Kembali riuh rendah tepuk tangan menghiasi sudut rumah ini selepas pidato singkat namun cukup padat dari Bu Dewi that serve as a steering committee and the owner of the gallery. Namun sebelum turun dari podium, beliau kembali mengambil mic dan mengucapkan beberapa patah kata yang rupanya belum tersampaikan tadi.
“And one more thing, I would welcome our artists to come and give their short speech to greet our guests, yes?” tanya Bu Dewi sambil menatap ke arah Pak Wayan dan Anyelir yang akhirnya telah kembali berdiri bersebelahan Pak Wayan dan Rengganis.
Kedua seniman tersebut menganggukkan kepa
DIPTADrama yang sedang bergulir dalam soirée ini membuat Dipta saling beradu tatap dengan Mas Sultan. Mereka berdua masih mencari celah dan situasi terbaik untuk masuk dan berbicara dengan Tedjo Sutikno demi tujuan utama mereka malam ini.“Kita tunggu Darius dan Nero. They should arrive soon,” ungkap Mas Sultan yang bersedekap di sampingnya.Dipta mengangguk pelan sambil memperhatikan kerumunan yang mulai menyemut di sekitar Tedjo Sutikno selepas pengumuman pertunangan putrinya dengan cucu Abisena Sastrowilogo barusan.Dipta ingin s
“Ini Dipta, dan juga ada Sultan, founder Noble Safeguards, Om. Ini sepertinya pertemuan pertama secara langsung, bukan?” Darius tak menghabiskan banyak waktu untuk basa-basi dan langsung mengenalkan dirinya beserta Mas Sultan di hadapan Tedjo Sutikno. Kursi roda elektrik Abisena Sastrowilogo telah terhenti sempurna di samping sofa tempat Tedjo Sutikno duduk. Dirinya dan Mas Sultan duduk di seberang sofa Tedjo dan mereka menganggukkan kepala ke arah Darius dan Raka yang berdiri di dekat meja kerja besar perpustakaan pribadi ini. “Ini berarti afiliasi sama Rahmat Trihadi, ya? Jika memiliki hubungan kerabat dengan Hendra Dharmawan dan Jeremy Rustam,” tukas Abisena dengan suaranya yang dalam dan serak. Sepertinya kakek tua itu telah membentangkan jarak yang jelas antara mereka. Bahwa Dipta dan Mas Sultan adalah outsider yang tak memiliki kepentingan dengan Tedjo Sutikno dan pendukungnya. “Well, Om Tedjo… Dipta dan Sultan memiliki kartu AS untuk menjatuhkan Rahmat Trihadi. They have th
Dipta dan Sultan mengangguk. “Ya, benar.”Abisena dan anaknya, Bima Sastrowilogo tertawa renyah mendengar talian informasi tersebut. “Mariana ada hubungan nggak dengan Deshinta ini? Mariana masih pegang jabatan direksi di stasiun tv keluarganya itu, ‘kan? Tapi posisi asisten produser nggak berdampak signifikan.” Bima menyahut, terpaku sendiri dengan pertanyaannya. “Ah boy, boleh ini sekali-kali kita kerjain Latif. Papa masih dendam sama keluarganya Mariana, how dare she divorced my son–” Suara serak Abisena kini dipotong dengan cepat oleh Darius. “Kakek, Tante Mariana Latif cerai sama Om Wira juga karena diselingkuhi. The divorce is final and it was years ago. Don’t act like your son is a saint,” sentil Darius dengan cepat. “Kakek juga orang yang paling pertama bergembira waktu Mama cerai dengan Papa karena main dengan artis horor itu.” Rupanya ucapan Darius barusan sukses membungkam Abisena. Well, sepertinya dinamika keluarga Sastrowilogo sangat kompleks. Mungkin karena keluar
“Lho? Sudah selesai rapatnya toh?” Dewi Sastrowilogo terperangah ketika melihat gerombolan pria yang berdiri di depan lift dengan beragam ekspresi yang tercipta di wajah mereka masing-masing. Raka yang kepalang kesal, Darius dan Nero yang getol ngecengin Raka, serta dirinya dan Mas Sultan yang kebingungan di tengah internal joke yang saling dilemparkan tiga serangkai ini. Mereka berlima memberikan jalan kepada tiga perempuan itu untuk keluar dari lift, dan menutup kembali pintu lift. Membatalkan rencana untuk turun demi berbincang dengan Bu Dewi dan rombongan kecilnya. “Mau ke mana kalian?” todong Bu Dewi. “Ke bawah, Tante. Mau ngerokok–” Darius menjawab sebelum berhenti ketika melihat istrinya melotot ke arahnya. “Err… cari angin di luar,” ralatnya buru-buru. “Temani kami saja, ini Ibu mau tunjukkan koleksi spesial Ibu kepada Amira dan Prajna, supaya mereka tahu beberapa pusaka dari Sastrowilogo,” tutur Bu Dewi yang membuat para lelaki mati kutu di tempat mereka berdiri. Amira
