Suara ketukan terdengar. Haidar yang sedang menyesap teh manis hangatnya, mengalihkan pandangannya. Ketukan pintu yang terus terdengar membuat Haidar akhirnya berdiri. Segera mengayunkan langkahnya untuk membuka pintu.Saat membuka pintu dilihatnya seorang pria. Jika Haidar boleh menebak. Mungkin usianya tiga puluh lima sampai empat puluh.“Maaf cari siapa?” Haidar menatap pria di depannya itu.“Saya ingin mengantarkan jas milik Pak Finn.”Haidar melihat jas yang terbungkus rapi dibawa oleh pria di depannya itu. Ternyata Finn sempat memesan jas untuk pernikahan. Jika dilihat jas yang dipesan Finn tampak mahal. Karena dari bungkus jas itu tertera brand ternama.“Finn sedang mandi. Anda bisa titipkan ke saya.”“Baiklah.” Pria tersebut memberikan jas pada Haidar. Kemudian berpamitan. Karena memang kedatangannya hanya untuk mengantarkan jas.Haidar masuk ke rumah. Tepat saat dia hendak ke kamar Finn, tampak pria itu keluar dari kamar mandi. Rambutnya tampak basah karena memang baru saja F
Pengantin sudah ada di kursinya masing-masing. Pernikahan pun dimulai. Pemuka agama mulai mengulurkan tangannya, untuk memulai ijab kabul yang akan dilakukan oleh Finn.Finn menjabat tangan pemuka agama. Jantungnya begitu berdebar-debar sekali. Dia merasa takut sekali. Padahal ini bukan pertama kalinya. Namun, tetap saja membuatnya ketakutan.Pemuka agama menjabat tangan Finn. “Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Finn Kalandra Sanjaya bin Adrean Sanjaya dengan Myesha Adia binti Bima Pratama dengan mas kawin emas seberat dua puluh koma sebelas gram dibayar tunai.”“Saya terima nikah dan kawinnya Myesha Adia binti Bima Pratama dengan mas kawin tersebut, tunai.” Finn mengucapkan dalam satu tarikan napas.“Saksi sah?” Pemuka agama bertanya pada saksi yang duduk di sampingnya.“Sah ….” Saksi menjawab.“Sah ….” Beberapa yang ada pun ikut memberikan jawaban.Pemuka agama pun menganggap pernikahan ini sudah sah.Myesha dan Finn bernapas lega. Karena akhirnya mereka dapat menikah lag
Finn dan Myesha masuk ke kamar. Ini pertama kalinya Finn masuk ke kamar Myesha. Kamar tampak begitu rapi. Ada beberapa boneka yang terpajang. Meja belajar lama, masih terlihat terawat. Mungkin walaupun pemiliknya tidak ada, masih ada yang menjaga.Myesha yang berada di dalam kamar bersama Finn. Walaupun pernah berada dalam satu kamar bersama Finn, tetap saja rasanya berbeda.“Jadi kamu tumbuh di sini?” Finn melihat-lihat sekitar. Memerhatikan kamar Myesha. Sama seperti rumah Myesha yang sederhana, kamar Myesha juga sederhana. Ini sama seperti Myesha saat pertama kali dilihatnya.“Iya.” Myesha mengangguk.Finn mengalihkan pandangannya pada Myesha. Dilihatnya sang istri hanya bisa tertunduk malu. “Kenapa malu?” Finn yang melihat hal itu tergelitik bertanya.“Rasanya canggung saja.” Myesha mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia merasa bingung berada di dalam kamar bersama Finn. Dengan status yang berbeda dengan yang dulu tentu saja membuatnya merasa ada yang aneh.Finn tersenyum.
