Share

3. Apa dia nggak malu

"Mas ... Umi, aku duluan masuk ke kamar, ya?" pamit Yumna seraya berdiri.

Baru lima menit mereka makan malam seusai sholat Isya, tapi Yumna sudah lebih dulu menyelesaikan makanannya dan sekarang justru ingin langsung masuk ke dalam kamar.

"Habis makan jangan langsung tidur, Nak, nggak boleh," tegur Umi Mae menasehati.

Ustad Yunus hanya menatap istrinya sebentar sambil masih mengunyah nasi didalam mulut.

"Enggak kok, Umi, aku nggak mau langsung tidur," jawabnya yang terlihat malu-malu. Lalu menatap sebentar ke arah suaminya. "Mas juga jangan lama-lama makannya, aku tunggu Mas di dalam kamar, ya??" pintanya sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit.

"Uhuk! Uhuk!" Ustad Yunus yang melihatnya langsung tersendak, buru-buru dia pun menenggak segelas air yang baru saja Umi Mae tuangkan.

"Kenapa sih kamu, Nus, kok enggak pelan-pelan makannya?"

"Enggak kenapa-kenapa kok, Umi." Ustad Yunus menggeleng, lalu mengulas sisa air yang membekas dibibir atasnya.

"Nggak usah grogi gitu kali, Mas. Kan Mas yang pengen," goda Yumna sambil terkekeh.

Melihat suaminya tersendak tadi bukannya kasihan, dia justru merasa itu adalah hal yang lucu.

"Pengen apa sih, Nak?" tanya Umi Mae penasaran.

"Ini ... Mas Boy kepengen ngajakin aku bikin cucu buat Umi. Do'ain kita, ya, Umi?"

Mendengar itu, Umi Mae langsung membulatkan mata dengan binar kebahagiaan. Sedangkan Ustad Yunus sendiri sudah tepok jidat.

'Bisa-bisanya Yumna enteng banget ngomong ke Umi. Apa dia nggak malu, ya?' batinnya dalam hati. Dia juga membuang napasnya dengan kasar lalu kembali menenggak sisa air pada gelas.

"Benarkah, Nak? Syukurlah kalau gitu. Semoga lancar, ya ... Umi do'akan yang terbaik pokoknya."

"Iya, Umi, aamiin ... terima kasih. Kalau begitu aku duluan ke kamar, ya?"

"Ya udah."

"Dahhh, Mas!!" Yumna melambaikan tangannya ke arah sang suami, sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar.

"Manis banget si Yumna ya, Nak," puji Umi Mae sambil tersenyum kepada sang anak. Entah yang dia maksud manis itu orangnya atau sikapnya, tapi sepertinya dua-duanya. "Kayaknya sih dia udah beneran jatuh cinta deh sama kamu."

"Umi jangan langsung percaya. Nanti yang ada sakit hati."

Ustad Yunus sendiri terlihat biasa saja, karena bisa saja apa yang Yumna lakukan hanya dibuat-buat atas permintaan Papinya.

Dia juga tentu ingat, saat siang tadi kedua mertuanya pamit pulang—mereka sempat mengharapkan Yumna untuk segera hamil.

"Berharap sedikit 'kan enggak apa-apa, Nak. Lagian Umi perhatikan ... selama kamu sakit, Yumna sudah banyak berubah. Dia juga lebih perhatian sama kamu. Kamu pasti sadar itu, kan?"

"Iya, aku sadar." Ustad Yunus tak mengelakkan hal itu. Yumna memang sangat perhatian padanya, sampai sempat ingin menyuapinya makan meskipun ditolak. "Tapi Umi juga harus sadar kalau di rumah sakit ada Papi sama Maminya Yumna. Bisa saja mereka yang meminta Dek Yumna untuk melakukan hal itu."

"Tapi 'kan kalau sekarang mereka nggak ada, Nak. Jadi otomatis Yumna bersikap seperti itu karena memang keinginannya sendiri."

Meskipun sudah pernah dikecewakan, tapi nyatanya sikap Umi Mae masih sama seperti dulu terhadap Yumna. Terlihat jelas jika dia menyayangi menantu perempuan semata wayangnya itu.

