"Bersulang." seru tiga wanita itu sambil menyatukan kaleng minuman soda mereka bersama.
Di malam sebelum pertunangannya, Elsie mengajak Anna dan Nia untuk menghabiskan malam bersama sebelum pertunangan.
Walaupun bagi Nia perayaan ini sedikit melenceng, karena pesta semacam ini seharusnya diadakan di malam sebelum pernikahan —bukan pertunangan—. Namun itu bukanlah masalah besar. Mereka bisa berkumpul lagi di malam sebelum pernikahan nanti.
Lalu sambil melepaskan rasa lelahnya, Elsie memakan semua makanan yang sudah disediakan Nia sebagai tuan rumah, hingga membuat Nia terpaksa menghentikan manusia kelaparan itu.
"Berhenti makan. Besok upacara pertunanganmu, bagaimana jika nanti gaunnya menjadi kekecilan karena kau terlalu banyak makan?"
Di lain sisi, Anna hanya meminum sodanya tanpa menyentuh satu pun makanan. "Anna, makanlah. Kau terlihat kelaparan."
Bagaimana bisa dua orang yang berkebalikan itu dap
Dengan suara lagu yang mengalun sedih, Eizel duduk di kursi bar dapurnya dengan ditemani uap kopi yang perlahan hilang lenyap. Namun anehnya perasaan sedih yang berkumpul di dadanya tak segera menguap lenyap sama halnya dengan kopi ini. Bahkan rasa dingin yang membeku di dadanya tidak dapat terhangatkan dengan kopi sepanas apapun. Seakan ada sesuatu yang menghilang dan ia menyesal sudah kehilangan hal itu.Lalu matanya kini beralih kepada foto rusak yang ia sobek di depan wanita itu beberapa minggu yang lalu. Kini foto yang terbelah empat itu sudah bersatu kembali berkat lakban bening dan hatinya yang merindukan saat-saat itu. Namun sayang sekali, memperbaiki foto itu tak berarti ia dapat mengembalikan hubungannya. Karena kini hubungannya sudah benar-benar terputus tanpa dapat disatukan kembali, lantaran besok wanita itu akan bertunangan dengan pria lain.Meskipun hatinya belum dapat merelakannya, ia memaksa tanganya untuk membuang foto tak berguna itu ke tempat
Sesampai di rumah, Alvan berjalan menuju kursi sofanya dan melemparkan tubuhnya yang tak bisa mengatasi kesibukan jiwanya."Kakak, apa yang kau lakukan?" tanya adiknya yang sedari tadi sudah duduk di sampingnya dan merasa terganggu ketika ia duduk dengan tidak hati-hati."Ibu di mana?" tanyanya dengan suara yang sangat datar."Menurut Kakak, Ibu bisa kemana jam segini? Tentu saja ibu tidur. Lagipula Ibu harus menyimpan energinya karena besok dia akan sangat sibuk." jawab adiknya dengan suara yang sangat antusias melebihi Alvan, yang akan bertunangan besok."Memang jam berapa sekarang?" Alvan melirik jam dindingnya dengan punggung yang masih ia rebahkan di sandaran sofa. "Ah, jam dua belas.""Kenapa Kakak baru pulang?"Tanpa memikirkan dirinya yang lelah secara tubuh dan jiwa, adiknya berbicara dengan sangat semangat seolah energinya adalah batu baterai tanpa limit.Padahal sudah tidak ia jawab, gadis itu malah menambah pertanyaa
Acara pertunangan yang sudah dipersiapkannya selama beberapa minggu ini akhirnya akan dimulai. Suara melodi musik klasik mulai terdengar dari ruang acara dan para tamu pun perlahan berdatangan.Di dalam ruang tunggu, Elsie dan Alvan mencoba untuk menyimpan tenaga mereka yang akan terkuras habis untuk acara ini.Keduanya duduk dengan santai di kursi dengan pakaian dan riasan yang sudah diselesaikan sejak satu jam yang lalu."Bagaimana dengan kepalamu? Apakah masih pusing?" tanya Elsie pada Alvan yang tampak terkapar lemah dengan wajah yang letih. "Bagaimana bisa kau sakit di saat-saat seperti ini?"Dengan suara lemah, Alvan menyangkal kondisi tubuhnya yang jelas-jelas tidak sedang prima, "Aku tidak sakit, aku baik-baik saja."Elsie mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang paling sibuk di saat-saat seperti ini, tapi juga yang paling dapat diandalkan dalam kondisi semacam ini.["Halo."]"Anna, bisakah ak
Meskipun disertai banyak keributan, pertunangan mereka tetap berjalan seperti yang direncanakan. Dengan menggunakan topeng wajah setebal mungkin, mereka berlaku seolah tidak ada apapun yang terjadi. Namun itu tidak membuat masalah itu benar-benar menghilang."Alvan, apa maksud reporter tadi?" tanya ibunya ketika mereka sudah sampai di rumah.Alvan menggeleng dan menepis fakta itu, walaupun ia sangat tahu kalau kenyataannya sangat mirip seperti yang dikatakan oleh para reporter. "Tidak, ibu. Itu hanya berita bohong. Elsie akan segera mengadakan konferensi pers dan menuntut berita bohong tersebut."Lalu dengan langkah yang sangat marah, ibunya mendatanginya dan memukul dadanya, "Itu juga yang ibu harapkan. Namun kau tahu apa yang paling melukai ibu? Ibu ingin mempercayai kebohonganmu, padahal ibu tahu yang sebenarnya."Sejenak ibunya terdiam, tapi kemudian dia kembali memarahi Alvan yang berdiri di ambang pintu. "Kau pasti merasa sangat pintar. Kau su
