Aku melihat semuanya dengan jelas, dengan kedua belah mataku yang sudah dibanjiri air mata. Sambil bersembunyi di bawah kolong kasur, menahan suara, aku melihat ayahku sendiri dibunuh oleh ayah tiriku yang saat itu berstatus sebagai selingkuhan.
Kudengar dengan jelas, “Aku ingin hidup enak, memiliki istri yang cantik, dan seorang anak laki-laki. Oleh karena itu, aku harus menyingkirkanmu.”
Ya, ayah tiriku adalah ayah kandung Jaeryn. Aku yakin bahwa Jaeryn tak tahu akan permasalahan ini. Ia tidak tahu bahwa dia dan ibunya telah dibuang.
Namun, semua tak merubah fakta apapun. Pria sialan itu tidak hanya membunuh ayahku, ia bahkan membuat ibuku menjadi orang yang berbeda. Dia merebut semuanya dariku.
Dia begitu pandai menyusun rencana, sehingga ia tidak dihukum karena telah membunuh ayahku. Dia mengubah kasus pembunuhan menjadi kasus bunuh diri. Dan dia telah merubahku menjadi seorang monster juga.
Aku bukannya ingin jahat … aku han
Sebuah meja bundar dengan empat kursi, menjadi saksi perjanjian di antara aku dengan Rini; istri Rudi. Janda ini terus saja membuatku jengkel, karena ia seakan menjadikan kesempatan ini untuk memerasku. Ia tidak membalas pesanku sama sekali sejak pertama kali kuhubungi. Ternyata, tidak hanya aku yang punya rencana. Tetapi, Rini juga. Ia benar-benar ingin memerasku."Pelit banget, Lo. Nggak bisa kalau cuma 2 milyar." Ia menggerutu."Jadi, mau Lo berapa?" Tanyaku kesal."5 miliyar!" Ia tersenyum sinis.Mendengar hal itu, aku berhenti memainkan jari-jariku yang tadinya menyebabkan bising di meja kayu. Aku lantas berdiri dan mendekati Rini, kemudian berbisik mengancam,"Rudi ada di sini.""Memperhatikan kita." Sambungku sambil mengeluarkan pistol yang telah diberi peredam bunyi dari saku."Tapi sayangnya, dia nggak akan bisa melakukan apapun buat, Lo." Aku mempertegas ucapanku sambil meletakkan ujung pistol pada pelipisnya.R
“Untuk insiden ini, gue sebagai artis benar-benar dengan tulus dari hati dan mewakili agensi meminta maaf kepada semua orang yang terpukul atas kepergian Rudi, terutama keluarga Rudi.” Aku menatap Rini yang masih terisak sejenak, mengelus pelan pundaknya, kemudian kembali melanjutkan, “Gue benar-benar menyesal dan merasa bersalah. Mulai sekarang, gue akan merenungi semuanya dan lebih peka terhadap orang-orang di sekeliling. Gue akan berusaha lebih berhati-hati.” Aku meneteskan air mata. Sandiwara tentunya. Puluhan kamera semakin gencar mengambil gambar. Mereka tampak benar-benar termakan. Setidaknya, Rudi tidak akan dikenang sebagai penyuka sesama jenis, tetapi sebagai seorang manager yang berarti bagi orang-orang di sekelilingnya. “Gue berharap, sekarang ini Rudi berada di tempat yang baik dan bahagia tentunya,” tutupku. “Tapi sayangnya dia malah gentayangan di sini.” Aku melanjutkan ucapanku dalam hati. Salah seorang perwakilan dari
Jaeryn SalimSebuah suara yang tak asing membisik perlahan di telingaku, dan suara itu membangunkanku.“Kamu harus mengungkap siapa pembunuhku yang sebenarnya,” bisik seorang pria.Kusadari, suara itu adalah suara milik Mas Rudi.“Kamu harus mengungkap siapa pembunuhku yang sebenarnya.” Suara Mas Rudi kembali terngiang, semakin keras, dan terdengar begitu nyata. Seakan-akan ia berada di sampingku.Aku pun membuka perlahan mataku, dan menelan pelan ludahku. Kurasakan punggungku pegal dan panas, mungkin karena aku sudah terlalu lama terbaring dengan posisi lurus. Kudaparti semua yang ada di depanku terlihat samar. Mataku berkedip lemah selama beberapa kali, berusaha menelaah apa yang sedang terjadi kepadaku.Aku mengambil napas sejenak, kemudian menatap kosong ke arah sesosok yang ada di hadapanku; Bunda.“Bund ….” Aku memanggil dengan suara yang sangat lemah.
