"Hei...Mau kemana!” teriak Arion membuka bagasi belakang mobil.
"Mau masuk." Thalita menunjuk pintu masuk dengan telunjuknya. Mereka sudah sampai di puncak, matanya sembab karena bangun tidur.
"Lalu kopermu yang segede kingkong ini.” Arion meletakan koper hitam ke depan Thalita. Tidak perduli wajah gadis itu berubah cemburut.
"Kirain kau yang bawa masuk," ujar Thalita. “Kau kan laki-laki,” gumamnya pelan.
"Gunakan tanganmu!” Arion melewati Thalita. Dengan malas Thalita menyeret kopernya. Matanya langsung dimanjakan dengan pemandangan pegunungan.
"Kalian sudah sampai.” Ratna menyambut Arion lalu mencari seseorang, “Dimana istrimu?”
Arion memutar matanya, “Masih di belakang.”
Arion masuk ke kamar dengan perasaan emosi yang terlihat dari matanya. Dia melihat Thalita sedang duduk di sofa sambil membaca buku novelnya. Thalita terkesiap melihat Arion yang sudah di depannya dipikir laki-laki itu akan lama berkumpul bersama kawan-kawannya."Apa yang kau lakukan di sini? Kau tahu aku mencari kemana-mana!" bentak Arion."Aku ...Aku bosan di luar. Bingung mau berbuat apa. Aku pikir kau nggak akan mencariku, kau sibuk dengan kawanmu," jawab Thalita.Arion menatap Thalita dingin."Jangan banyak alasan Thalita! Harusnya kau menjaga perasaan orangtuku. Mereka yang membuat acara ini. Sialan!"Thalita beranjak dari tempatnya, dia takut mendengar suara Arion yang meninggi."Kau pikir kau siapa! Kau ingin orangtuaku malu karnamu, bahkan kau tidak layak mendapatkan perhatian dari mareka."Thalita menundukkan kepalanya merasa bersalah. Tapi, tadi dia sudah menemani ibu mertuanya menyalami tamu-tam
Andre tidak sengaja bertemu Thalita, akhirnya mereka mengukur jalan bersama dengan lari pagi. Andre tidak menyangka Thalita gadis yang suka olahraga juga. Udara sangat sejuk terasa segar tanpa polusi."Bentar, Lit." Andre membungkuk sambil memegang lututnya yang sudah mulai keram, nafasnya ngos-ngosan."Kita terlalu banyak berhenti dibanding larinya, Ndre. Laki-laki enggak boleh lemah dong. Kau jarang olahraga ya? Kau harus lebih sering olahraga, supaya terbiasa," gerutu Thalita. Dia lari di tempat dekat Andre."Aku sering olahraga, tapi kali ini aku menyerah. Mungkin karena tadi malam banyak minum." Andre beralasan. Ia mengelap keringatnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya."Jangan banyak alasan. Bilang saja sudah enggak kuat, harusnya aku enggak lari pagi denganmu. Kau membuang waktu saja.""Kau melampiaskan kesalmu dengan lari pagi ini." Andre tertawa kecil. "Wajahmu semalam sangat muram. Kau cemburu? Biar kutebak, kau pasti menangi
Thalita menarik selimutnya menutupi tubuhnya. Air matanya kembali menetes. Hatinya sangat kacau bukan karena apa yang mereka lakukan tapi dengan keadaan yang sebenarnya. Arion merangkul Thalita dari belakang, kepalanya mendekati kepala Thalita, dia menyukai wangi rambut istrinya. "Jangan menantangku. Jika kau berani-beraninya meninggalkanku. Kau akan menyesal," bisik Arion. Thalita hendak bangkit, namun tangan Arion menahan tubuh Thalita hingga mereka berhadapan. Dia mengusap pipi Thalita dan mencium bibir istrinya yang ranum. Ia menekan tengkuk istrinya memperdalam ciumannya .Thalita menarik mundur tubuhnya. "Aku mau ke kamar mandi," ucapnya. Arion mengangguk dan melepaskan pelukannya, dia tersenyu
Arion mengelilingi apartemennya. Dia tidak menemukan Thalita dimana pun. Nomornya juga tidak aktif. Semalam Arion tidak pulang, menghindari Thalita. Pertengkaran mereka membuatnya frustasi. Kini ia menyesal dan ingin memeluk istrinya."Den. Mbok ketemu ini di atas meja makan." Mbok Nur memberikan amplop pada Arion.Arion yang hendak pergi mengurungkan niatnya dan duduk di sofa sambil memegang amplop dari Mbok Nur."Mbok dateng Non Thalita enggak ada di rumah," ucap Mbok Nur. Arion mengusap wajahnya dengan rasa frustasi mengobrak-abrik egonya.Arion terdiam, tangannya gemetar saat membuka amplop dari Thalita. Arion membaca bait demi bait isi surat Thalita. Hatinya tersayat-sayat. Arion melipat surat Thalita yang sudah habis dia baca, begitu terpukul menerima keputusan istrinya. Dia masih belum percaya Thalita sudah meninggalkannya.ThalitaDia melangkah ke kamar Thalita, be