"Bisa saja Papi atau Mami sempat telepon Dek Yumna, Mi, tanpa sepengetahuan kita. Kita 'kan enggak tau."

"Kamu nggak boleh berpikir seperti itu, Nak. Dan sejak kapan juga kamu ini su'uzon sama orang? Kan nggak boleh." Nasihat Umi Mae.

"Maaf ...." Dia akui, benar memang apa yang dikatakan Umi. "Bukan maksud mau su'uzon Umi ... cuma memang aku belum percaya sama Dek Yumna."

"Enggak apa, Nak." Perlahan lengan Umi Mae terulur, lalu menyentuh punggung tangan Ustad Yunus. "Umi maklum kok. Seiring berjalannya waktu kamu pasti bisa percaya padanya."

*

*

"Ohya, Papi sama Mami 'kan waktu itu sempat membelikan aku baju seksi. Apakah bajunya dibawa kesini dan ada dilemari?"

Seusai gosok gigi, Yumna melangkah menuju lemari kayu. Kemudian membuka salah satunya yang berisikan semua baju miliknya.

Dia memilah-milah baju yang dicari, dan akhirnya ketemu juga.

Ada tiga lingerie yang berhasil dia temukan. Dengan tiga model berbeda dan tiga warna. Tapi dari ketiganya itu sama-sama tipis dan berlubang pada area tertentu.

"Aku pakai yang warna hitam aja kali, ya?? Laki-laki 'kan suka warna gelap biasanya dan pastinya Mas Boy suka dengan warna baju ini."

Setelah dirasa sudah mantap dengan pilihannya, Yumna pun langsung mengganti pakaian. Kemudian menatap tubuhnya sendiri dari pantulan cermin.

Seketika wajahnya pun merona. Entah mengapa dia jadi grogi sekarang, ditambah jantungnya ikut berdetak lebih cepat.

"Seksi banget, ya, ternyata. Semoga Mas Boy suka deh." Buru-buru Yumna naik ke atas kasur, lalu duduk selonjoran seraya menyelimuti seluruh tubuhnya sampai leher.

Yumna sengaja, memilih untuk menyembunyikannya dulu. Biar nanti saat akan memulai, Ustad Yunus terkejut dan pasti keinginannya jadi makin menggebu.

"Mana, ya, Mas Boy? Kok lama banget, kenapa dia nggak masuk-masuk ke kamar?"

Sudah setengah jam menunggu sambil memerhatikan pintu, tapi rupanya belum ada tanda-tanda suaminya masuk ke dalam kamar.

*

*

Ustad Yunus secara tidak sengaja menemukan sebuah kotak bergambar wanita berbaju seksi di dalam dasbor mobil. Kotak tersebut berisi tissue magic yang pernah diberikan oleh Papi mertuanya pada hari pernikahannya dengan Yumna.

'Apa aku perlu menggunakan tissue magic untuk malam ini? Tapi bagaimana cara menggunakannya??' Ustad Yunus bertanya-tanya dalam hati, lalu membalik kotak itu untuk membaca petunjuk penggunaannya.

"Ustad Yunus. Assalamualaikum!"

Tiba-tiba, terdengar suara seseorang yang sangat familiar. Suara itu datang dari depan rumahnya dan orang tersebut sedang mengetuk pintu.

Ustad Yunus segera turun dari mobilnya, lalu mendekati sumber suara dan ternyata dia adalah Pak RT.

"Walaikum salam, Pak RT," jawabnya.

Pak RT terkejut, lalu menoleh ke arah Ustad Yunus. "Eh, Ustad. Bolehkah saya meminta bantuan Ustad, nggak?" tanyanya dengan wajah yang tampak cemas.

"Bantuan apa, Pak?"

"Adik ipar saya kesurupan, Tad. Tolong bantu untuk meruqiahnya." Pak RT langsung memegang lengan kanan Ustad Yunus, lalu tiba-tiba menariknya dan membawanya menuju motornya.

"Tunggu dulu, Pak, saya mau pamit dulu sama Umi dan istri saya!"

Ustad Yunus sudah langsung dibonceng dan dibawa pergi dari rumahnya. Pak RT tampak sangat panik.

"Ini darurat, Ustad, harus cepat. Saya takut adik ipar saya makan lemari. Soalnya dia ngamuk-ngamuk."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status