Bima memasuki kamar Rheyner setelah mengetuk sekali. Bima dapat melihat Rheyner sedang duduk di meja belajar. Bukunya terlihat berantakan.
“Nih, disuruh minum susu sama Mama.” Bima meletakkan segelas susu di atas meja yang terlihat lowong. Rheyner hanya melirik sekilas.
Bima mundur dan merebahkan tubuh di ranjang. “Mas, ‘kan udah habis ujian semester kok masih belajar.”
“Ya biar pintar, lah. Pakai nanya lagi.” Rheyner menjawab tak acuh. Rheyner bahkan tidak benar-benar menghiraukan keberadaan Bima.
“Mas, Mbak Dira kok jarang ke sini ya?”
“Hm.”
“Udah jarang main b
Bentar lagi tamat. Enggak panjang-panjang, kok.
Rheyner berjalan memasuki kantin. Teman-temannya mengabari bahwa mereka berada di kantin. Beginilah suasana class meeting. Kantin akan menjadi tempat paling ramai dan kelas akan menjadi ruang yang sepi tanpa penghuni. Panji melambaikan tangan ketika melihat Rheyner mencari keberadaannya. Rheyner langsung menghampiri saat melihat Panji. Di meja itu ternyata ada Sherin dan Ina. “Lo pada berangkat jam berapa?” tanya Rheyner yang heran melihat teman-temannya sudah di sekolah. “Kayak jam masuk sekolah dong,” jawab Arfa. “Gayaan banget, sih. Biasanya kalau class meeting juga milih tidur di rumah,” cibi
Rheyner masih bergelung nyaman di balik selimut. Jam digital di nakas padahal sudah menunjukkan pukul 07.30. Selepas salat Subuh di masjid ia kembali terlelap hingga kini. Gedoran pintu tak membuat Rheyner merasa terganggu. Pintu kamar akhirnya dibuka dengan kasar. “Mas, mbok bangun. Itu adik-adikmu udah berangkat sekolah dari tadi, lho. Kamu nggak berangkat juga?” Shinta berkacak pinggang di samping ranjang Rheyner. “Mas!” Rheyner masih belum menyahut. “RHEYNER ADITYA!” Shinta berteriak dibarengi dengan tangannya yang menabok lengan Rheyner. “Rheyner nggak sekolah, Ma,” gumam Rheyner masih dengan mata terpejam.
Rheyner menghentikan motornya di sebuah mal yang mereka lewati sebelum sampai di rumah. Rheyner dan Nadira berniat untuk makan malam. Jam makan malam di rumah sudah lewat sehingga mereka memutuskan untuk makan di luar saja setelah memberi kabar orang rumah.Nadira mengalungkan lengannya pada lengan Rheyner ketika mereka berjalan menuju tempat makan yang berada di lantai tiga. Sesekali Nadira tertawa geli dengan ucapan yang Rheyner bisikkan. Rheyner mengomentari setiap orang yang mereka lewati. Nadira mencubit lengan Rheyner jika pemuda itu sudah mulai keterlaluan.Rheyner dan Nadira masuk ke restoran Jepang yang ada di mal itu. Duduk berhadapan dan sibuk memilih menu. Setelah pelayan pergi, Rheyner membuka obrolan.“Nad, gue sama anak-anak Valensi mau bisnis kecil-kecilan. Menurut lo gimana?” Valensi ada
Rheyner mencari Nadira dengan gusar. Perasaannya tidak enak. Rasanya seluruh mal ini sudah ia kelilingi, tetapi Nadira tidak ketemu juga. Nadira hanya pamit ingin ke toilet tadi. Sudah setengah jam dan gadis itu tidak kembali. Kemudian 10 menit lalu Nadira mengirim pesan minta dijemput. Nadira hanya bilang dia duduk di kursi umum di depan outlet pakaian. Namun, outlet pakaian di dalam mal ini ada banyak sekali. Menyebalkannya, Nadira tidak mau mengangkat panggilan dari Rheyner. Tangan kanan Rheyner merogoh ponsel di kantung celana. Satu pesan Nadira kembali masuk. Nadira mengatakan sudah menunggu di basement alias di tempat parkir. Rheyner yakin ada sesuatu yang terjadi pada Nadira. Tidak mungkin Nadira jadi seaneh ini. Tanpa menunggu lama Rheyner segera turun ke basement