Finn melepaskan tautan bibir dengan sang istri. Gerakan tiba-tiba Finn itu membuat Myesha sedikit terkejut.“Kenapa?” Myesha menatap Finn bingung.Finn yang duduk di tempat tidur, menggoyangkan tempat tidur. Derit ranjang terdengar. Itu menandakan jika ranjang akan berbunyi ketika digerakkan.“Ranjang ini sudah berapa lama tidak dipakai?” Finn menatap sang istri. Memastikan pada sang istri.Myesha memikirkan sambil menghitung kapan dirinya terakhir memakai tempat tidur ini. “Sepertinya sejak aku pergi ke ibu kota.”Finn sadar jika Myesha pergi ke ibu kota sejak lulus sekolah. Artinya sudah cukup lama sekali.“Kenapa?” Myesha masih bingung dengan yang dilakukan oleh Finn.“Aku yakin sekali kita jika gunakan akan berisik sekali. Derit ranjang akan terdengar sampai ke luar. Apalagi sepertinya tidak ada peredam suara di sini.” Finn melihat ke sekeliling.Myesha ikut melihat ke mana Finn melihat. Memerhatikan apa yang dilakukan oleh sang suami.“Memang apa yang kita lakukan sampai membuat
Myesha keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah karena dia memang baru saja keramas. Terbiasa di rumah Finn dengan pendingin ruangan memang membuat Myesha kepanasan di rumah ibunya. Sejak pulang dia memang terbiasa langsung mandi saat bangun tidur. Keringat selalu membanjiri tubuhnya.“Cie ... pengantin baru mandi keramas pagi-pagi.” Myeshi dengan polosnya menggoda sang kakak.Myesha membulatkan matanya. Adiknya benar-benar bar-bar sekali. Karena mengatakan hal itu. Padahal dia masih sekolah.“Jangan asal bicara kalau tidak tahu.” Myesha memberikan peringatan pada adiknya.“Aku tidak asal bicara. Mbak Myesha baru menikah. Pasti semalam kalian ....” Myeshi tidak mengantung ucapannya. Justru tertawa. “Makanya Mbak Myesha mandi keramas.” Dia melanjutkan ucapannya.Ternyata itu yang dipikirkan sang adik. Myesha benar-benar tidak habis pikir. Bisa-bisanya sang adik berpikir jika semalam dia dan Finn melakukan malam pertama. Padahal semalam mereka hanya tidur saling berpelukan.“Kamu ini, m
Finn keluar dari kamarnya. Bergabung dengan istri, mertua, dan adiknya di ruang makan. Entah kenapa Finn malu sekali dengan mereka semua. Tatapan mertua dan adiknya sedikit aneh. Mungkin karena mendengar suara jeritan Myesha tadi. Dipikir mereka sedang mantap-mantapan. Padahal mereka tidak melakukan apa pun.“Bu, nanti Finn mau ajak Myesha ke dokter. Apa ibu mau ikut?” Finn memilih mengalihkan perhatian ibu mertuanya. Dari pada ditatap dengan tatapan aneh.“Tentu saja ibu mau ikut.” Bu Mirna begitu bersemangat. Dia mau ikut dengan Finn dan Myesha yang sedang akan ke rumah sakit untuk memeriksakan cucunya.“Memang Mbak Myesha kenapa ke dokter?” Myeshi memang tidak tahu jika kakaknya hamil. Ibu dan kakaknya sengaja menyembunyikan itu semua karena merasa tidak baik jika dicontoh oleh adiknya.“Mbak hanya tidak enak badan. Jadi mau ke dokter.” Myesha pun langsung menjawab. Tak mau adiknya curiga. “Kamu sekolah ‘kan?” Myesha tersenyum pada sang adik.Myeshi percaya saja yang dikatakan sang
Finn, Myesha, dan Bu Mirna ke apotek. Karena banyak yang sedang menunggu obat, mereka duduk terpisah. Myesha duduk bersebelahan dengan Finn, sedangkan Bu Mirna duduk sendiri.“Kenapa tadi tanya seperti itu?” Myesha berbisik pada Finn.“Memang kenapa?” Finn dengan polosnya menjawab. Tanpa berpikir dirinya salah.“Tadi ada ibu, kenapa bertanya saat ada ibu?” Myesha mengingatkan Finn akan hal itu.Finn mengingat jika tadi ada ibu mertuanya. “Aku lupa.” Dengan polosnya Finn tersenyum. Dia jadi malu sendiri ketika mengingat itu semua.Myesha hanya menekuk bibirnya. Suaminya benar-benar tidak tahu malu.“Sayang, tapi jawaban dokter tadi ambigu. Aku bingung.” Finn merasa bingung dengan jawaban dokter. Antara boleh dan tidak. Jadi dia bingung memilih yang mana. Antara mau melakukannya atau tidak.Myesha melihat jelas jika Finn memang ingin. Jadi wajar sampai bertanya pada dokter. “Bukankah dokter bilang boleh asalkan pelan-pelan.” Myesha mencoba mengingatkan pada Finn.“Jadi menurutmu kita b
“Kita langsung pulang?” tanya Myesha memastikan.“Iya, agar ibu tidak curiga. Kita hanya bilang mau ambil barang-barang ‘kan.” Finn ingin berlama-lama, tapi merasa tidak enak dengan mertuanya. Dia merasa jika sang mertua.“Kalau begitu akun keringkan dulu rambutku.” Myesha segera mengambil hair drayer. Dia memilih duduk di kursi sambil mengeringkan rambutnya.Finn menatap sang istri. “Kenapa dikeringkan?” tanyanya.“Nanti ibu lihat aku pulang dengan rambut basah. Yang ada dia berpikir kita baru saja melakukannya. Yang walaupun benar jika kita melakukannya.” Tangan Myesha masih bergerak mengeringkan rambutnya.Finn tersenyum. Yang dikatakan sang istri ada benarnya juga. Bisa jadi jika mertuanya itu tahu jika mereka berdua pulang dengan keadaan rambut basah. Walaupun bukan masalah baginya mengingat kini mereka sudah sah. Tetap saja itu membuatnya merasa tidak enak.Finn mengayunkan langkahnya menghampiri sang istri. Tepat di belakang sang istri, dia mengambil alih hair dryer. Mengeringk