Wanita dengan penampilan sensual tersebut, Bella, duduk dengan wajah cemberut di sebelah Indira. Keduanya masih menunggu keputusan dokter tentang kondisi Loka. Metro mondar mandir dengan wajah cemas. Ayah mereka hanya duduk di ujung ruang tunggu dengan ekspresi pasrah.
“Jika ini semua sudah selesai, aku harap kau tidak akan pernah muncul lagi di kehidupan kami!” cetus Metro pada Bella dengan ketus.
“Jangan menyalahkan aku, Metro! Dalam kejadian itu kau juga turut andil!” bantah Bella dengan sinis.
Indira telah mendengar semua cerita dari ayah mereka. Sebuah kesalahan yang sangat memalukan terjadi dalam keluarga mereka.
Sejak ibu dari Metro dan Loka meninggal, Derek, ayah mereka jarang sekali berada di rumah. Kedua putra mereka terlibat dalam pergaulan bebas dan menjadi lepas kendali.
Hingga suatu malam, saat pesta ulang tahun Loka mereka dalam kondisi mabuk. Kekasih Loka, Bella, dalam kondisi tidak sadar bercinta dengan Metr
Sudah seminggu ini, Indira berusaha mengatur waktu antara pekerjaan dan juga menjenguk Loka. Tidak lagi ada pikiran untuk mencari kabar tentang Alden. Semua rasa penasarannya lenyap. Memang terkadang ada rasa bersalah karena tidak kembali menghubungi Alden, tapi ia sedang belajar memilih prioritas dalam hidupnya.Alasan utama bagi Indira menetapkan hati adalah karena ia ingin bahagia dengan pilihan yang sesuai dengan kondisi dan alur hidupnya.“Kamu yakin? Tidak ada lagi Alden dalam hidupmu? Bagaimana dengan Keenan? Aku dengar dia juga datang dan mengiyakan undangan temanku untuk pesta akhir minggu ini!” seru Lila sambil menyeruput kopinya.Dayu melirik ke arah Indira yang sibuk menatap laptop dan mengirim email pada penjahit utamanya.“Dua cowok itu bakalan nongol terus dalam hidupku, Mbak. Tapi sekarang aku punya janji dengan Loka yang jauh membutuhkan dukungan dan motivasiku,” sahut Indira.“Menurutmu, kenapa mereka
Perjodohan yang tanpa sengaja muncul dalam kepala Indira ternyata berbuah baik. Dayu sangat cocok dengan Metro yang ternyata manusia yang sangat serius. Keduanya sama-sama memiliki hobi dalam bidang bisnis dan akuntan.“Dua manusia kalkulator siap berkolaborasi!” ledek Loka tentang kedua pasangan tersebut. Indira terbahak dengan sebutan tersebut.Metro dan Dayu saling melempar senyum dengan bangga. Tidak terasa sejak operasi pengangkatan tumor otak Loka dua bulan lalu, kondisi Loka makin membaik dan Indira bersyukur karena tidak lagi harus mengunjungi Loka di rumah sakit.“Aku sangat benci bau steril rumah sakit,” protes Indira kemudian mengakui tentang kejengkelannya setiap mengunjungi Loka.“Semoga masa itu sudah berakhir,” harap Metro dengan gelisah.Kemajuan Loka memang cukup drastis. Namun justru itu yang ia takutkan. Ayahnya sendiri tidak yakin Loka bisa pulih lagi seutuhnya.“Ini seperti bom w
Metro masih belum bisa memejamkan mata sedetik pun. Penguburan Loka telah usai dan kini tinggal keluarga dekat yang masih berkumpul di rumahnya.“Kau tahu jika hari itu Loka sudah tidak kuat, Ndi?” kalimat Metro bukan seperti pertanyaan. Lebih kepada sebuah pernyataan.“Dari hari ke hari dia semakin melemah, Met. Loka bertahan karena terikat janji pada kita. Aku mengatakan jika dia bisa mengingkarinya dan pergi,” jawab Indira dengan pelan.Metro terdiam. Dayu duduk sambil menyandarkan kepala di pundak Metro.“Ini sangat berat. Padahal aku sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya,” keluh Metro sembari mengusap matanya yang terus meneteskan bulir bening.“Seminggu yang lalu aku masih menyangkal dan mengatakan jika Loka akan terus bersemangat. Tapi ketika kemarin pagi, aku melihatnya muntah dan sangat tersiksa, aku merasa egois!” isak Indira. Metro membenarkan itu.“Dia yang berjuang dan mera