“Gue udah dapat lead tentang video itu. Setelah pengembangan investigasi dari informasi Grace Hariman, kita bisa tracing di mana mereka menyimpan file tersebut. Kemungkinan besar ada di kediaman Dhanu.” Nero bergumam. “Gue udah coba trace sisa-sisa file dari device Grace dan komplotannya. Sejauh ini memang tidak ada, tapi memang gue sejujurnya masih khawatir kalau gue melewatkan hal krusial,” ujar Mas Sultan menimpali. “Double confirm. Gue juga udah nyuruh anak buah gue–Reza, untuk mengecek kembali seluruh device Grace dan anak buahnya. Sudah bersih. Gue hampir yakin master file ada di tangan Dhanu.” Nero mengangguk setuju. Dipta menoleh ke arah Nero yang bersedekap. “Kita bagi tugas, gimana?” celetuk Nero tiba-tiba. Mas Sultan menaikkan sebelah alisnya. “Tell us, I am all ears.” “Tugas pertama adalah tarik master file dari Dhanu. By all means necessary. Bahkan sampai harus pakai jalan hacking, bribery, and well, you know–” Dipta mengangguk, mengerti ke mana arah pembicaraan Ner
ELA“Kamu mau sampai kapan tiduran terus, Sayang? Memang nggak pusing?” Suara bariton khas suaminya membuat Ela semakin nyaman bergelung di dalam selimutnya. “Hmm,” protesnya tanpa membuka matanya yang masih terasa berat. “Nanti kamu malam malah nggak bisa tidur, lho. Kacau semua jadwal tidurmu nanti. Terus nanti kamu malah nenggak espresso dan makin jadi itu GERD-nya! Ayo bangun dulu!” Kini Dipta tak hanya memintanya bangun. namun tangan lelaki itu sudah sibuk menjawil pipinya dan menggelitiki perutnya dengan leluasa. “Mas!” Suara protesnya semakin membesar.Susah payah Ela menepis tangan Dipta yang sudah mulai usil mengganggu kesenangan tidurnya pagi ini. Eh, ini masih pagi, bukan? Astaga, Ela masih begitu ngantuk! A little more sleep couldn’t hurt, ‘kan?Acara soiree semalam sukses membuatnya seperti zombie hidup hingga lepas tengah malam. Mereka berdua baru bisa kembali ke rumah hingga jam tiga dini hari. Bahkan Ela tak ingat apa yang dia lakukan setelah melepaskan sepatu yan
ELAKepalanya berkunang-kunang dan tubuhnya limbung. Dengan kepayahan dia berjalan merayap menuju president suite yang disediakan untuknya pada acara pertunangannya dengan Dhanu Anggara Trihadi. Pacarnya sejak dia berkuliah yang kini berpotensi menjadi putra RI 1 karena ayah Dhanu merupakan salah satu kandidat calon presiden pemilu mendatang. Merupakan sebuah keajaiban dia bisa memencet lift menuju lantai teratas hotel mewah tempat keluarga besarnya mengadakan pesta malam ini. “Ibu Ela, kamarnya di sini.” Sayup-sayup dia mendengar suara seorang perempuan yang berbaik hati menuntun dirinya. “Oh, terima kasih. Kepala saya begitu sakit,” ujar Ela dengan lirih. Mungkin jika tidak ditopang oleh penolongnya ini, bisa-bisa wajahnya terjerembab di lantai hotel bintang lima ini. “Iya, saya bantu untuk sampai ke kamar,” balas penolongnya. Pandangannya tak dapat fokus, dan dia tahu ada yang salah dalam dirinya. Namun sayangnya dalam keadaan seperti ini otaknya seperti berhenti bekerja dan
DIPTA Dipta seketika membuka matanya ketika dia terbangun dari tidurnya. Matanya mengernyit tatkala melihat lampu kamar terang benderang. Napasnya terhenti seketika tatkala dia menyadari di dadanya bersandar seorang perempuan yang tertidur pulas dalam pelukannya. “Ah, sial!” rutuknya pelan. Dia tak ingat kalau dia membawa perempuan ke dalam kamarnya tadi malam. Dalam memorinya yang terpecah dan blur, hal terakhir yang dia ingat adalah dia berkoordinasi dengan tim keamanan hotel dalam acara pertunangan putri bosnya–Elaina Gauri Dharmawan dengan Dhanu Anggara Trihadi. Putra pertama pemilik partai politik Pembangunan Indonesia Raya–Pak Rahmat Trihadi yang sedang mencalonkan diri sebagai calon presiden dalam kontestasi pemilu mendatang. Dipta mengerjapkan matanya sekali lagi, dia benci one night stand saat dia dalam keadaan standby bekerja. Menunjukkan secara gamblang penurunan profesionalitas yang dijunjung tinggi olehnya. Pagi ini seharusnya dia mengecek keadaan Elaina, put