“Kamu harus mengungkap siapa pembunuhku yang sebenarnya,” Suara Mas Rudi kembali terdengar. Aku pun kembali mencoba membuka mataku.Kudapati wajah Mas Rudi mendekat ke arahku, mata kami saling menatap.“Mas Rudi?” Panggilku.Tanpa menjawab, tiba-tiba saja Mas Rudi mencekikku keras. Aku sontak tercekat dan memukul keras kedua tangannya. Kupukul tangannya terus menerus, sebab aku mulai merasa kehabisan nafas.“Jaeryn ...” Terdengar seorang pria dengan suara berat memanggil namaku di saat yang bersamaan.“Jaeryn ...” Pria itu kembali memanggil namaku.Dan karena panggilan itu, sosok Mas Rudi perlahan menghilang di sela-sela aku berusaha melepaskan diri dari cekikan. Setelahnya kurasakan udara mulai lancar masuk melalui hidungku. Kurasakan pula, sebuah tangan hangat memegangi sepasang tanganku. Seakan berusaha menghentikan gerikku.Aku mencoba mengedip beberapa kali, berusaha memastika
“Terus kenapa Bunda nggak nanyak ke aku kalau tahu aku hamil?”“Emangnya kamu bakalan jujur? Bunda tahu kamu nggak bakalan jujur. Kalau mau jujur pasti udah langsung cerita ke Bunda. Bunda takut kamu bakalan gugurin janin itu. Dan janin itu tidak berdosa.”“Aku sendiri aja nggak tahu kalau aku hamil, Bund. Jangan ngaco, deh!” Aku terus membatah pernyataan Bunda.Bunda mengeluarkan sebuah hasil USG dan menunjukkannya kepadaku. Aku pun mengambil cepat hasil itu, serta langsung memeriksanya. Dan memang, tertera namaku di sana; Jaeryn Salim.Tanganku melemas seketika, aku menghembuskan napas dengan kasar. Air mata kembali jatuh tak terbendung.“Fiuh ….” Keluhku.Melihat reaksiku itu, Bunda malah memukul pelan lenganku dan berkata, “Bisa-bisanya kamu nggak tahu kalau kamu hamil padahal pernah nganu sama laki-laki!”“Kamu belajar hal itu dari siapa? Bunda udah selalu i
“Arghhh ...” Aku mengerang putus asa.“Hal ini perihal menyelamatkan diri sendiri atau orang lain, Jaeryn. Dan kamu nggak perlu menyelamatkan orang yang sudah merusak kamu. Lagipula dia sudah mati,” ucap Bunda sembari memegangi pelan kedua lenganku.“Jika detik ini Rudi tidak menghamili kamu, maka kamu boleh berdiri di garda depan untuk mengungkap kasus pembunuhan itu. Harus malah! Tapi sekarang, dia menghamili kamu. Anggap saja hal ini adalah hukuman buat dia. Menurut Bunda, semua ini setimpal. Lagipula kamu nggak melakukannya buat iseng-isengan. Ini di antara hidup dan mati.”“Jaeryn, kita sudah terlalu jauh. Ingat juga apa yang sudah Geraldy korbankan.” Bunda berusaha keras untuk menyakinkan aku.“Geraldy ... cowok itu! Aish!” Ucapku kesal sembari memukul kasur.“Kenapa malah menyalahkan Geraldy? Dia sudah bantuin kita sampai sejauh ini, Nak.” Bunda terus membela Geraldy.
Satu minggu kemudian.“Pagi Mbak Jaeryn, selang infusnya saya lepas, ya,” ucap seorang suster dengan ramah.“Oke, sus,” jawabku dengan nada yang ramah pula.Di saat yang bersamaan, Bunda mengelus punggungku dan melemparkan sebuah senyuman tipis; senyuman menguatkan.Hari ini, adalah saat di mana aku akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan kembali ke apartemen Geraldy, sesuai dengan rencana bunda.Satu minggu dari kunjungan terakhir, Geraldy tak pernah menjenggukku lagi. Karena, terakhir kali aku bilang ingin berdua saja dengan Bunda. Tumben sekali dia mau mendengarkanku dan memberikan ruang untukku. Apakah mungkin dia sibuk? Rasanya agak sedikit aneh.Setahuku semua jadwalnya masih ditunda. Soalnya keadaan di luar sana belum dipastikan seratus persen aman. Lagipula, saat ini banyak berita tentang dia yang simpang siur.Meskipun cerita bohongan, kemungkinan juga ada netizen yang menyudutkan Geraldy ka
Dengan spontan aku meraih kembali lengan seseorang yang saat ini sedang memegangiku, dan tak pernah sebelumnya aku memegang lengan seorang pria seerat ini. Lebih tepatnya, tak pernah aku mencengkram lengan berotot tebal seorang Geraldy. Setelah mencengkram erat lengan Geraldy, aku akhirnya berhasil mengeluarkan napas yang kutahan karena ketegangan menguasaiku. Keberadaannya membuatku merasa sedikit lebih lega. Namun, disaat yang bersamaan aku juga bertanya-tanya, apakah sosok Geraldy ini nyata ataukah hanya halusinasi? Semenjak tersadar minggu lalu, aku mendadak tak pandai membedakan kenyataan dengan halusinasi. Sepertinya aku masih trauma dengan kejadian malam itu. Sembari berusaha mengatur napasku lagi, aku mengajak Geraldy berbicara dengan suara bergetar,