Tepatnya dua jam sebelum Tessa terbangun tadi, di suatu tempat, tempat yang sepi, di sebuah gubuk seorang lelaki tengah bersama dengan perempuan yang ia cintai.
Mata lelaki itu langsung membola. Meski tubuhnya kini sudah terasa kaku dan tidak mampu untuk bergerak, tapi Rendra masih bisa melihat jelas siapa sosok wanita yang ada di depannya kini.
Bau anyir yang menyeruak tercium sempurna oleh dirinya. Tubuh Rendra sudah babak belur, belum lagi dirinya yang masih dipegang dua laki-laki berotot di sisi kiri dan kanan. Rendra sudah tidak sanggup, sendi-sendi rasanya sudah mati rasa.
"Ku mohon ..., jangan ...." Dengan lemah Rendra memohon pada laki-laki di hadapannya. Nyeri di sekujur tubuh tidak ia hiraukan saat dengan paksa dua laki-laki di sampingnya melempar tubuh Rendra.
"Ena ...." Dengan napas terengah-engah, lelaki itu berusaha meraih tangan wanita yang sangat ia cintai.
Kresna berada di hadapan Rendra, tak sa
Ah, sungguh Tessa tidak bisa menahan sesak di dada. Air mata jatuh seiring perih yang semakin menjalar di hatinya. Tessa khawatir suaminya berkhianat, Tessa ingin pernikahan normal, tidak harus berbagi seperti ini. Kresna yang sering menguatkan Tessa kini sudah menyerah. Tessa tidak tahu harus membuat apa, di saat pikiran-pikiran negatif membayangi dirinya seperti sekarang.Perempuan berbaju tidur itu memilih untuk bangkit dari ranjang, kemudian melangkah menuju box bayi. Tampak putra kecilnya yang sedang tidur lelap.Hatinya seketika terenyuh. Demi Askilah dirinya mempertahankan pernikahan ini. Namun, hatinya tidak bisa dibohongi, perih seringkali menghampiri. Tidak kuat dirinya harus terus berpura-pura menerima. Ya, berpura-pura, Tessa merasa berpura-pura ikhlas, padahal sebenarnya ... siapa yang rela berbagi suami?Wajah yang indah dengan bentuk yang mirip dengan Rendra, membuat hati Tessa semakin merepih, teringat dirinya pada Rendra.
"Oni? Oni enggak ada di sini, Sayang." Rendra hendak meraih tekuk leher Tessa. Namun, dengan sigap perempuan itu menepisnya."Maaf, Mas, aku enggak bisa." Bayang-bayang tentang Rendra yang selingkuh dengan Kresna malah menghampiri pikiran Tessa, membuatnya enggan melayani sang suami."Lho, kenapa, Sayang?""Enggak, Mas, enggak apa-apa. Aku mau mandi, gerah," jelas Tessa lalu beranjak dari tempat tidur.Sang suami dibuat menyatukan dua alis oleh tingkah Kresna. Sungguh, dia tidak mengerti ada apa dengan Tessa. Dengan perasaan acuh tak acuh, laki-laki itu memilih duduk sambil mengamati kamar bernuansa warna putih biru.Sementara itu, Tessa menatap dirinya di cermin, betapa mimpi yang buruk. Semalam Tessa memeluk siapa? Apa benar yang terjadi semalam adalah mimpi?Sungguh seperti nyata. Apalagi ingatan tentang Rendra yang berselingkuh. Laki-laki itu berbohong tengah dalam bahaya. Iya, bahaya kalau sampai Tess
Ah, sungguh Tessa tidak bisa menahan sesak di dada. Air mata jatuh seiring perih yang semakin menjalar di hatinya. Tessa khawatir suaminya berkhianat, Tessa ingin pernikahan normal, tidak harus berbagi seperti ini. Kresna yang sering menguatkan Tessa kini sudah menyerah. Tessa tidak tahu harus membuat apa, di saat pikiran-pikiran negatif membayangi dirinya seperti sekarang.Perempuan berbaju tidur itu memilih untuk bangkit dari ranjang, kemudian melangkah menuju box bayi. Tampak putra kecilnya yang sedang tidur lelap.Hatinya seketika terenyuh. Demi Askilah dirinya mempertahankan pernikahan ini. Namun, hatinya tidak bisa dibohongi, perih seringkali menghampiri. Tidak kuat dirinya harus terus berpura-pura menerima. Ya, berpura-pura, Tessa merasa berpura-pura ikhlas, padahal sebenarnya ... siapa yang rela berbagi suami?Wajah yang indah dengan bentuk yang mirip dengan Rendra, membuat hati Tessa semakin merepih, teringat dirinya pada Rendra.
