Laura mengerutkan kening dengan mata masih terpejam saat sinar matahari menerpa wajahnya."Good morning Laura." Terdengar suara Lucy yang membuat Laura membuka mata."Jam berapa sekarang ?" tanya Laura serak khas bangun tidur."Sekarang sudah jam delapan, nyonya," jawab Lucy sambil tersenyum."Ah... Kasur ini benar benar membuatku jadi seorang pemalas," kata Laura sambil duduk dan bersandar di kepala ranjang."Aku telah membawakanmu sarapan," kata Lucy yang meletakkan nampan di pangkuan Laura.Laura mulai meminum jus nya dan menikmati sarapannya."Tuan muda telah berangkat, dia bilang ada jadwal operasi pagi ini, dan dia bilang nanti ada dr. James yang akan memeriksamu," kata Lucy yang hanya di tanggapi dengan anggukan anggukan kecil oleh Laura.Laura telah menyelesaikan sarapan dan juga telah bersiap, sekarang dia menuju lantai bawah dengan Lucy yang mendorong kursi rodanya.Laura merasa dirinya bagai seorang putri kerajaan dengan pelayanan yang sempurna."Di mana George? Eh maksut k
Malam ini Laura meminta Christian untuk menemaninya tidur di kamarnya. Niatnya hanya sekedar tidur kalau kalian ingin tahu.Christian berharap waktu berjalan lambat, dia sangat menikmati sikap manja Laura malam ini karena sangat jarang wanita itu mau menunjukkan sisi manjanya yang seperti ini. Biasanya gengsilah yang mendominasi.Laura merebahkan kepalanya di dada Christian yang telanjang dan memainkan jari nya membentuk pola pola abstrak di sana.Christian hanya bisa menggeram rendah menahan gairahnya yang sudah ingin meledak. Demi Tuhan, bahkan kaki Laura masih belum sembuh total dan dia sudah ingin menerkam wanita itu saat ini juga."Kau kenapa Christ?" tanya Laura saat menyadari tubuh Christian mulai menegang."Hentikan jarimu itu sayang, atau aku akan memakanmu sekarang juga," kata Christian dengan gigi bergemerutuk.Laura hanya terkikik geli saat menyadari Christian sudah terangsanng hanya karna sentuhannya.Laura mulai menghentikan jarinya karna tidak ingin menyiksa lelaki itu.
"Good morning, wife," bisik Matheo di telinga Laura sambil memeluknya dari belakang.Laura berjingkat kaget, hampir saja menjatuhkan spatula yang dipegang. "Berhenti menggodaku Math atau masakan ini tidak akan selesai."Alih-alih menjauh matheo malah semakin mengeratkan pelukannya dan mulai menciumi leher istrinya. "Aku menginginkanmu sekarang Sayang, karena semalam aku sudah terlalu lelah " "Math, please... tidak sekarang, aku harus segera bersiap untuk pergi bekerja," ucap Laura sambil terus meronta dari dekapan pria itu. Tapi sepertinya Matheo tak peduli, pria itu langsung membalik tubuhnya kasar, melumat bibirnya tanpa kelembutan sama sekali. Laura ingin membalas gerakan bibir Matheo tapi entah kenapa ciuman mereka tak pernah seirama. Kini tangan Matheo mulai menyingkap gaun satin tipis yang digunakan, dan tidak menemukan penghalang lagi di baliknya. Entah sejak kapan pria itu telah meloloskan celananya sendiri. Laura merasa semakin terhimpit ke meja dapur, membuatnya tak bisa
Tok.. Tok... Tok... Terdengar suara ketukan di pintu ruang praktek Laura, dan seketika muncul lah kepala Mellisa di sana."Laura, have you finished?" tanya Mellisa sambil berjalan menghampiri Laura yang sedang memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya."Hem... tidak kah kau lihat kalau aku sudah bersiap untuk pulang.""Oke, aku melihatnya... by the way, maukah kau menemaniku Laura?" Mellisa duduk di depan meja Laura sambil bertopang dagu, mengamati gerak gerik sahabatnya itu yang sama sekali tak menatapnya."Ke mana?" tanya Laura tanpa menghentikan aktifitasnya."Ke neraka" jawab Mellisa kesal.Laura mulai menghentikan gerakan tangannya, terkikik geli saat menatap wajah Mellisa yang terlihat cemberut karna merasa diabaikan. "Kau akan mengajakku ke mana, Mel?""Ke sebuah pesta yang diadakan teman kuliahku, dan kau wajib menemaniku."Kalimat Mellisa membuatnya mengerutkan kening dengan ekspresi seakan mengatakan 'are you kidding me?' Dan disitulah Mellisa menampilkan wajah memohon a
