"Rat, aku mau kerumah ibu sebentar. Boleh aku minta tolong antar aku kesana?" pintaku pada Ratih. Hari ini merupakan hari sabtu dan aku berencana akan menginap di rumah ibu nanti malam. Sekedar melepaskan rindu karena kami sudah lama tidak bertemu."Bisa lah. Apa yang gak bisa untuk sepupuku yang cantik ini." jawab Ratih sambil menepuk pelan pundak ini."Gak merepotkan kamu kan?" tanyaku memastikan. Aku takut Ratih ada acara yangbakan terganggu karena mengantar aku kerumah ibu."Tidak ada acara apa-apa. Paling nanti sore aku ada acara dengan pak Arkan membahas proyek," ucapnya dengan tatapan berbinar-binar."Proyek apa, Rat? Buat bayi?" candaku. Ratih jadi salah tingkah mendengar candaanku. Baru bercanda aja sudah kegeeran. Bagaimana kalau dia betulan menikah dengan pak Arkan ya? Bisa berputar bumi ini kurasa."Mau diantar gak? Tak tinggalin nanti!" ancam Rasti seraya tersenyum. Halah ... dicandain aja sudah bahagia setengah mati. Ratih ... Ratih."Aku siap-siap dulu ya?" pamitku sera
"Jadi pulang hari ini, Ris?" tanya Ratih saat sudah sampai ke rumahku. Saat ini ibu sedang pergi dengan Kalila kerumah sepupu ibu yang berada sekitar sepuluh kilometer dari rumah kami. "Jadi, Rat." jawabku. Saat ini, aku bukan tidak mau tinggal di rumah ibu, tapi mengingat jarak kantor tempatku bekerja dengan rumah ibu sangat jauh.Jadi terpaksa aku harus tinggal bersama bibik Arum. Beruntung aku memiliki saudara yang sangat baik hati itu. Coba kalau seandainya di kisah sinetron ikan terbang, tidak dapat aku bayangkan deh."Kalila mana?" tanya Ratih lagi. "Dibawa ibu jalan-jalan." jawabku."Hmmm ..." sepertinya Ratih ingin mengatakan sesuatu tetapi dia segan sama ibu atau ayahku."Ris, kamu tau gak!" Ratih mengedarkan pandangannya seluruh ruangan. Setelah dia lihat tidak ada satu orangpun, dia mendekatiku dan berbisik."Kayaknya Raka bakal dipecat sama pak Aslan!" Aku terkejut mendengarkan berita yang dibawa oleh Ratih."Tapi nampaknya Pak Aslan masih menelusuri kemana uang perusah
"Mas, singgah di toko perhiasan itu yuk? Katanya ada model terbaru dan dikota ini belum ada yang memilikinya. Adek mau!?" rayu wanita berpenampilan menor itu dengan tangan bergelayut manja dilengan lelaki yang masih berstatus suamiku itu.Ternyata kesini rupanya uang hasil korupsi mas Raka berlabuh! Hmmm ... wanita yang hebat? Baru saja berpacaran sudah minta perhiasan mewah, dan lebih hebat lagi pria itu mau saja menuruti kemauannya."Ris, kita masuk kesitu juga. Aku mau beli perhiasan!" Tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba saja Ratih mau membeli perhiasan. Padahal setahu aku, dia tidak suka memakai perhiasan terlalu wah seperti itu."Tumben!" Aku berbisik ditelinga wanita berkulit putih susu itu."Lihat saja apa yang aku lakukan!" ujar sepupuku emosi."Ayo!" Ratih menarik tanganku. Setelah sampai dia toko perhiasan, Ratih berdiri bersebelahan dengan wanita menor itu. Entah sengaja atau memang kebetulan saja.Saat Rita menatap Ratih dan hendak menegurnya, Ratih langsung mem
"Pak Aslan?" Aku kaget melihat lelaki berwajah tampan itu, tiba-tiba saja berada didepan mata. "Ngapain kalian disini? Makan enak gak ngajak-ngajak!" tanya lelaki bermata hazel itu. Dia menarik kursi bersebelahan denganku, membuat diri ini salah tingkah. Ternyata lelaki itu bisa juga bercanda. Dikantor nampak begitu pendiam dan juga berwibawa, berbeda dengan diluar. "Pak ... Pak. Makanan begini dibilang enak! Padahal Makanan yang Bapak makan lebih mewah dan lezat dibandingkan makanan kami!" seloroh Ratih. Dia tidak canggung sedikitpun berbicara dengan pak Aslan. Nampaknya mereka sudah sangat dekat. "Beda dong kalau makan ditemani dua wanita cantik seperti kalian, hmmm pasti makan Saya jadi makin bertambah berselera," ucap pak Aslan terkekeh. Ternyata pak Aslan bukan kaleng-kaleng dalam menggombali wanita. Kupikir cupu ternyata suhu. "Iyalah, Pak. Makan aja sepuasnya. Mau Bapak makan piring-piringnya juga, boleh! Gak ada yang larang!" seloroh Ratih disambut tawa renyah lelaki dua p
