Arsen pun berjalan dengan Isandra di gendongannya. Saat mereka keluar dari sisi rak, Raiya dan Daniel pun melihat pemandangan yang tidak biasa itu.
Dengan cepat Raiya berjalan menghampiri mereka, "Ada apa?" tanyanya datar meski tatapan khawatir itu begitu jelas di matanya. Isandra membuka mulutnya hendak menjawab pertanyaan Raiya, dengan dusta tentunya. Namun-"Tuan putri terkilir, saya ingin mengantarnya ke istana Lily agar bisa segera dirawat" ucap Arsen lebih dulu.'Lelaki ini juga menyebalkan' batin Isandra menatap Arsen kesal.Bukannya menjawab, Raiya malah mengulurkan tangannya hendak mengambil alih gendongan Isandra. Namun dengan cepat Arsen mengelak, "Saya sendiri yang akan mengantar tuan putri" ucap Arsen tersenyum sarkastik."Saya pengawalnya" ucap Raiya kemudian kembali mencoba merebut Isandra dari gendongan Arsen. Isandra menoleh ke arah Arsen dan Raiya bergantian, "Cukup" ucapnya. Kalau dibiarkan bisa sampai malam."Besok aku akan menghadiri acara ulang tahun temanku, dan aku ingin mencari gaun untukku dan Marrie" ucap Isandra seraya merangkul Marrie, membuat sang empu merona malu."Baik, mohon ikuti saya yang mulia" ucap pelayan itu.Mereka pun berjalan ke arah dalam butik, Isandra semakin terpukau melihat desain-desain gaun yang sangat cantik, elegan namun sederhana. Semuanya terkesan modern, ia semakin bertanya-tanya sebenarnya siapa permaisuri ini?“Silahkan duduk yang mulia, mohon tunggu sebentar sementara saya akan panggilkan baron” ucap pelayan itu membungkuk hormat.Setelah beberapa saat menunggu, “Oh astaga, betapa beruntungnya saya bisa menyambut kedatangan anda yang mulia putri”Mereka bertiga menoleh saat suara seorang lelaki terdengan dari depan mereka, lelaki bersurai coklat dengan perawakan berisi dan kumis tebal menunduk hormat di depan Isandra.Dengan cepat Isandra berdiri, diikuti oleh Marrie dan Raiya. “Salam baron O’Brien, silahkan angkat kepala anda. Mohon maaf jika saya me
Beberapa jam sebelumnya,"Marrie, kau cantik sekali" ucap Isandra memuji Marrie yang tampil cantik dengan gaun putihnya. Marrie seketika bersemu malu, "A-anda jauh lebih cantik Yang Mulia" ucap Marrie gugup.Isandra hanya tersenyum menanggapi ucapan Marrie, karena ia tidak sepenuhnya salah. Isandra memang sengaja berdandan untuk acara malam ini. Namun tidak berlebihan, Isandra sadar bahwa ia tidak boleh terlalu mencolok atau orang-orang akan mulai membuat gosip baru yang tidak berdasar."Apa semuanya sudah siap?"Mereka berdua menoleh saat suara baritone itu terdengar dari arah pintu, menampilkan Evan dengan setelan yang juga berwarna putih. Karena malam ini, ia akan menjadi pasangan Marrie."Waahh kakak tampan sekali, apa kakak sengaja berdandan untuk Marrie?" ucap Isandra menggoda Evan seraya menaik turunkan alisnya.Seketika Evan gugup dengan sedikit semburat merah di wajahnya, "T-tidak" cicitnya seraya mel
Setelah kereta itu berhenti, Isandra langsung turun dengan melompat dan berlari memasukki istana. "Mana ayahku?" tanya Isandra pada pengawal yang berpapasan dengannya."Beliau tengah berada di ruang kerjanya Yang Mulia" ucap salah satu penjaga itu.Dengan cepat Isandra berlari menuju ruang kerja Galen yang terletak di lantai tiga."Yang Mulia hati-hati" ucap Arsen yang berlari di belakang Isandra, ia setia mengikuti dengan tangannya menenteng sepatu Isandra yang tadi ia lepaskan di koridor istana.BrukIsandra mendongak menatap orang yang baru saja ia tabrak, orang itu menatap bingung wajah panik Isandra. "Isandra? Ada apa? Kenapa kau panik begini?" tanya Percy."Huff huff aku tidak punya waktu untuk menjelaskan kak, huff kita harus ke ruangan ayah sekarang" ucap Isandra kemudian melanjutkan larinya menuju ruangan Galen.Tatapan Percy beralih pada Arsen, "Apa yang terjadi?" tanyanya penuh selidik."Yan
