Malam harinya, Liam kembali mengajak Elena ke Kafe tempat mereka bertemu. Namun kali ini mereka tidak datang sendiri, tapi datang bersama sebagai pasangan pengantin baru. Dan tanpa Elena sangka, ternyata Liam membuat pesta kecil di Kafe itu, untuk merayakan pernikahan kilatnya dengan Elena, sekaligus memproklamirkan kepada penduduk lokal juga pelayan Kafe kalau saat ini ia tidak lagi single.
"Astaga, ini tidak perlu, Liam," desah Elena. Ia merasa malu karena malam itu telah menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya.
Apalagi dengan tatapan menyelidik Fynn yang terus terarah padanya, pria itu pasti menunggu penjelasan darinya, namun dengan adanya Liam, mereka tidak dapat berbincang lama tanpa membongkar identitas Elena pada pria itu.
Ya, mereka sedang duduk di bar, tepat di depan Finn yang sesekali sibuk meracik minuman pengunjung lainnya.
"Perlu. Mereka harus mengetahui istri dari pemilik Kafe ini," kekeh Liam.
"Jadi, Kafe ini milik kamu?"
"Ya, sekarang kamu pun secara resmi menjadi pemilik kafe ini juga."
"Aku tidak bisa mengelola Kafe, aku hanya bisa menghabiskan uang saja di Kafe," ujar Elena dengan polosnya, karena dulu ia memang sering menghabiskan waktunya di Kafe jika waktunya sedang senggang.
Mengira Elena hanya becanda, Liam pun terkekeh pelan, ia sama sekali tidak menganggap serius pernyataan Elena itu. Tangan Liam merogoh saku belakang celananya untuk mengeluarkan dompetnya,
"Diingatkan tentang menghabiskan uang, peganglah kartu ini, kamu bisa menggunakannya sesuka hatimu!" seru Liam sambil menyerahkan black card miliknya pada Elena.
Elena tahu betul kartu jenis itu, yang hanya dapat dimiliki oleh kalangan tertentu saja. Dengan segera ia mengetahui kalau pria yang baru saja ia nikahi bukanlah berasal dari kalangan biasa. Ia sendiripun memiliki kartu itu, pemberian daddynya tentu saja.
Kekhawatiran kembali menguasainya, bagaimana kalau ternyata Liam mengenal dekat keluarganya? Atau bagaimana kalau pria itu mengenal Henry?
Elena menggeleng pelan seraya menyanggah dugaannya itu. Karena tidak mungkin Henry memiliki hubungan dengan pria yang terlihat liar seperti Liam. Apalagi mommy dan daddynya.
Mengingat kemungkinan itu membuat Elena sedikit merasa tenang. Ya, keluarganya pasti tidak mengenal Liam, terlebih lagi ia tidak melihat Liam di pesta keluarga saat itu. Padahal semua rekan bisnis Henry dan daddy mereka mendatangi pesta itu.
"Kamu tidak mau menerimanya?" tanya Liam saat Elena hanya menatap kosong kartu di tangannya.
"Eh iya, terima kasih." Elena mengambil kartu itu dan memasukkannya ke dalam saku bajunya. Ia sedikit tersentak saat tiba-tiba Liam mendekatkan wajahnya ke pipinya,
"Pinnya adalah tanggal pernikahan kita," bisiknya sebelum mengecup pipi Elena, seketika itu juga Elena merasakan gelenyar-gelenyar nikmat yang kembali dibangkitkan oleh pria itu.
"Liam, kita sedang di tempat umum," tegur Elena.
"Memangnya kenapa? Apa ada larangan mengenai hal itu?" tanya Liam sambil mengusap lembut pipi Elena.
Ya Elena lupa kalau ini bukanlah negaranya, bukanlah kalangan yang memiliki status sosial yang mengharuskannya menjaga sikap dan kehormatan di manapun ia berada. Kalangan yang beberapa dari mereka masih terasa kolot dengan tetap memegang teguh norma-norma yang terasa ketinggalan di zaman yang serba modern dan bebas ini.
Jadi, Elena tidak dapat mencegah saat Liam menyatukan bibir mereka. Malah Elena tanpa diminta langsung membalas ciuman suaminya itu, tidak dalam hanya berupa kecupan ringan saja.
"Ck, aku jadi ingin segera kembali ke Villa kita," desah Liam saat menyudahi ciumannya.