Elsie mendatangi kediaman Eizel yang masih sama dengan rumahnya dua tahun yang lalu, di saat hubungan mereka masih baik.Dengan kemarahan ia menekan belnya, hingga akhirnya pintu rumah pria itu terbuka.Dalam kekesalannya, Elsie langsung mencengkram kerah pakaian itu sesaat setelah melihatnya dan menyudutkannya ke tembok."Kau, pasti kau kan yang melakukannya? Bukankah sudah kuperingatkan untuk tidak mengambil hartaku?"Pria itu tersenyum dengan sangat misterius. "Aku tidak akan menargetkan hartamu, tapi aku menginginkanmu.""Apa? Apa yang kaukatakan tadi?"Eizel menghembuskan napasnya dan ia berbicara dengan nada yang sangat berbeda dengan yang sebelumnya. "Jika memang aku yang melakukannya, aku tidak akan menargetkan hartamu, tapi aku pasti melakukannya untuk mendapatkanmu."Lalu dengan sangat santai pria itu membuka tangannya dan menjelaskan ketidakbersalahannya dengan sangat percaya diri. "Namun membocorkan hubun
Seperti rapat pada biasanya, Anna menyiapkan semua perlengkapan yang ada bersama beberapa pekerja magang yang ditunjuk untuk membantunya. Dari materi yang akan di sampaikan, hingga kopi yang disediakan di atas meja para direktur yang datang, ia yang bertanggung jawab.Lantaran ia sudah melakukan ini selama beberapa tahun, ia bisa mengerjakannya dengan sangat baik dan ia tidak lagi kewalahan seperti ketika pertama kali ia menjadi sekretaris direktur.Ia melihat jam tangannya, lalu mendapati bahwa sebentar lagi rapat akan dimulai. Namun di mana Direkturnya sekarang? Apakah ia sudah kembali dari rumah Eizel.Merasa perlu untuk mengingatkan Direktur Elsie, Anna pun mencoba menghubunginya.Baru nada dering pertama, Direkturnya sudah menjawab teleponnya sambil bertanya, ["Ada apa?"]"AKu hanya ingin mengingatkan kalau sebentar lagi rapatnya akan segera dimulai."["Ya, tenang saja. Aku sedang perjalanan menuju ke sana."] Tak hanya tugas
Dari televisi ruang kantornya, pemberitaan mengenai Elsie tidak juga berhenti. Mengapa mereka terus membicarakannya, ketika wanita itu bahkan bukan seorang artis? Apakah mereka tidak memiliki materi lain, sehingga mereka terus-menerus mengulang pembahasan yang sama bahkan tanpa sedikitpun perkembangan informasi.Benarkah mereka wartawan? Kenapa mereka lebih terlihat seperti beo yang terus mengulang-ulang pembicaraan."Wah, mereka merasa sudah menangkap ikan yang besar, sehingga mereka terus-menerus membanggakan hasil tangkapannya." komentar Nia sambil melihat televisi dengan perasaan sebal."Sudah, biarkan saja." jawab Alvan dari belakangnya yang membuatnya terkesiap lantaran terkejut dengan kehadirannya."Kenapa kau datang kemari?" tanyanya ketika melihat asistennya yang seharusnya bersembunyi dari publik yang terus menghakiminya, kini pria itu justru muncul di depan publik dengan sangat santai."Apa aku tidak boleh kemari?" Alva
Ini adalah kejadian yang sulit untuk Bella. Di satu sisi ia tahu kalau kakaknya sedang melewati masa sulit pasca pemberitaan itu, tapi di satu sisi ia juga merasa khawatir pada ibunya yang terlihat lebih menderita dibandik kakaknya.Bukan sebuah rahasia jika seorang ibu sangat mencintai anaknya. Begitu pula dengan kakaknya. Bukan hanya itu saja, kasih sayang ibunya pada kakak sulungnya itu tampak lebih berbeda dengan kasih sayang yang ia terima.Ia tahu kalau ibu menyayangi semua anaknya, tapi di hati seorang ibu ada anak yang seperti emasnya. Anak yang akan ia cintai dengan lebih, walaupun itu hanya bernilai satu persen lebih banyak. Begitu pula dengan Kak Alvan. Tanpa sedikitpun merasa iri pada cinta yang dia terima, Bella mengakui bahwa ibunya lebih menyayangi kakaknya.Bahkan jika semua kasih sayang itu dikalkulasi dan dihitung dengan angka, mungkin cinta ibunya pada Kak Alvan lebih banyak sepuluh hingga dua puluh persen. Itu semua karena kakaknya sang