Isandra melirik ke bawah dari balkonnya, nampak beberapa prajurit yang sedang berpatroli berjalan melewati balkon kamar Isandra. Saat sudah dirasa aman, ia menjatuhkan ikatan sprei dan selimut yang sudah ia siapkan dan melompat dari balkon lantai dua istana Lily.Syuuutttttt BrukPendaratan mulus oleh Isandra, ia kembali menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa tidak ada orang. Ia menutup kepalanya dengan tudung jubah dan berjalan menuju kandang kuda. Tidak mungkin ia pergi dengan berlari.Setelah Isandra pergi, sepasang kaki dibalut sepatu boots turun menapak tanah drngan mulusnya karena menggunakan sihir. Pemilik kaki itu menatap kepergian Isandra dengan kening mengkerut."Dasar, merepotkan saja. Aku mengikutimu hanya karena khawatir pada mana naga itu, cih"ucapnya kesal kemudian berjalan santai menyusul Isandra dengan tangan yang dimasukkan ke kantung celananya.Nampak beberapa penjaga yang ia lewati tidak menyadari keb
Suara ghaib terdengar menggema di hutan, hingga akhirnya asap hitam itu menghilang beserta suaranya. Galen berjalan mendekati Evan yang terikat di pohon dalam keadaan tidak sadarkan diri kemudain melepas ikatan itu, "Estevan, kau bisa mendengarku? Hei! Sadarlah" ucap Galen sedikit menyerukan suaranya. "Ayah, ini-"Galen menoleh ke arah Percy menunjuk, pergelangan Evan yang memiliki tanda aneh berbentuk matahari yang tertutup, gerhana. "I-ini, kutukan"Sedang di sisi lain hutan itu,"Ini benar jalannya bukan ya?" Isandra menoleh ke kanan ke kiri seraya kudanya berjalan pelan, ia tidak tahu apakah ini adalah jalan yang benar. Ia hanya mengikuti instingnya yang kadang tidak bisa dipercaya, berharap semoga ia tidak tersesat."Hah dasar bodoh" ucap Azel yang masih mengawasi dari atas. "Hm kenapa aku merasakan dua mana yang besar?" ucap Azel mencoba menajamkan inderanya.BOOMMMSuara ledakan dari arah samp
Isandra pun sontak terperangah, "Aku? Sihir suci?" ucapnya seraya menunjuk diri sendiri dan hanya dibalas dengan anggukkan dari ayah dan kakaknya.GrepIsandra hampir terhuyung jatuh saat Evan tiba-tiba memeluknya, "Maafkan kakak yang sudah membuatmu berada dalam bahaya" ucap Evan dengan suara bergetar.Ekspresi Isandra melunak, tangannya terangkat mengelus punggung tegap Evan. "Yang penting kakak sekarang sudah baik-baik saja" ucapnya lembut."Tapi bukankah ada yang aneh?" Perhatian mereka kini terpusat pada Percy, "Maksudmu?" tanya Evan seraya perlahan melepas pelukannya."Ayah, bukankah butuh waktu lama untuk memulihkan sihir suci yang digunakan dalam jumlah besar?" tanya Percy pada Galen.Galen nampak berpikir, ucapan puteranya tidak salah. Bahkan isterinya dulu tidak sadarkan diri hingga satu minggu setelah tanpa sadar menggunakan sihir suci. Tapi Isandra sadar hanya dalam satu malam?"Percy benar, tapi ap
Ruang besar dengan berbagai perabotan mewah di dalamnya, rak buku, bola dunia, lukisan, sofa bahkan armor dan perlengkapan senjata. Seorang pria bersurai putih nampak tengah fokusdengan sebuah buku tebal di atas mejanya. "Hah lama sekali mencari, tapi tidak ada yang cocok" ucapnya seraya melepas kacamata yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya.Ia bersandar di meja kerja kaisar itu, pandangannya menatap ke arah langit-langit ruangan seraya menghela nafasnya panjang. "Kira-kira jika kau masih disini, yang mana yang akan kau pilih?" gumamnya.Pandangannya beralih ke sebuah pedang yang terletak dalam kotak kaca di samping lemari buku. Di antaranya semua barang disini, hanya pedang itu yang bukan miliknya. Ya, itu adalah milik mendiang istri Galen, Lucy.Tujuh belas tahun yang lalu,Dap dap dapSeorang pria dengan tubuh tegapnya berjalan menelurusi koridor istana di gelap malam, ia baru saja selesai menidurkan kedua putrany
Sang empunya nama menoleh dengan cepat saat mendengar suara lembut itu, nampak Lucy berjalan pelan mendekatinha dengan Fenine yang memegangi tangannya.Dengan cepat Galen menghampirinya, "Lucy kenapa kau kemari? seharusnya kau di kasur saja" ucapnya khawatir.Pletak"Aduh" Galen mengaduh saat tangan lentik Lucy melayangkan jitakan maut di kepala putihnya."Kau ini bukannya senang, aku hanya ingin mengantarmu pergi. Dan sebaiknya kau kembali dalam keadaan utuh" ucapnya terdengar seperti ancaman. Namun itu hanya bentuk kekhawatirannya pada Galen.Galen pun tersenyum hangat, "Pasti" ucapnya seraya mengecup pelan bibir Lucy. "Aku akan segera kembali, dan melihat putri kita" lanjutnya kemudian berlutut mencium perut istrinya.Dan mereka pun berangkat ke wilayah perbatasan, memulai peperangan dengan kerajaan tetangga. Hinga satu bulan lebih kami berperang. Di hari terakhir setelah kami memenangkan peperangan itu. Kami menyand