Elena tanpa sadar mengerang protes, ia masih ingin terus menikmati bibir lembut Liam, atau merasakan usapan lidah Liam di rongga mulutnya.
"Sabar sayang, kamu tunggu di sini sebentar ya, ada yang ingin aku bicarakan dengan pria yang berdiri di ujung sana," pinta Liam sambil menunjuk pria yang ia maksud.
Setelah Elena mengangguk pelan, Liam pun segera meninggalkannya untuk menghampiri pria yang tidak Elena kenal itu.
"Menikah? Yang benar saja! Apa kamu sedang menggali kuburanmu sendiri. El?" tanya Fynn yang sedikit menyondongkan tubuhnya agar hanya Elena saja yang dapat mendengar suaranya.
"Aku pun tidak tahu, Fynn. Semua terjadi begitu saja," desah Elena.
"Aku tahu Bossku itu memang memiliki daya tarik tersediri untuk para wanita, terutama wanita polos sepertimu, El. Tapi aku tetap tidak menyangka kalau Elena yang selama ini aku kenal selalu berhati-hati dalam hal apapun, kini ceroboh sekali. Ada apa denganmu?"
"Ada apa denganku? Aku pun tidak dapat menemukan jawabannya, Fynn. Aku hanya bingung, aku tidak tahu harus melakukan apa setelah terusir dari rumah yang menjadi tempat ternyaman dan teraman untukku. Ditambah lagi aku setengah mabuk saat itu, dan yaa ... Aku tidak dapat menolak pesona Liam," aku Elena. Apalagi sentuhan-sentuhannya yang berhasil membuatnya candu.
Sekarang setelah mereka sering melakukan itu, bagian intim Elena telah terbiasa menyambut bagian pribadi Liam, bahkan begitu antusiasnya menginginkan Liam memasukinya lagi dan lagi.
"Wajahmu memerah!" sungut Fynn.
Elena menepuk pelan kedua pipinya, "Pasti karena minuman yang kamu berikan padaku tadi," elaknya.
"Pikiranmu sedang mesum, ya kan?" Fynn dapat menebaknya dengan tepat.
"Astaga, tentu saja tidak. Kamu seperti tidak mengenalku saja, Fynn!"
"Justru karena aku sangat mengenalmu, El. Aku tahu betul mau sebanyak apapun kamu minum, tidak akan sampai menyebabkan wajahmu memerah. Sudah akui saja kalau kamu sedang bergairah sekarang pada suamimu itu."
"Konyol! Mendugalah sesukamu aku tidak akan peduli!" sungut Elena sebelum menghabiskan minumannya.
"Apa aku harus memberitahu Henry mengenai hal ini?" Pertanyaan Fynn membuat Elena tersedak. Dengan sigap Fynn mendorong segelas air mineral ke arah Elena yang langsung menghabiskannya,
"Apa kamu sudah gila? Jangan! Aku tidak akan memaafkanmu kalau sampai kamu memberitahu Henry keberadaanku, apalagi mengenai pernikahanku dengan Liam!" ancam Elena setelah batuknya mereda.
Fynn baru akan meresponnya lagi ketika terdengar suara Liam yang meminta Elena untuk dansa dengannya, "Kemarilah Wifey, mereka meminta dansa pertama kita!"
"Pergilah, jangan biarkan suamimu menunggumu," gumam Fynn sebelum kembali melayani pengunjung lainnya.
Elena bergegas turun dari barstoolnya untuk menghampiri Liam yang telah mengulurkan tangan padanya. Bersama dengan pengunjung lainnya mereka pun mulai bergerak mengikuti alunan musik latin yang mengiringi dansa mereka. Elena telah lama memperhatikan dansa ini, jadi ia sudah tahu langkah apa saja yang harus ia ambil,
"Entah sudah berapa pria yang dansa denganmu. Tapi setelah menjadi istriku, aku akan melarangmu melakukan dansa ini dengan pria lain tanpa seizinku!" tegas Liam.
"Astaga, baru dua hari kita menikah dan kamu sudah cemburu saja," kekeh Elena.
“Aku tidak sedang cemburu, El. Aku hanya tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang jawab pertanyaanku, apa hubunganmu dengan Fynn? Ada hubungan apa di antara kalian?”