Pagi ini SMA Bakti Bangsa terlihat ramai dengan kehadiran orang tua murid. Hari yang ditunggu oleh seluruh murid. Bukan karena mereka akan menerima hasil belajar selama satu semester, tetapi karena mereka akan libur panjang. Rheyner sudah duduk di salah satu bangku kantin. Ia duduk sendiri di bangku panjang menunggu Panji. Kantin lumayan sepi karena hampir semua pedagang sudah libur. Hanya ada satu konter yang buka, itu pun karena penjualnya adalah istri dari penjaga sekolah. Memang biasanya kalau hari-hari terakhir sebelum libur panjang sekolah sudah sepi. Jadi, tidak banyak pedagang kantin yang buka. Bahu Rheyner terasa ditepuk. Orang yang ditunggu sudah datang. Panji duduk di depannya. Sebuah kantung berlogo mini market ternama dia taruh di tengah meja. Tangannya mengambil dua kaleng kopi susu dan sebungkus besar keripik singkong. Rheyner hanya meman
Malam ini kebetulan band Josaphat akan manggung di salah satu cafe bar. Itu informasi yang Damar sampaikan. Maka setelah berkumpul di basecamp Valensi, Rheyner dan kawan-kawannya menuju cafe bar tersebut. Mereka rencananya akan melihat penampilan band Josapahat, lalu Rheyner akan menemui Josaphat setelah penampilannya berakhir.Rheyner bukan akan mengeroyok Josaphat. Karena jelas itu bukan tindakan gentleman. Rheyner juga bukan seorang pengecut seperti itu. Apa bedanya dia dengan orang-orang yang menyekap Nadira kalau Rheyner melakukan hal serupa? Rheyner hanya aka
Rheyner dan Panji mengikuti langkah Josaphat yang memasuki lift. Saat ini mereka berada di sebuah gedung apartemen. Rheyner dan Panji dibuat heran. Awalnya mereka pikir Josaphat akan membawa ke sebuah tempat terbuka atau apa pun itu yang jelas bukan suatu hunian. Lift berhenti di lantai 12.Josaphat belum mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan ketika dia membawa Rheyner dan Panji berhenti di depan unit nomor 1210. Josaphat memasukkan kode pintu dan menyuruh Rheyner serta Panji untuk masuk. Baik Rheyner maupun Panji tidak ingin repot-repot bertanya meski sebenarnya penasaran.Rheyner terpaku melihat siapa yang duduk di depan televisi. Begitu pula dengan Panji. Sementara Josaphat bertepu
Libur semester sudah berjalan dua hari. Akan tetapi, yang dilakukan oleh Rheyner hanya tidur, tidur, dan tidur. Itu pun tidak dilakukan di rumahnya. Sejak kejadian di apartemen Josaphat, Rheyner belum pulang ke rumah. Alasan yang ia buat adalah ia ada project bersama Valensi. Orang tuanya tidak curiga meski Rheyner tidak pulang mengambil perlengkapan. Pasalnya hal tersebut sudah biasa terjadi. Apalagi sekarang libur sekolah. Padahal kalau saja mereka tahu, ketidakpulangan Rheyner adalah cara menyembunyikan wajah “hancur”-nya. Tidak lama setelah Josaphat memuntahkan segala hal tentang dendam dan perasaannya, Rama datang bersama Damar. Panji memang sempat mengirimkan lokasinya pada Rama. Rama dan Damar dibuat terkejut dengan keadaan Rheyner serta Josaphat. Wajah keduanya sama-sama babak belur. Tangan mereka sama-sama mema