Ada segerombolan para pemuda di alas tersebut, tampak jelas mereka berpenampilan biasa dan sudah diduga kuat mereka itu merupakan pengungsi yang sedang mencari perlindungan
Aryadana berdiri dengan gagahnya menghadang orang-orang tersebut, sembari mengamati wajah-wajah mereka yang tampak kelelahan. Berkatalah Aryadana, “Hai! ... kalian ini siapa?” seru Aryadana mengarah kepada sekelompok orang-orang yang sedang berjalan menuju ke arah perkemahan.Sekilas terpancar kegembiraan di mata orang-orang tersebut, ketika mendapat sapaan dari Aryadana."Kami rakyat yang tertindas ... kami hendak mencari perlindungan," jawab salah satu di antara orang tersebut, berkata dengan lantangnya. "Kami kelaparan, kami butuh perlindungan!" sambungnya sedikit berteriak.Menolehlah Adipati Anggadita ke arah Aryadana, "Apakah kau mengenali mereka?"Tersenyum Aryadana seakan-akan ia mengetahui siapa mereka sebenarnya. Namun kemudian ia berusaha menghapus kesan itu dan berkata, “Aku tidak mengePrabu Rawinta masih terlihat kuat dan terus berusaha untuk bangkit meskipun sebagian wajah dan tubuhnya sudah tampak hangus dan terkelupas."Aku akan abadi, dan aku tidak akan mati," ucap Prabu Rawinta.Meskipun sudah dalam keadaan lemah, ia masih tetap bersikap sombong dan takabur. Seakan-akan, ia tidak menerima kekalahan tersebut."Dewata yang akan menghentikan nafasmu wahai sang Prabu!" seri Senopati Randu Aji, sedikit merasa jengkel"Jangan banyak bicara kau anak muda!" gertak Prabu Rawinta sembari memuntahkan darah segar dalam mulutnya.Sejatinya, ia sudah tak akan lama lagi bertahan hidup. Mengingat kondisinya saat itu sudah dalam keadaan terluka parah. Namun, Prabu Rawinta masih tetap bertahan hidup. Mungkin karena dipengaruhi oleh ilmu kesaktian yang dimilikinya."Jangan jumawa kau Prabu!" kata Prabu Erlangga membungkukkan badan meraih kerikil kecil di atas tanah tempat ia berpijak. "Aku rasa kerikil ini akan mengantarmu ke Ner
Para prajurit itu pun langsung berbaris dengan rapi dan teratur. Mereka siap mendengar pengumuman yang akan diutarakan oleh sang raja sebelum kembali ke istana. Kemudian, berdirilah sang raja di hadapan ribuan para prajuritnya.Berkatalah sang raja, “Kalian sedang menjalankan tugas. Jika selama kalian bertugas kalian bertemu kembali dengan para penjahat dan akan terjadi sesuatu pada diri kalian, aku harap kalian bersiap mengabdikan diri untuk berjuang dalam memerangi keangkaramurkaan dan jangan lari hanya untuk menyandang gelar pengecut!"Serentak bergemuruh, para prajurit itu menyahuti ucapan sang raja. "Siap, Gusti Prabu ....""Untuk kalian, tidak akan kembali seutuhnya ke istana. Karena, aku akan menugaskan sebagian di antara kalian untuk tetap di sini!" kata Prabu Erlangga. "Empat ribu di antara kalian akan tetap berada di sini, untuk membangun Conan Utara menjadi sebuah kadipaten baru dalam memperkokoh kekuatan dan ekonomi kerajaan Sanggabuana! Apa kalian s
Tiba-tiba saja hatinya menjadi gelisah. Ia memang dicemaskan oleh cerita para prajurit Kundar dan juga prajurit-prajurit lainnya. Peristiwa menakutkan telah terjadi menimpa mereka di tempat tersebut. Alas Conan Utara merupakan tempat yang masih angker dan masih menjadi tempat favorit bagi binatang-binatang buas. Terutama harimau dan singa yang masih berkeliaran di area hutan tersebut."Kau takut dan ragu berada di alas Conan Utara ini?" tanya Aryadana menatap tajam wajah Sargeni.Lalu, menolehlah Sargeni ke arah Aryadana yang baru tiba itu. Berkatalah ia untuk meyakinkan Aryadana, "Untuk pribadiku, aku tidak merasa takut. Aku hanya merisaukan keselamatan para prajurit saja!"Aryadana pun tersenyum dan menjawab kalimat yang diucapkan oleh Sargeni, "Kita di sini adalah keluarga. Aku harap, kita bisa saling melindungi satu sama lain," ungkap Aryadana mengangkat tangan dan meletakkannya di atas pundak Sargeni.“Aryadana ... Sargeni ...!" Soarna mengacun