“Aku tidak sedang cemburu, Wifey. Aku hanya tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang jawab pertanyaanku, apa hubunganmu dengan Fynn? Ada hubungan apa di antara kalian?”"Dan itu sebutannya apa yang lebih tepat kalau bukan cemburu?"Apa Liam akan mengelak lagi? Atau itu hanyalah khayalan Elena saja? Liam cemburu padanya? Suatu hal yang paling mustahil terjadi."Mengamankan apa yang sudah menjadi milikku."See? Ternyata memang Elena saja yang terlalu banyak menduga-duga. Lagipula dengan wajah dan tubuh seindah itu, mana mungkin Liam tertarik padanya, di saat pastinya banyak wanita yang bersaing memperebutkan perhatiannya."Oh ya ya ... Mengelaklah sesukamu, Liam. Lagipula tadi aku hanya becanda saja, bagaimana pria sepertimu yang aku yakin sekali tidak akan pernah kekurangan wanita cantik bisa cemburu padaku yang tak terlihat ini."Gerakan dansa Liam terhenti dan Elena nyaris tersandung kaki pria itu,"Kamu bukan hantu, Wifey.""Yang bilang aku hantu siapa
"Kita akan bercinta di sana, karena aku sudah tidak dapat menahannya lagi.""Astaga Liam, bagaimana kalau ada yang melihat?""Sebaiknya kamu lihat ke sekelilingmu, apa yang sedang mereka lakukan?"Dan Elena pun terdiam. Karena beberapa pasangan lainnya tengah memadu kasih di tempat yang mereka rasa cukup aman. Yang pastinya akan menjadi sebuah skandal yang sangat memalukan jika Elena yang melakukannya."Tidak, aku tidak mau di sini! Lebih baik kita kembali ke Villa saja," pintanya dengan panik."Tidak akan ada yang mengganggu kita, Wifey." bujuk Liam yang tidak paham sama sekali apa yang sedang menjadi dilema untuk Elena.Elena menghentak kasar tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Liam, bersamaan dengan langkah kakinya yang terhenti, "Aku tidak mau! Melakukan hubungan itu di tempat umum seperti ini, di mana siapapun dapat melihat kita? Aku tidak dapat melakukannya, Liam!"Bahkan saat tengah luar biasa marah atas ide gila Liam itu, suara Elena masih terdengar sangat lembut
Sebenarnya ia tidak sedang mengelak, karena malam itu ia memang sedikit mabuk, dan setengah akal sehatnya sudah pasti akan terlelap, dan setengahnya lagi tidak bekerja dengan baik.Ya, pasti karena itu."Kalau tahu akan seperti ini, seharusnya aku membiarkan kamu setengah mabuk sebelum kita melakukan perjalanan panjang ini.""Jadi, kita non stop ke Miami?""Kenapa pertanyaanmu itu terdengar seperti sebuah keluhan? Kamu tidak kuat melalui perjalanan panjang selama delapan jam?" tanya Liam."Sejujurnya ya. Umm, bisakah kita berhenti di suatu tempat, aku butuh merenggangkan kakiku agar tidak bengkak," pinta Elena."Sudah pasti kita akan berhenti nantinya, Wifey. Kita akan bermalam di salah satu hotel nanti."Saat itu Elena pun bernapas dengan lega. Ia selalu merasa tidak nyaman jika hanya berdiam di satu tempat saja dalam waktu yang lama."Syukurlah. Tapi kenapa harus bermalam? Istirahat satu atau dua jam saja sudah cukup kok untukku.""Aku ingin kita sampai di rumahku tepat sebelum maka
Miami, salah satu kota yang menawarkan penduduknya limpahan sinar matahari. Kota yang kaya akan budaya, bisnis yang berkembang pesat, makanan kelas dunia, dan lebih banyak lagi pesona yang kota ini tawarkan, termasuk juga pantai indahnya, serta kehidupan malamnya yang semarak.Rumah keluarga Liam sendiri terletak di barat daya downtown Miami, Coral Gobles. Salah satu kota tertua di South Florida. Rumah yang terlihat begitu mewah dan Artsy. Jelas sekali Arsitek dan Interior Decorator rumah itu begitu menguasai arsitektur yang berseni tinggi. Rumah dengan desain Mid-Century Modern itu menggunakan material beton, kayu eboni, dan kaca di hampir di seluruh bagian rumah. Sehingga terkesan modern, maskulin dan sophisticated.“Sudah siap bertemu dengan keluargaku?” tanya Liam sebelum menggandeng lengan Elena yang tengah mengagumi rumah mewahnya itu.Elena membetulkan letak kacamatanya sebelum mendesah pelan dan menjawab, “Siap tidak siap, aku harus siap.”Liam pun tergelak,. “Astaga, aku sep
