Pov Aslan."Ayo kita menuju rumah sakit untuk memeriksakan, apa benar saya ini mandul. Kamu jangan main tuduh aja. Kalau tidak benar kamu harus siap resign dari pekerjaan kamu sekarang. Lagian manusia semacam kamu itu, aku rasa tidak pantas bekerja sebagai office boy. Masak seorang divisi keuangan turun jabatan jadi office boy," tantangku dengan menarik tangannya menuju ke rumah sakit terdekat disini. Kebetulan ada kawanku yang berprofesi sebagai dokter dirumah sakit yang tidak jauh dari mall ini."Ayo, Risma. Aku juga mau pembuktian aku mandul atau enggak." Aku menggandeng wanita yang akan menjadi istriku itu."Udahlah Mas. Gak perlu Mas buktikan sama dia. Mas kan sudah pernah punya anak dan anak Mas meninggal kan waktu kecelakaan beserta istri Mas? Untuk apa lalhi Mas buktikan, sih?" tanya Risma dengan kesal. Aku mengangguk tanda merespon pertanyaan wanita dua puluh enam tahun itu."Udahlah. Gak udah dilayani dia itu sudah gak waras!" Risma menarik tanganku untuk menjauh dari pria m
Semua kesaksian yang diberikan Ratih kusimpan dan aku akan menyewa mata-mata untuk mengintai perbuatan yang dikerjakan Raka selama bekerja. Apa benar seperti yang dikatakan oleh Ratih."Ran, tolong cari tau kegiatan apa saja yang dikerjakan oleh Raka. Tolong berikan laporan untuk Saya sedetilnya." Aku meminta salah satu karyawan anak perusahaan untuk bekerja diperusahaan ini sampai terungkap semua perbiatan Raka."Baik, Pak." jawab Randu kemudian berlalu dari hadapanku. Aku harus ada alasan untuk memecat Raka. Aku tidak mau dianggap mentang-mentang aku sebagai CEO, bertindak semena-mena terhadap bawahan.Lima belas menit kemudian.Kring kring Dering telepon berbunyi, kurogoh ponsel yang berada dalam saku celanaku."Ada apa, Ran?" tanyaku tatkala mengangkat telpon dari karyawan keprrcayaanku itu."Pak, ada keributan dibawah. Nampaknya bu Rita sedang ribut dengan mas Raka dan selingkuhannya!" Baru semenit memberi tugas sudah ada aja laporan yang aku terima. Tidak menyangka saja bisa s
Sekarang, hari-hari kami disibukkan dengan persiapan pernikahan yang akan dilaksanakan tiga minggu lagi. Aku dan Risma bolak balik harus keluar rumah untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pesta pernikahan kami.Beruntungnya banyak sahabat aku dan Arkan yang bisa dimintai tolong. Salah satunya Dana selaku fotografer. Sementara pemilik wedding organizer juga merupakan sahabat Risma waktu masa sekolah dulu."Kasian ya, Kalila sering kita tinggal sendirian!" ujarku seraya wanita yang sedang duduk manis disebelahku saat ini. "Gak apa-apa, Mas. Kan ada bik Arum dan mbok Sri yang menjaga dia. Lagian mana mungkin kemana-mana membawa anak kecil!" jawab Risma malah membuat aku ingin menggodanya."Kenapa tidak mungkin kita kemana-mana bawa Kalila? Pasti kamu merasa terganggu kan?"Terganggu kenapa?""Takut kita gak bisa berduaan? ya kan? Hmmm!" jawabku menggodanya membuat wanita berhijab salem itu tersipu malu."Apa sih, Mas? Maksud Risma kan gak enak kita keluar masuk kantor ata
"Kamu haru cari kerja, Raka. Kita tidak mungkin begini terus, makan dari uang pesangon kamu itu. Lama-lama bisa habis!" Ibu sudah mulai marah-marah tatkala melihat aku tiduran saja dikamar. "Iya, Bu!" jawabku seraya memeluk bantal guling."Kamu kenapa jadi pemalas sekarang. Ada apa denganmu, Raka? Gak kasian lihat Ibu?" Dimata ibu aku ini sekarang menjadi pemalas. Padahal aku ini lagi frustasi karena sudah kemana-mana aku melamar pekerjaan ditolak semua. Ternyata hidup ini kejam dan tidak semudah di novel-novel online yang jika dipecat atasan langsung mendapat pekerjaan yang lebih bonafit."Bukan pemalas, Bu. Tapi untuk saat ini tidak ada lowongan pekerjaan, apalagi usia Raka sudah menginjak kepala tiga. Semakin sulit mencari pekerjaan. Kecuali buka usaha sendiri!"Aku beranjak dari tempat tidur dan duduk disebelah ibu yang sedang minum teh manis diruang tamu."Halah ... usaha apa sekarang dengan modal sepuluh juta?" sinis ibu. Beliau terlalu menyepelekan aku, karena dari tamat kulia