"Oni? Oni enggak ada di sini, Sayang." Rendra hendak meraih tekuk leher Tessa. Namun, dengan sigap perempuan itu menepisnya."Maaf, Mas, aku enggak bisa." Bayang-bayang tentang Rendra yang selingkuh dengan Kresna malah menghampiri pikiran Tessa, membuatnya enggan melayani sang suami."Lho, kenapa, Sayang?""Enggak, Mas, enggak apa-apa. Aku mau mandi, gerah," jelas Tessa lalu beranjak dari tempat tidur.Sang suami dibuat menyatukan dua alis oleh tingkah Kresna. Sungguh, dia tidak mengerti ada apa dengan Tessa. Dengan perasaan acuh tak acuh, laki-laki itu memilih duduk sambil mengamati kamar bernuansa warna putih biru.Sementara itu, Tessa menatap dirinya di cermin, betapa mimpi yang buruk. Semalam Tessa memeluk siapa? Apa benar yang terjadi semalam adalah mimpi?Sungguh seperti nyata. Apalagi ingatan tentang Rendra yang berselingkuh. Laki-laki itu berbohong tengah dalam bahaya. Iya, bahaya kalau sampai Tess
"Turunin Aski!" teriak Tessa histeris. Kalau saja Oni tidak menahan perempuan itu, sudah pasti Tessa mendekati Marwan yang sedang menggendong Aski.Bayi itu menangis histeris karena sedang berada di ambang kematian. Bagaimana tidak, Aski digendong dengan dua tangan laki-laki tersebut hendak menjatuhkan Aski dari ketinggian."Enggak! Turunin Aski!" Tessa semakin histeris melihat anak satu-satunya itu terus menangis karena pasti sangat ketakutan.Kini, Oni dan Tessa sudah berada di sebuah rumah gedong. Rumah tua yang tidak ada penghuni. Entah rumah siapa itu, laki-laki yang menculik Aski membawa ke duanya ke tempat ini.Memang tidak setinggi gedung. Namun, tetap saja dari ketinggian seperti ini sanggup melenyapkan nyawa bayi kecil seperti Aski."Please!" Tessa menangis. "Kamu tega Mas sama anak sendiri." Tessa masih merasa laki-laki di depannya adalah Rendra. "Kamu mau bunuh Aski? Kamu enggak saya sama dia? Tolong
"Kamu lelah dengan perasaan kamu sendiri. Mas minta maaf," ucap Rendra ketika sudah mendengar penjelasan Kanti.Satu bulan berlalu setelah kejadian itu. Kanti menjelaskan semuanya. Dirinya memang terlibat dalam kasus Marwan. Kanti merasa nyaman dengan laki-laki itu, kemudian mengikuti semua yang Marwan mau, termasuk membongkar semua rahasia Rendra.Kanti tahu dirinya salah. Dia mungkin akan bisa bahagia bersama Marwan, tapi di sisi lain dirinya sudah melukai banyak orang. Kanti menyesal melakukan semuanya, setelah mengetahui Marwan ingin menggantikan posisi Rendra dan membunuh suaminya itu."Iya, Mas. Aku tahu, aku salah. Semuanya juga percuma, kalau pun aku menolong Marwan, aku akan tetap merasakan sakit hati, karena dia ingin mengantikan posisi Mas. Egois, ya?" Kanti mengusap air mata. "Aku salah karena langsung percaya sama dia, menaruh hati sama dia, yang ternyata sama aja, mendahulukan hawa nafsu, menginginkan lebih dari satu wanita.
"Kita mau ke mana, Mbak?" tanya Oni yang sedang menyetir.Ibu Aski itu tadi pagi menelepon Oni dan meminta laki-laki itu untuk mengantarnya ke suatu tempat."Pulang, On. Aku mau pulang ke rumah emak," jawab Tessa sambil memakai sabuk pengaman, sementara Aski sudah lebih dahulu duduk di sampingnya. Tentunya menggunakan kursi khusus."Kenapa, Mbak?""Suara kamu kenapa, On?" Tessa heran mendengar suara Oni yang seperti dibekam."Saya pakai masker, Mbak, lagi pilek." Oni mengatakan yang sejujurnya, karena memang dia sedang memakai masker."Ooh." Tessa menghela napas sebentar. "Udah, On. Ayo berangkat!""Baik, Mbak.""Oh, ya, On, koper saya udah masuk ke mobil?""Sudah, Mbak," jawab Oni lalu mulai melajukan mobil.Tessa diam, sepanjang perjalanan tidak ada percakapan. Tessa jadi pendiam sejak mengetahui fakta perasaan Rendra."Mbak, baik-bai
Keheningan masih menjadi teman dua insan yang kini sedang duduk di bangku teras. Tessa tidak bisa langsung bicara dengan Rendra tadi, karena Emak ada di depan rumah.Terpaksa Tessa pun membawa Rendra masuk dan Emak menyiapkan makan untuk mereka. Kini, Tessa hanya bisa diam sambil mengamati pemandangan di depannya. Masih indah karena banyak pohon hijau dan hanya ada sedikit rumah. Tenang, tapi tidak setenang perasaan Tessa."Apa kamu masih menginginkan perpisahan, Sayang? Mas enggak punya siapa-siapa kalau kamu pergi." Rendra membuka pembicaraan.Sepolos itu, ya Tessa, sampai bisa dikelabui Rendra. Tessa sampai tidak tahu laki-laki yang membawa mobil adalah Rendra bukan Oni. Sepertinya, semrawut pikiran Tessa membuatnya tidak fokus."Tessa? Sayang, kamu dengar Mas, kan?" Rendra mencoba menyentuh tangan Tessa.Tessa menepis tangan tersebut. Punggung Aski lebih menarik dibanding tangan Rendra. Dia mengelus-elus lemb