Valentino untuk pertama kalinya masuk ke dalam sebuah Kasino. Seharusnya dia tidak perlu melakukan hal ini, tapi dia pun perlu untuk tahu jenis bisnis apa yang berada di sekitar David agar suatu saat jika dia membutuhkan keterangan ini, setidaknya ini akan membantunya.
"Mau main?" tanya Stefan.
"Tidak. Saya cukup jadi penonton saja," jawab Valentino.
Stefan tak merespon ucapan Valentino dan dia malah langsung ikut dalam permainan itu.
Di meja itu sudah terdapat beberapa orang yang tampak bersiap untuk ikut dalam judi itu. Stefan sedang membutuhkan suatu pelampiasan agar kemarahannya bisa mereda akibat wanita yang menjadi simpanannya itu hampir saja kabur dari cengkramannya.
Valentino sendiri malah sedang mengamati ruangan itu yang benar-benar sangat ramai.
"Sendiri saja?" tanya seorang wanita yang tampak berpakaian menggoda.
Salah satu Lady Escort terbaik di kasino itu sedang menyapa Valentino.
"Kalau sendiri, boleh say
"Apa!?" teriak Valentino dan Agusta secara kompak. David hampir saja terlonjak dari tempatnya karena kaget. "Bapak dari mana bisa memiliki pemikiran seperti itu?" tanya Valentino dengan rasa heran yang cukup tinggi. David malas sekali menanggapi karyawannya yang tidak penting itu. "Kalau bukan pacaran apa namanya? Kalian sering menghabiskan waktu berdua. Dan aku juga baru menyadari hal itu. Kalau bukan pacaran sekarang apa namanya? Teman? Tidak mungkin rasanya Agusta mau berteman dengan karyawan rendahan seperti kamu," ucap David. Valentino menahan dirinya agar tidak berbuat kasar. "Tapi kami itu..." "Iya, Pak. Kami memang berpacaran," jawab Agusta yang membuat Valentino melotot ke arahnya. "Dan saat ini kami mau berkencan jadi bolehkah kami pergi sekarang?" tanya Agusta. David kini merasa terkejut karena pengakuan yang dia dengar langsung dari Agusta. "Permisi, Pak." Agusta lalu menggandeng Vale
Detektif Ferisha bangkit dari tempat duduknya dan kemudian mengulurkan tangannya. "Selamat sore, Pak Agusta," balas Ferisha. Agusta dan Ferisha saling berjabat tangan. "Ah iya, ini Valentino Araya, sahabat saya yang ingin meminta bantuan kepada Anda," ucap Agusta. "Ferisha," ucap Detektif wanita itu tegas. Valentino mengulurkan tangannya pada Ferisha dan dijabatnya tangan itu. "Valentino," balas Valentino. "Silahkan duduk!" ucap Ferisha. Mereka pun duduk berhadapan sekarang. Valentino masih tidak habis pikir karena ternyata detektif yang disewa oleh Agusta itu adalah Detektif wanita. Dan sampai beberapa detik dia sudah duduk di depan wanita cantik itu, dia masih belum bisa mengutarakan apa yang ada di kepalanya. Dia masih sangat heran karena ternyata di Indonesia ada detektif wanita yang juga sepertinya cukup hebat. "Jadi apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?" tanya Ferisha sopan pada Valentino.
"Maksud Anda?" tanya Valentino tak percaya. "Anda tidak bisa menggunakan identitas palsu terus-menerus karena itu sangat bertentangan dengan hukum di Indonesia," ucap Ferisha sambil mencoretkan sesuatu di sebuah kertas. "Tapi bukankah saya sudah memberitahu Anda jika saya melakukan ini itu karena ini salah satu cara bagi saya untuk bisa masuk ke dalam keluarga Araya?" sergah Valentino. Ferisha menoleh langsung ke arah Valentino. "Tujuan Anda tidak bisa dibenarkan. Walaupun Anda memang tidak terbukti memiliki niat yang buruk dengan menggunakan tiga identitas sekaligus, tetap saja ini sangat menyalahi aturan. Jadi saya sarankan Anda tidak lagi menggunakan identitas palsu untuk melancarkan tujuan Anda," ucap Ferisha. Ferisha langsung bangkit sedangkan Valentino sekarang hanya terdiam membeku. "Saya langsung permisi dulu. Saya ada pertemuan dengan klien yang lain. Sampai ketemu nanti di agenda berikutnya," ucap Ferisha tenang dan dia pun m
Alfredo terkejut dengan perubahan sikap Valentino. Sebelumnya pria yang dikenalnya sebagai Aditya Putra itu dikenal dengan pria culun yang lemah dan juga tak bisa berbuat apa-apa. Namun hari ini dia terperangah saat pria culun itu menarik keras salah satu karyawan lain yang yang berkomentar tentang hubungan sesama jenisnya dengan Agusta. Alfredo bahkan bisa melihat kilat marah yang terlihat jelas di mata coklat tua milik Valentino. Ini pertama kalinya dia melihat karyawan yang tidak disukainya itu menyorot tajam ke arah semua orang yang telah menghinanya dengan kejam. Dia bahkan menantang semua karyawan yang berani menghina dirinya. Semua karyawan yang telah berkali-kali menghinanya pun hanya bisa terdiam karena terlalu terkejut dan syok atas apa yang baru saja terjadi di depan mereka. Seorang pria culun yang selalu dihina oleh mereka kini telah berubah menjadi sosok pria dingin yang begitu siap untuk menerkam siapa saja yang telah men