"Mas Raka?" Aku tersentak tatkala melihat mantam suamiku yang dulu selalu berpakaian rapi sekarang seperti seorang gembel. Baju dan celana yang dipakainya penuh dengan oli."Kenapa, Ris? Apa kamu masih ada hati terhadap Raka?" tanya pak Aslan dengan nada cemburu."Mas cemburu, ya? Kalau mau cemburu bukan sama mantan Saya, Mas!" tanya dan jawabku terkekeh.Mas Raka menjadi salah tingkah tatkala melihat kami turun dari mobil mewah."Mas, mobilnya kurang nyaman, tolong di cek salahnya dimana!" Pak Aslan memerintahkan mas Raka. Sepertinya pak Aslan sengaja padahal banyak karyawan lain yang bisa dimintai tolong."Baik, Pak." Mas Raka mengambil perkakas dari dalam toko dan mulai memperbaiki dimana yang kurang nyaman tersebut.Mas Raka nampak kepayahan mengerjakannya sehingga membuat pak Aslan kesal melihatnya. Dia takut juga mobilnya semakin rusak jadinya."Mas, kalau tidak bisa jangan dipaksa. Nanti rusak mobil Saya!" ucap pak Aslan penuh penekanan."Ada apa?" tanya kepala bengkel."Ini, D
"Apa maksud kamu bicara seperti itu? Kamu hendak merebut istri aku?" tanyaku kesal.Enak saja Andre memuji calon istri aku. Dia sedikitpun tidak menghargai aku sebagai calon suami Risma. Pria yang jelas paman baginya walaupun paman jauh."Bukan begitu, Pak. Tolong carikan Saya istri secantik istri Bapak. Buat apa Saya merebut istri orang? Aku bukan tipe pria seperti itu, Pak." Andre menjelaskan duduk persoalannya. Ternyata dia takut juga melihat aku marah-marah."Emang kamu mau menikah dengan janda? Calon istri saya ini janda loh?" ujarku. Bukan maksud menghina Risma sih sebenarnya. Tapi aku bangga karena biarpun sudah menjadi janda Risma masih juga menarik. Dimataku dia sangat cantik, kalah gadis perawan pokoknya."Janda?" tanya Andre dan aku menganggu sebagai tanda merespon."Walaupun janda tapi tidak nampak ya, Pak? Masih cantik juga. Seperti gadis belia." puji Andre. Bagiku semua itu bukan oujian sih. Tapi kenyataannya."Bapak ya. Tau aja janda cantik.""Ya taulah. Namanya juga a
"Kalau kita menikah karena digrebek, bukan kita saja yang malu, Mas. Anak-anak kita kelak juga akan menaggung malu!" jelasku sama pak Aslan. Aku tidak pernah menginginkan hal memalukan itu terjadi dalam kehidupan aku. Pak.Aslan tersentum tatkala aku jelaskan. Sepertinya dia sudah tahu tapi pura-pura saja biar diajari terus masalah agama sama calon istrinya."Habisnya menunggu tiga minggu itu sangat lama, Risma. Aku tidak sabar menanti hari itu tiba!" ujar pak Aslan dengan wajah penuh harap. Lucu sekali melihat pak Aslan, bagaikan anak kecil yang sedang meminta mainan sama mamanya."Gak lama tuh tiga minggu! Sebentar saja, Mas!" Aku memberi pengertian pada pria berhidung mancung itu. "Ya deh nyonya Aslan. Mas pamit pulang dulunya?" ujarnya seraya membuka pintu mobil."Tolong jaga asupan gizi buat anakku. Beri yang terbaik untuknya sebelum Mas yang ambil alih menjaga dan memenuhi kebutuhan permata hatiku itu!" Demi apapun aku sangat terharu mendengar perkataan yang keluar dari bibir p
"Mas, Kalila demam. Dari tadi malam dia rewel terus," "Kenapa Kalila bisa demam? Pasti kamu kasih makan sembarangan kan? Kamu jadi ibu enggak pernah becus mengurus anak! Kerjaan kamu apa saja di rumah, sih? Heran. Entah apa bisanya betina satu ini," cerocos mas Raka panjang lebar. Begitulah suamiku. Jika anak sakit selalu saja aku yang disalahkan. Ibu mana yang mau anaknya sakit? Jika bisa, aku ingin menggantikan posisinya. Biar saja aku yang sakit dan Kalila tetap sehat dan ceria. "Mana mungkin Adek kasih Kalila makanan sembarangan? Adek masih waras, Mas jangan asal nuduh!" Tidak tahan juga selalu disalahkan akhirnya aku ungkapkan semua rasa sakit hati ini. Istri mana yang tahan setiap hari selalu dibentak, dimaki. Kadang aku berfikir, ingin pergi saja dari rumah ini. "Apa yang gak mungkin bagi perempuan gak guna seperti kamu? Bisanya jadi beban aja!" Hanya istighfar dan tarikan nafas panjang yang bisa kuberikan. Apapun alasan yang aku katakan tidak ada gunanya di mata ma