirih Jihye yang mau tidak mau mengusik ketidakpeduliannya selama ini. Pribadi kelewat datar itu menyadari bahwa begitu banyak hal yang tidak dia ketahui mengenai teman hidupnya itu."Kau hampir melanggar semua poin dalam perjanjian kita," kata Yunki dengan intonasi datar tatkala pelupuk besar Jihye mulai terbuka. Terhitung sepul
Mari kita cari tahu apa saja yang sebenarnya terjadi. Pada hari itu, apa yang dikatakan dr. Kim cukup membuat suasana hati Yunki menjadi buruk. Kesehatan sang nenek yang mengalami penurunan terutama pada bagian daya ingat membuatnya mau tidak mau harus bersiap untuk mengemban tugas tertinggi di Shin Geum Corp."Ini baru gejala awal, tetapi aku menyarankan agar Nyonya Shin segera pensiun dari dunia kerja untuk menghindari beban kinerja otaknya. Sudah waktunya kau menjadi pimpinan, Yun ." Kim Junho--sahabat sekaligus dokter pribadi Keluarga Shin--menepuk pundak Yunki pelan lantas melenggang ke arahcoffeemakerdi sudut ruangan.Yunki memijat pelipisnya dan mendengkus kasar, membayangkan beban baru yang benar-benar berat itu. "Apa tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya?""Demensia tidak bisa disembuhkan, hanya bisa diperlambat. Sebisa mungkin hindari segala sesuatu yang membuatnya stress. Bahagiakan dia, ikuti semua k
Pagi yang nahas bagi Jihye dan gadis itu tidak dapat memetakan hatinya. Teriakan Shin Sunhee yang histeris ketika mendapati dirinya dan Yunki tertidur di atas sofa yang sama dan saling menggenggam tangan, itu jelas terlihat sangat buruk. Salahkan dirinya yang mudah sekali tertidur di mana saja saat kelelahan mendera.Belum lagi tatapan menuduh pria itu, membuatnya percaya bahwa segala niat baik tidak selalu diterima dengan baik jika orang yang kita tolong tidak tepat.Setelahnya, Jihye menghabiskan sekitar satu jam duduk tepekur dengan kepala menunduk bersama Yunki di sebelahnya yang tampak masih merangkum pemahaman dengan keadaan yang ada. Mereka hanya mengangguk-angguk mendengarkan ceramah panjang lebar Shin Sunhee yang ajaibnya menatap Jihye dengan binar penuh suka cita."Kalau kalian sering bermalam seperti ini, lebih baik segera menikah," ucap Sunhee sungguh-sungguh. "Nona cantik, siapa namamu?""Se-Seo Jihye, Nyonya," cicit Jihye dengan keadaan hati
Desahan panjang bersama peluh yang membanjiri tubuh menyertai suasana paginya. Jika pikiran kalian sedangtravellingpada hal yang tidak-tidak, maka tolong segera hentikan. Karena Jihye saat ini sedang membersihkan rumah, jenis pekerjaan yang memang cukup mudah, tetapi membutuhkan energi yang sangat besar.Sejak pukul tiga dini hari, dia sudah bangun dan mulai melakukan aktivitasnya. Hari Sabtu, Jihye dan Yunki berjanji pada Sunhee akan berkunjung ke rumah besar.Apartemen sudah rapi dan bersih, sarapan pagi sudah tergelar di atas meja, dirinya pun sudah mandi dan berganti pakaian. Tugasnya sekarang adalah menyiapkan air hangat untuk sang suami dan membangunkannya.Apa yang terjadi setelah insiden tenggelam dibathtubdangkal itu? Yang dilakukan Jihye adalah bermain petak umpet. Sebanyak mungkin dia menghindari kontak mata dengan Yunki dan bagian lucunya setelah menyiapkan air hangat dibathtub, dia akan menyet
Aku tahu aku cantik, tidak usah menatapku seperti itu, Shin Yunki-ssi," ucap Jihye ringan, melupakan presensi Sunhee di ruangan itu. Kecantikan Jihye yang diam-diam Yunki kagumi itu, tiba-tiba luntur akibat kalimat yang baru saja terlontar. Pria itu memilih mengedikkan bahu dengan ulasan senyum tipis. Sementara ledakan tawa Sunhee menyadarkan Jihye. "Nenek!" Pekiknya tanpa sadar, "maaf kukira tidak ada Nenek di sini." "Aku tidak sabar menanti cicit-cicitku kelak," ucap Sunhee masih dengan tawanya. "Yunki-ya, kenapa belum juga membuat istrimu hamil,eoh?" Pribadi bermata sipit itu menatap Jihye dengan tatapan tak terartikan. "Mungkin, kalau sudah saatnya nanti, Nek." Mata Jihye sukses membola berusaha mengartikan silabel yang baru saja Yunki lontarkan. Sebelum akhirnya menggeleng samar. "Sebaiknya aku antar Nenek ke kamar, ya? Nenek harus istirahat." ***