"Kenapa bisa begitu?" tanya Valentino yang kini sudah berdiri dengan gusar. "Aku tidak tahu. Mereka tiba-tiba saja tidak masuk ke kantor dan tak ada yang mengetahui mereka ada di mana sekarang," jawab Agusta. Valentino mengusap rambutnya karena mulai bingung. "Mereka tidak mungkin pergi begitu aja. Pasti ada sesuatu atau seseorang yang membuat mereka pergi. Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan David?" tanya Valentino. Agusta tampak menoleh ke arah sahabatnya itu. "Bisa jadi," ujar Agusta. "Karena ini terlalu aneh. Mereka hilang secara bersamaan. Dan sama-sama tak ada yang mengetahui jejak mereka. Aku pikir mereka pasti disuruh untuk bersembunyi oleh David tau Rosa," tebak Valentino. "Kau benar, Valen. Tidak ada yang berurusan dengan mereka berdua secara bersamaan kecuali Rosa ataupun David. Tapi yang jadi pertanyaan adalah alasannya apa mereka bersembunyi?" ucap Agusta bingung. Valentino mengambil sebuah air mineral
"Kenapa kau bisa keluar dari kamar ibuku?" tanya David yang baru saja tiba di rumah. "Tadi saya membantu Nyonya ke kamarnya karena beliau merasa sedikit pusing," jawab Misky. David agak terkejut, pasalnya saat tadi pagi sebelum dia berangkat ke kantor, ibunya baik-baik saja. "Ibuku sakit? Apa kau sudah menelepon dokter?" tanya David. "Ibu Anda hanya merasa tidak enak badan sedikit, Tuan Muda," jawab Misky. "Oh, begitu. Apa dia sekarang sudah tidur?" tanya David. "Belum, Tuan Muda. Nyonya baru saja selesai memakan makan malamnya di dalam kamar," ucap Misky. David mengangguk. "Baiklah kalau begitu, aku masuk dulu," kata David. "Baik, Tuan Muda. Saya permisi ke bawah," ujar Misky. David tak menjawab danlangsung saja masuk ke kamar ibunya tanpa mengetuk pintu. "Ibu baik-baik saja?" tanya David yang kini sudah masuk dan sedang berjalan ke arah panjang ibunya yang terlihat sedang duduk sambil meminum a
Almyra sekarang membawa kue lagi yang ingin dia berikan untuk Calvin Miller. Dia menunggu sudah hampir 30 menit di depan apartemen milik Calvin, namun pria itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Dia mulai lelah menunggu hingga akhirnya dihampiri oleh salah satu penjaga yang menjaga di depan pintu apartemen itu. "Apakah Nona tidak ingin menunggu di dalam saja?" tanya Fein, salah satu bodyguard yang menjaga di depan pintu. "Tidak, terima kasih. Saya ingin menunggunya di sini sebentar lagi," jawab Almyra. "Tapi kemungkinan besar tuan Va- maksud saya Tuan Calvin Miller belum tentu akan pulang dengan cepat," ucap Fein yang membuat Almyra curiga. Almyra yakin jika penjaga itu akan mengucapkan nama lain selain Calvin. Entah kenapa perasaan gadis itu mulai tidak enak. Va? Siapa Va? batin Almyra. "Tidak apa-apa, saya akan menunggunya sebentar lagi. Jika dia tidak datang dalam waktu lima menit, saya akan pulang dulu," ucap Almyra.
Valentino merebahkan dirinya ke atas tempat tidurnya yang dilapisi sprei putih. Pria itu lupa melepaskan jasnya. Namun dia tak peduli, rasa lelah sudah menguasai dirinya. Yang dia butuhkan sekarang adalah memejamkan matanya namun baru sesaat dia memejamkan matanya, pasalnya tiba-tiba saja bergetar. "Damn it!" umpat Valentino malas. Meskipun tidak ingin mengangkat nya namun dirinya juga ponsel itu. Thomas Miller is calling... Matanya langsung terbuka lebar begitu mengetahui jika ternyata Ayah tirinya yang sedang menelepon dirinya. "Halo, Dad. How are you?" tanya Valentino. "Dad is good. How about you, Son? Since you've been in Indonesia, you rare contact me. Do you forget your father, huh?" tanya Thomas pura-pura kesal padahal dia sangat merindukan Putra tirinya itu. Valentino tersenyum mendengar omelan Ayah tirinya tersebut. "I'm also good. I won't ever forget you, Dad. You're the best father in the world, so it