Di istana saat itu sudah ramai dengan persiapan jelang pernikahan sang raja dengan Arimbi serta pernikahan sang senopati Randu Aji dengan Arumbi---adik kembarnya Arimbi.Mereka sengaja menggelar hari pernikahan secara bersamaan atas dasar kehendak Prabu Erlangga dan sudah dapat persetujuan dari Ki Bayu Seta selaku orang tua dari Arimbi dan Arumbi.Tiga hari menjelang pernikahan, Ki Bayu Seta kedatangan tiga orang tamu utusan dari Ki Sowandaru yang tidak ia kenali. Ketiga utusan Ki Sowandaru mendatangi Padepokan Kumbang Hitam dan ingin bertemu dengan Ki Bayu Seta. Para murid di padepokan itu pun tidak ada yang mengenalinya dan bahkan mereka melakukan penghadangan serta sempat terlibat pertarungan dengan ketiga tamu utusan dari Ki Sowandaru itu.Para murid padepokan langsung menangkap ketiga tamu tak dikenal itu, dan langsung di hadapkan kepada sang guru mereka."Maaf, Guru. Kami menangkap ketiga orang ini, karena mereka tidak kami kenali dan tidak mau menj
Sore hari, ribuan wadiya balad kerajaan Sanggabuana sudah berkumpul di halaman istana. Karena sore itu, mereka hendak melaksanakan tugas dari sang raja untuk membantu kerjaan Randakala dalam menghadapi agresi kerajaan Kuta Waluya.Berdirilah sang raja di hadapan ribuan para wadiya baladnya, berkatalah sang raja, “Aku berharap kalian tidak akan pulang sebelum meraih kemenangan!” seru sang raja.Para prajurit itu pun langsung menyahut dengan begitu semangat secara bersamaan, "Hidup Sanggabuana ... hidup sang Raja ... hidup Randakala...." Bergema dan membuat gaduh suasana istana."Pastikan keselamatan diri kalian masing-masing, lindungi rakyat dan kerajaan Randakala. Mereka adalah saudara kita!" timpal Ki Bayu Seta ikut angkat bicara.Setelah itu, rombongan para prajurit langsung bergerak menuju ke arah timur dengan membawa persenjataan lengkap dan perbekalan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sewaktu dalam peperangan.Meskipun mas
Keesokan harinya, Adipati Anggadita langsung mengumpulkan wadiya baladnya. Hari itu mereka bersiap untuk segera berangkat ke wilayah kerajaan Randakala, menjalankan tugas sang raja untuk membantu para prajurit Randakala yang sedang kesusahan akibat serangan agresi besar-besaran yang dilakukan oleh kerajaan Kuta Waluya."Runada ...," teriak Adipati Anggadita mengarah kepada salah satu dari ketujuh pengawalnya itu.Runada bergegas menghampiri sang adipati, penuh rasa hormat ia bertanya lirih, "Iya, Gusti Adipati?" Runada bersimpuh memberi hormat kepada junjungannya itu."Perintahkan semua prajurit untuk segera berangkat menuju ke wilayah kerajaan Randakala!" perintah Adipati Anggadita dengan tegasnya."Baik, Gusti Adipati," ucap Runada bangkit dan segera melangkah menuju ke barak para prajurit untuk memerintahkan mereka segera bersiap berangkat ke wilayah kerajaan Randakala."Panglima, segera perintahkan prajuritmu untuk bersiap melakukan perjalanan!
Beberapa jam setelah beristirahat, Adipati Anggadita memerintahakan agar para prajuritnya segera bersiap untuk kembali melakukan perjalanan menuju kerajaan Randakala yang hanya tinggal beberapa kilo meter saja dari tempat mereka beristirahat. "Perintahkan semua prajurit untuk segera melanjutkan perjalanan!" kata Adipati Anggadita mengarah kepada salah satu pengawalnya. "Baik, Gusti Adipati." Runada segera menunggang kuda. Lalu, memacu derap kudanya menuju barisan terdepan dari iring-iringan para prajurit. "Para prajurit ...," teriak Runada. "Mari kita lanjutkan perjalanan!" sambung Runada segera memacu kuda paling depan sejajar dengan Panglima Kondara dan ratusan pasukan panah yang menunggangi kuda masing-masing. Para prajurit pun segera berjalan mengikuti langkah ratusan kuda pasukan khusus panah dan disusul oleh gerobak-gerobak pengangkut persenjataan lengkap. “Aku tidak mengerti kenapa para prajurit kerajaan Kuta Waluya menghadang p
Mendengar ucapan sang raja, Panglima Kondara tersenyum dan memberikan penghormatan kepada sang raja. "Aku patuh kepada Gusti Prabu yang aku anggap sebagai panglima tertinggi di negri ini. Aku akan mengerahkan kekuatan penuh untuk membantu kesulitan negri ini dan segera mengusir para penjajah dari wilayah negri ini," ujar Panglima Kondara menyatakan kesiapannya dalam menghadapi perang melawan para wadiya balad kerajaan Kuta Waluya. Melihat hal itu, Adipati Anggadita tersenyum-senyum. Bangga akan keberanian dan sikap Panglima Kondara yang berjiwa kesatria. Prabu Sandakala pun mengangguk kecil, dan berkata lirih sebagai respon baik atas pernyataan dari seorang panglima dari utusan kerajaan sahabat yang sudah siap siaga membantu kesulitan kerajaannya itu, “Ya, aku menjadi terharu karena keberanianmu dan para prajuritmu itu. Kalian telah berusaha keras melakukan perjalanan jauh hingga tiba di negri ini. Semata-mata untuk membantu kesulitan rakyat negri ini." Pangl