Indira masih tampak kikuk dan malu ketika Alden membukakan pintu mobil untuknya. Keduanya masuk dan disambut oleh pekikan Menik dan Abby yang gembira melihat Indira kembali. Alexi melemparkan siulan yang menggoda. Ayahnya, Raka, tertawa ceria melihat Alden berhasil membawa Indira kembali ke rumah.Entah apa yang membuat mereka begitu menyukai gadis yang bernama Indira Sartika ini, tapi bahkan Alexi, kakak Alden, yang selalu cuek dan tak acuh juga turut menunjukkan sikap yang bersahabat padanya.“Indi, mulai dari detik ini Alden nggak bakal uring-uringan lagi. Udah ketemu sama pujaan hati soalnya!” ledek Alexi jahil. Alden bersiap melempar kakaknya dengan bantal, tapi Alexi berkelit dan berlari menjauh. Indira tertawa geli.“Mama udah masak sop iga dan ikan presto! Kita makan siang bersama sebentar lagi!” seru Menik sambil menata meja makan. Indira segera mengambil piring dan membantunya menyiapkan meja.Menik mengerling pada Alden
Laporan akhir bulan dari pusat perbelanjaan Siwi dan Alden menunjukkan profit yang meningkat sebesar 12% dibandingkan bulan sebelumnya.“Sudah jalan dua tahun tapi perkembangannya terus naik,” decak Shana kagum.“Berkat kamu, Shan. Semua berjalan dengan baik dan lancar,” timpal Siwi. Shana tersenyum getir.Seandainya saja kehidupan cinta juga semulus karirnya, Shana tidak akan merana seperti saat ini. Keenan tampak makin terpuruk dan tenggelam dalam kesibukannya.Entah kenapa, Shana tidak ingin mengusik lagi kehidupan Keenan juga Alden. Rasa malu yang sempat ia tanggung karena Keenan kelepasan bicara telah hilang dan tidak lagi menjadi ganjalan.Tapi hubungannya dengan Alden masih belum membaik dan Keenan mendadak menjauh darinya.“Wi, aku cabut dulu ya?” pamit Shana kemudian.“Eh, tunggu!” tahan Siwi buru-buru memalingkan wajahnya. Shana urung beranjak.“Ada apa?”
Siwi berdecak jengkel karena hujan terus mengguyur Salatiga sejak tadi malam.“Bukan cuman Bogor kota hujan, Salatiga juga wajib disebut kota yang lebih parah hujannya!” gerutu Siwi. Shana menoleh dan menggelengkan kepala.“Emang kamu mau kemana?” tanya Shana.“Mau ketemuan sama pembatik di desa Beringin. Tapi hujan gini gagal, deh,” jawab Siwi. “Padahal mereka itu produsen potensial banget,” keluh Siwi.Shana tidak menanggapi karena sibuk mengetik pesan.“Kamu mau kemana?” tanya Siwi penasaran.“Ada pesta ulang tahun temen di Semarang. Keenan ngajak barengan,” jawab Shana dan meletakkan ponsel serta mulai membereskan laptop dan memasukkan ke dalam tas.“Ok. Aku tetep dateng deh ntar sorean,” balas Siwi membayangkan akan sendirian hingga malam nanti. Shana menawarkan untuk ikut, tapi Siwi bukan penikmat pesta dan hingar bingar seperti dirinya dan Keena
Widari bangkit dari kursi goyangnya dan memutar CD player untuk mendengarkan lagu keroncong kesukaannya.Sejak hubungannya memburuk dengan putra keduanya, Seto, Widari tidak lagi mendapat perlakuan istimewa seperti mendengar orkestra keroncong langsung dari penyanyi favoritnya.Sandi dan Bagus juga tidak terlalu banyak bisa ia harapkan. Sandi, putra sulungnya, selalu mengeluh dan merengek meminta kucuran untuk dana usaha yang tidak pernah jelas.Wanita tua itu sadar bahwa semua uang yang Sandi minta hanya untuk mendanai biaya hidupnya yang terlalu mahal. Terutama perawatan Mirna, menantunya, istri Sandi.Belum lagi Bagus, putra bungsunya, yang selalu meminta hak warisan. Widari merasa semua usaha yang ia kerjakan demi keberhasilan anak-anaknya telah gagal.Hanya Seto saja yang terlihat paling stabil dan mandiri. Kenyataannya, Widari yang berniat menyatukan ketiga anaknya untuk selalu membantu, harus berakhir dengan ketergantungan Sandi dan Bagus pa
Penerbangan ke Jakarta paling pagi membawa Keenan dan Shana kembali ke Jakarta keesokan harinya. Siwi terbang dari Yogyakarta dan tiba lebih dulu malam sebelumnya.Mereka bergegas ke rumah sakit dan menemui Vero yang terlihat kuyu dan tidak bersemangat. Kecantikannya terlihat tidak memudar, hanya cahaya wajahnya mulai meredup. Vero kehilangan pegangan untuk tetap bertahan dan tegar.“Dokter masih mengobservasi kondisi jantung papa, sementara ini kita dilarang mengunjungi dan hanya bisa menunggu kabar terbaru dari mereka,” terang Vero dengan wajah gusar.Keenan meraih bahu ibunya dan membiarkan Vero menangis melepas semua sesak yang menghimpitnya. Shana menarik Siwi dan juga memeluk sahabatnya untuk menguatkan. Keempatnya tampak saling memberi dukungan satu sama lain untuk bertahan.Pagi itu mereka menahan diri untuk tidak menjadi lepas kendali dalam penantian yang tidak pasti.***Alden baru saja selesai lari pagi ketika ibunya b