PYARR! Suara vas bunga pecah di dekat orang yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Kamu jangan keterlaluan, apa seperti ini cara kamu menyambut kedatangan Kakakmu?" tanya Tuan Bastomi dengan tatapan tajam mengarah pada Nyonya Tiara.
"Jangan pura-pura Kak, siapa yang mau kamu bodohi di sini, semua orang juga tahu kalau ini semua adalah perbuatan kamu!" teriak Nyonya Tiara sambil menunjuk-nunjuk ke arah Tuan Bastomi.
Tuan Bastomi pun terdiam sesaat. "Aku tidak ingin menyangkal apa pun, tapi ini merupakan peringatan juga untuk kamu," ujarnya dengan ringan sambil menatap ke arah Keen.
Keen yang mendengar kalimat itu hanya diam dan tak menyahut sedikit pun.
"Diam kamu! Dasar orang yang tidak berperasaan, bisa-bisanya kamu melakukan hal seperti itu pada kep
"Maaf Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita tersebut dengan tatapan tenang mengarah pada Tristan."Apa Anda tidak mengenal saya, Nyonya?" tanya Tristan dengan rasa penasaran yang tak terbendung.Wanita itu pun tersenyum hangat. "Tentu saja saya tidak akan melupakan Anda, Tuan Tristan," sahut wanita itu dengan santai."Kalau begitu Anda benar-benar Nyonya Shassy kan?" tanya Tristan lagi dengan penuh harap jika apa yang dipikirkannya benar.Wanita itu pun tersenyum lalu menggeleng perlahan. "Bukan, nama saya Ana.""Tidak, saya yakin Anda adalah Nyonya Shassy," kekeh Tristan sambil terus menatap wanita yang kini berjalan mendekati dirinya."Sekarang nama saya Ana," ujar wanita itu sambil duduk di dekat T
"A-aku, aku tidak takut apa pun," sahut Shassy dengan tegang."Bagus kalau begitu," sahut Keen dengan santai sambil menatap ke arah pelayan yang sedang berdiri di dekat mereka—memberi tanda."Iya Tuan," sahut pelayan itu segera mendekat."Siapkan kamar lama untuk Nyonya," ujar Keen dengan tenang."Tunggu," sahut Shassy dengan cepat.Keen dan pelayan itu pun langsung menatap ke arah Shassy."Aku tidak akan lama di sini, aku harus segera pulang," imbuh Shassy.Mendengar kalimat Shassy, lalu Keen pun memberi tanda pada pelayan agar pergi.'Aneh sekali apa dia sudah berubah, atau jangan-jangan dia punya rencana lain,' batin Shassy s
Sementara itu di rumah Shassy."Dia sangat menjengkelkan," gumam Shassy sambil bangkit dari sofa ruang tamu.Kemudian Shassy pun bergegas ke kamarnya dan mengganti pakaiannya, setelah itu ia pun kembali meninggalkan rumah tersebut."Terserahlah apa yang terjadi selanjutnya, yang penting aku harus memastikan keberadaan mereka dulu," gumam Shassy yang terus berpikir keras sambil mengendarai motor maticnya. Setelah mengendarai motor selama setengah jam, akhirnya Shassy sampai di halaman kediaman Keen lagi. Ia pun dengan cepat memarkirkan motornya dan bergegas masuk ke dalam rumah besar tersebut.Beberapa pelayan pun menyapanya dengan ramah begitu pun Shassy yang membalas sapaan itu tak kalah ramah, walaupun terlihat jelas ada rasa