Sebulan kemudian..Sudah sebulan Arion pontang-panting mencari Thalita. Pekerjaaannya juga jadi terbengkalai, hidupnya berantakan, pikirannya hanya pada Thalita.Berulang kali dia ke rumah Renata tapi hasilnya nihil, dia menyuruh pengawal untuk membuntuti Renata ke mana pun pergi. Hasilnya tetap saja sama. Thalita seperti ditelan bumi. Andre sudah mencari keberadaan Thalita, secuil informasi pun tidak ia dapat. Ternyata, Thalita sangat pintar bersembunyi.Arion sangat terluka dengan kepergian Thalita, tapi wajar saja Thalita sangat marah terlalu banyak kejadian di puncak yang membuat Thalita sakit hati semua itu karena ulah dirinya sendiri, Arion meruntuki dirinya."Sudah sebulan, Rion. Apa kau akan terus begini? Ini bukan seperti dirimu. Kau harus menyemangati dirimu sendiri supaya bisa mencari Thalita lagi," ujar Ardi yang sedang menemani Arion disalah satu bar."Hidupku hancur, Dii. Dia
"Sampai kapan kau di sini, Lit? Aku bukannya mau mengusirmu dari kontrakanku yang tak seberapa ini. Tapi perutmu semakin lama semakin besar lhoo," ucap Davina, sahabat SMA Thalita. Mereka bertemu kembali saat Thalita ingin memeriksa kandungannya.Thalita menceritakan semuanya tentang Arion pada Davina. Temannya itu masih mengingat dengan orang yang Thalita tabrak saat di Bali.Dari awal mereka bertemu, saat Arion memaksa menikah dengannya dan Arion membayar semua hutang-hutangnya, hingga perubahan sifat Arion. Thalita menceritakan semuanya, Davina pun merasa bersalah.Thalita menumpang di kontrakkan Davina, karena bingung mau kemana perginya. Mau ke tempat Renata, takutnya Fara akan tahu dan memberi tahu Arion."Aku masih bingung Vin, mungkin aku akan mencoba pindah keluar kota. Mencoba hidup baru bersama anakku." Thalita mengelus perutnya, usia kandungannya hampir dua bulan."Bicara dengan Arion, Lit. Kalian sudah punya anak. Mungkin dia akan beru
Setelah menunggu Davina pulang kerja, Thalita mengajak Davina untuk singgah ke restoran Eropa, mungkin bawaan bayi Thalita. Dia ngidam masakan luar. Awalnya Davina menolak karena makan di restoran seperti itu pasti mahal, tapi dari pada bayi Thalita ngences dia menuruti. Ketika masuk ke dalam restoran, melihat background gambar masakan Perancis saja Thalita sudah menelan ludahnya. "Lit, tumben kau mau makan masakan seperti ini. Biasa juga selera kamu kampungan,” ujar Davina seraya menarik kursi untuk duduk.Thalita mengelus perutnya yang belum terlalu besar, belum kelihatan seperti ibu hamil. "Bawaan bapanya, Vin. Bapaknya suka banget masakan Perancis,” jawab Thalita. Mengelus perutnya. "Sekarang baru aku yakin anakmu bapaknya orang kaya,” sindir Davina dengan tawa kecil.
Fara masuk ke kantor Arion. Laki laki itu sedang sibuk berkutat dengan laptopnya. Tanpa ada suara Fara sudah berdiri di depan meja Arion sambil melipat tangan dengan wajah kesal.Helaan nafas panjang Fara terdengar jelas, tapi yang di depanya sama sekali belum menyadari keberadaannya. Andre yang mengikuti Fara mengambil posisi enak dengan duduk di sofa."Ehemm.""Far, kau datang."Arion melihat Fara sejenak kemudian kembali fokus pada laptop-nya.Fara menarik kursi di depannya dengan kesal sambil melihat wajah tunangan yang menyebalkan. Dia tahu Arion itu gila kerja dan sangat cuek terhadap apa pun. Nilai plusnya Arion bisa menjadi pendengar radio yang rusak untuknya."Kau tahu kan kita hari ini janjian?"tanya Fara tangannya menyentuh meja dan menatap Arion."Hm.""Hanya itu jawabanmu?" Fara mengerutkan dahinya menatap Arion."Aku sud