"Saya tidak segan-segan melaporkan Ibu ke kantor polisi atas pencemaran nama baik. Jangan main-main dengan saya!" ancam pak Aslan berang. "Loh kenyataannya kan?" Wanita bertubuh gempal itu tidak merasa bersalah dan dia tidak menyadari sedang berhadapan dengan siapa."Kenyataan apa yang ibu maksud? Jangan buat emosi saya makin menjadi. Pergi dari sini. Atau apa perlu saya seret?" pak Aslan mengusir ibu mertuaku dengan penuh emosi. Wajarlah beliau emosi. Ibu mertua menuduh dia melakukan zina sementara dia tidak melakukannya. Menuduh tanpa bukti, Itu fitnah namanya. "Anda melindungi seorang istri yang sudah durhaka sama suaminya? Lelaki macam Anda?" Aku sangat emosi mendengar ibu mertua yang menuduhku sebagai istri durhaka. Sementara dia tidak pernah menasehati anaknya yang tidak bertanggung jawab itu. Sibuk dengan wanita lain sementara anak dan istrinya ini tidak pernah dinafkahi.Apa salah jika aku mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan kami? Bukannya aku berbuat maksiat dilu
Baru saja hendak keluar dari mall tiba-tiba saja ponsel Ratih berdering. "Halo, iya Bu. Ya Allah ... Kok bisa? Ya ... ya. Kami segera pulang." Ratih menutup telpon dengan wajah pucat dan sangat ketakutan. Semoga saja tidak ada masalah yang mengkhawatirkan menimpa Ratih maupun ibunya."Gawat, Ris. Raka datang ke rumah dan dia ingin membawa Kalila!" adu Ratih setelah dia memasukkan ponselnya kedalam saku celananya."Apa? Ratih, jangan bercanda!" Teriak aku ketakutan. Hanya Kalila satu-satunya hartaku yang paling berharga di dunia ini mau direbut sama mas Raka. Pontang panting mencari makan untuk buah hatiku, enak saja dia tinggal mengambil. Selama ini mantan suamiku tidak pernah peduli dengan anaknya. Kenapa sekarang jadi terbalik? Menjadi ayah yang sok peduli? Atau dia sengaja memanfaatkan kelemahanku? Dia pikir jika berhasil mengambil Kalila dengan mudahnya dia bisa menyetir aku. Tidak kan semudah itu."Buat apa aku bercanda, Ris? Apa untungnya?" tanya Ratih. Kami berdua berlari kec
"Pak Aslan?" ucapku bersamaan dengan Ratih. "Bagaimana, apa anakmu sudah ketemu?" tanya pak Aslan seraya melangkahkan kaki mendekati kami dan mendudukkan diri dikursi bersebelahan denganku. Saat ini kami masih bertahan di teras rumah ibu mertuaku berharap mas Raka akan singgah disini dan membawa serta bayi empat bulan itu. Entah dari mana pak Aslan bisa mengetahui rumah orang tua dari mas Raka. Selama aku tinggal di rumah mas Raka belum pernah sekalipun aku melihat beliau datang ke rumah calon mantan suamiku itu. "Belum ketemu, Pak. Pria itu hilang entah kemana rimbanya! Rumahnya sudah sebulan yang lalu dijual!" jelas Ratih panjang lebar. "Tapi tadi ada ibu-ibu yang mengatakan rumah ini dibeli sama anak pak RT. Mungkin beliau tau dimana rumah mas Raka yang sekarang!" beberku. "Kenapa kalian masih disini? Kenapa gak ke rumah pak RT aja menanyakannya?" Lelaki itu langsung bangkit dari duduknya. "Bukan langsung bergerak. Udah tau orangnya gak ada, malah leha-leha disini." Pak Aslan
"Kamu jangan berbohong. Kamu akan saya pidanakan karena menyembunyikan pelaku kejahatan!" ancam pak Aslan. Lelaki berkaos hitam polos itu menerobos masuk ke kamar Rita tanpa minta persetujuan sama yang punya rumah terlebih dahulu. Rumah kos-kosan milik Rita ini berukuran sempit, hanya muat untuk dua orang saja. "Apa maksud Bapak? Siapa yang saya sembunyikan? Bapak jangan asal menuduh deh!" Rita menyusul pak Aslan kedalam rumah. Begitu juga aku dan Ratih. Dan betul seperti kata Rita, tidak ada satu orangpun dikamarnya. Berarti memang mas Raka tidak membawa Kalila kemari.Jadi kemana dia membawanya? "Kamu tau? Raka menculik anaknya! Bayi masih merah dari pagi belum menyusui. Ayah macam apa dia itu!" Rita spontan kaget mendengar oenuturan pak Aslan. Dan dia benar-benar tidak mengetahui keberadaan mas Raka."Sejahat-jahatnya saya, tapi saya tidak mau memisahkan anak dengan ibunya, Pak. Jadi kalau Bapak menuduh saya kerja sama dengan mas Raka, Bapak salah besar." Nampaknya Rita sangat ke