"Jangan berpikir melepasnya kalau tidak, jangan pernah berpikir menemui anak itu," Suara dari dalam alat yang terpasang di telinga Shassy.'Mas Keen benar-benar keterlaluan,' batin Shassy sambil mengepalkan tangannya."Kenapa, apa kamu tidak terima?" tanya Keen—orang yang ada di balik suara di dalam alat tersebut.Shassy akhirnya menghela napas dalam lalu menjawab, "Terima, ya aku terima.""Bagus kalau kamu tidak marah," sahut Keen terdengar santai."Ya … kenapa aku marah, memang aku punya alasan untuk marah pada kamu," balas Shassy sambil menatap sekitar. 'Ini benar-benar laut,' batin Shassy lalu berjalan menjauh dari tempatnya saat ini. Shassy pun terus melangkah sambil mengobrol den
"Amit-amit Mbah, aku cucumu mau lewat," ucap Shassy sambil berjalan menunduk-nunduk melewati area pemakaman yanga ada di depannya dengan hati-hati.Tiba-tiba …Brughh! Terdengar suara benda jatuh dari belakang Shassy."Jangan menoleh Shass, jangan menoleh," gumam Shassy sambil terus berjalan dengan gemetaran melewati area makam tersebut.Lalu terdengar sayup-sayup suara lagu klasik yang mengalun pelan masuk ke telinga Shassy."Nggak denger kamu Shass, kamu nggak denger apa pun," ucap Shassy mengepalkan tangannya erat sambil terus berjalan dengan kakinya yang gemetar hampir lemas karena ketakutan.'Sekarang aku makin yakin ini bukan pantai seperti biasanya, tapi ini di mana? Atau jangan-jangan ini kaya pulau-pula
Keen pun dengan cepat menggunakan alat komunikasi yang ia gunakan untuk bicara dengan Shassy sebelumnya."Shass kalau kamu tidak bangun, aku akan membuang semua makanan di depan," ancam Keen."Astaga Mas, aku mau istirahat dulu. Aku capek dan baru saja makan," sahut Shassy dengan santai.Keen pun menghela napas lega saat Shassy menyahuti perkataannya. "Lalu kenapa kamu berbaring seperti itu?" tanyanya sambil menatap ke arah layar yang menunjukkan Shassy yang kini tengah terlentang dengan santai beralaskan tikar di lantai bambu sebuah pondok kecil yang memang ia siapkan untuk Shassy.Terlihat Shassy menatap sekitar."Kamu tidak akan menemukan CCTV-ku, jadi tak perlu membuang waktu mencarinya," ujar Keen dengan santai.
"Dia baik," sahut Keen. "Tapi aku sempat melihat ada luka di tubuhnya, apa kamu mengetahui sesuatu?" tanyanya dengan penasaran."Syukurlah," ucap Mbok Mirah lalu mengelus dadanya."Apa kamu tahu tentang luka itu?""Luka yang ada di mana Pak?" tanya Mbok Mirah mencoba mencari kejelasan pertanyaan Keen tersebut. "Soalnya Ibu kan tukang masak jadi mungkin ada luka di tangannya. Dan juga Ibu pernah berkelahi dengan orang, tapi—""Dia berkelahi?" sela Keen."Ia Pak, tapi memangnya luka bu Ana … Eh maksud saya bu Shassy ada di bagian mananya?" tanya Mbok Mirah yang penasaran."Itu …" Keen ragu saat akan meneruskan kalimatnya. 'Apa aku harus mengatakan kalau ada di punggungnya, bukankah itu sam
"Kami menghawatirkan Anda Tuan," sahut orang itu dengan cepat.Keen pun memijat-mijat keningnya. "Lalu kenapa kalian tidak membangunkanku?" tanyanya.Anak buah Keen tersebut menoleh pada temannya, ia bingung harus menjawab apa karena pada kenyataannya mereka sudah beberapa kali membangunkan Keen. Bahkan ada satu saat ketika mereka membangunkan Keen, Keen pun langsung berdiri dan memerintahkan beberapa hal pada mereka tapi kemudian ia tidur kembali seperti sedang mengigau.'Apa aku harus jujur?' batin anak buah Keen itu dengan keringat yang mulai menetes di keningnya.Tapi beberapa saat kemudian."Kenapa kamu diam saja?" tanya Keen sambil mengernyitkan dahinya menatap salah satu anak buahnya itu."I-itu Tuan, kami—"