"Berhentilah terus-terusan memandangi ponselmu itu," kata Mellisa sambil membersihkan sisa-sisa make up-nya di depan meja rias, sesekali matanya melirik Laura yang masih di atas ranjang.Laura bergeming tanpa menanggapi.Mellisa tampak menghela nafas, berjalan menghampiri Laura yang entah telah berapa lama hanya bergelung di kasur. Wanita itu terus saja memandangi ponselnya yang bahkan tidak pernah berdering."Kenapa tadi kau terlihat panik dan langsung mengajakku pulang?" tanya Mellisa sambil berbaring di sebelah Laura. Pertanyaan Mellisa sontak membuat Laura menoleh, dan kejadian beberapa waktu yang lalu kembali memenuhi otaknya.Flashback on"No, because I'm a wife."Laki-laki bermata biru itu memiringkan wajahnya semakin mendekat, sontak membuat Laura menutup mata. Jantung Laura berdetak sangat kencang dan dia takut kalau laki-laki itu sampai bisa mendengar detak jantungnya. Laura bisa merasakan nafas hangat yang menyapu wajahnya, membuat tubuhnya meremang. "Seorang istri tidak
Laura kembali ke kamar Mellisa setelah tadi Christian pamit untuk kembali ke apartemennya. Laura bergegas melihat ponselnya yang terus berdering, nama Matheo terpampang di sana."Kau di mana Laura? Aku sudah pulang daritadi dan kau tidak ada, apa kau tidak membawa ponselmu?puluhan kali aku menelpon tapi kau baru mengangkatnya," cerocos Matheo di sebrang sana. 'Apa apaan ini, harusnya aku yang marah, kenapa sekarang jadi dia yang marah' batin Laura kesal."Aku menginap di apartement Mellisa," jawab Laura sambil berjalan menuju balkon, menikmati angin musim semi sangat segar menerpa wajahnya."Pulanglah, aku menunggumu," kata Matheo tanpa basa basi dan langsung mematikan telephonenya.Laura menatap layar ponselnya jengah, tapi bagaimana pun juga dia hanyalah seorang istri yang memang seharusnya ad di rumah saat suaminya pulang. Dia kembali masuk ke dalam kamar untuk mengemasi barangnya.Laura tengah memasukka baju kotor kedalam tas, bersaan dengan itu, kamar terbuka. Terlihat Mellisa y
Laura mematut dirinya di depan cermin. Dia terlihat mengenakan atasan berbahan chiffon warna putih, dipadukan dengan skiny skirt selutut warna cream, dan coat oversize warna senada. Perpaduan tersebut telah menyempurnakan penampilannya pagi ini. Laura memang bukan tipe wanita yang terlalu mementingkan penampilan, karena hanya dengan make up tipis dan rambut panjangnya yang di ikat kebelakang dirasa sudah cukup baginya. Satu keyakinan yang selalu dia pegang 'Cantik itu tidak harus berlebihan'.Mungkin bagi orang lain penampilannya terlihat membosankan, tapi selama Matheo tidak pernah komplen, itu tidak akan menjadi masalah buatnya. Setelah dirasa cukup, dia turun ke bawah untuk menuju ke ruang makan, melakukan rutinitas sarapan bersama dengan suaminya. Dia duduk di hadapan Matheo, menatap kebiasaan suaminya itu dengan pandangan kesal. Terlihat Matheo sedang menyesap kopinya dengan pandangan tak lepas dari posel. "Dari mana kau mengenal laki-laki kemarin itu?" tanya Matheo setelah me
Sudah tiga puluh menit Laura menunggu di depan bioskop, tapi masih tidak ada tanda tanda akan kehadiran Matheo. Laura mendesah frustasi sambil merogoh ponselnya di dalam tas berniat untuk menghubungi Matheo, tapi ternyata telah ada pesan masuk dari Matheo.From : MatheoSayang maafkan aku, hari ini aku tidak bisa menemanimu nonton. Karena ada klien yang ingin bertemu saat ini juga. Aku janji besok kita akan makan malam di luar.'shit...' umpat Laura kesal. Jari-jarinya mulai bergerak lincah menekan tanda telepon di pojok atas layar poselnya, berusaha menghubungi Matheo. Sayangnya tidak ada jawaban dari pria itu.Laura berjalan dengan kepala tertunduk lesu. Tidak mungkin sekarang dirinya menghubungi Mellisa untuk memintanya datang, karena wanita itu pasti akan marah besar terhadap Matheo dan Laura tidak ingin Matheo disalahkan. Dirinya terlalu percaya bahwa Matheo benar benar bekerja untuk masa depan mereka.Alih alih pulang kerumah, Laura malah membelokkan langkahnya ke sebuah caffe