Selesai membersihkan dirinya, Elena tidak menemukan Liam di balkon, tempat terakhir Liam terlihat. Bahkan di ruang santai kamar mereka pun suaminya itu tak terlihat juga.Mengira Liam telah lebih dulu turun untuk makan, Elena pun keluar dari kamarnya menuju dapur, aroma makanan seketika menyeruak masuk ke dalam lubang hidung Elena, membuat perutnya terasa bergolak bersamaan dengan rasa lapar yang tiba-tiba saja ia rasakan."Kenapa kamu menikah dengan wanita asing? Wanita yang bahkan asal-usulnya kamu sendiri pun tidak mengetahuinya! kenapa kamu bisa seceroboh itu, Liam? Bagaimana kalau ternyata wanita seorang buronan? Seorang penjahat? Atau bagaimana kalau dia seorang pelacur? Astaga Liam, apa kamu sudah kehilangan akal sehatmu?"Terdengar cecaran pertanyaan seorang wanita yang membuat langkah kaki Elena terhenti. Mungkinkah wanita itu adalah mommynya Liam?Buronan? Penjahat? Pelacur? Ya Tuhan ... Elena sungguh tidak menyangka keluarga Liam mengira ia serendah itu."Siapa dirinya, dan
"Wanita itu bukanlah seorang wanita penghibur. Karena aku yang pertama dengannya! Jangan bilang aku bodoh karena tidak bisa membedakan mana wanita yang masih suci dan mana yang tidak!""Apa kamu yakin?" Tetap saja mommy Yvette meragukannya."Aku bukan anak kecil lagi Mom yang tidak bisa membedakan wanita yang masih virgin dan yang sudah tidak virgin lagi. Apa selama ini Mommy tidak pernah mendengar reputasiku sejauh menyangkut wanita?""Tentu saja Mommy pernah mendengarnya. Reputasi sialan yang membuat Mielda ragu untuk melanjutkan hubungan kalian ke jenjang yang lebih serius lagi!""Apa Mommy yakin reputasi itu yang membuat Mielda pergi dariku?" Elena dapat menangkap nada sinis di dalam pertanyaan Liam pada mommynya itu."Ya, memangnya alasan apa lagi? Kamu tidak hanya tampan, tapi juga salah satu billionaire paling berpengaruh di negara ini. Wanita mana yang tidak akan tergoda padamu, Liam? Tapi Mielda sepertinya berbeda dengan para wanita yang mengejarmu itu, atau barisan mantan ke
Sebelum mendatangi restoran mewah yang Liam maksud, pria itu mengajak Elena memasuki salah satu butik yang hanya orang tertentu saja yang dapat memasukinya, saking eksklusifnya butik tersebut. “Apa kamu yakin? Harganya pasti mahal sekali, Liam.” Bukan asal tebak, beberapa pakaian Elena di London juga keluaran brand tersebut. Jadi Elena tahu betul berapa jumlah uang yang harus mereka rogoh untuk salah satu koleksi terbaik brand ternama itu.“Harga bukan masalah untukku. Lagipula, aku tidak mau ada yang merendahkan istriku lagi. Dan terutama, untuk memasuki restoran itu kita harus menggunakan pakaian resmi.”Elena melihat pantulan dirinya di cermin yang terdekat dengannya. Saat ini ia hanya mengenakan pakaian santai saja, celana jeans belel yang dipadukan dengan kaos yang terlihat kebesaran di tubuhnya.“Aku pasti akan langsung diusir jika tetap mengenakan pakaian ini,” gumamnya.Ia tahu memang ada beberapa restoran yang menuntut kesempurnaan bukan hanya dari segi makanan yang mereka
Namun kalau ia Bertemu dengan seseorang yang telah lama mengenalnya, pastilah identitasnya akan ketahuan detik itu juga. Jadi, Elena hanya berharap ia tidak bertemu dengan seseorang yang mengenalinya. Semoga saja Tuhan masih berbaik hati padanya.“Anda suka, Mrs. Payne?”“Ya, suka sekali. Terima kasih untuk kerja keras kalian. Aku terlihat seperti seorang princess saja,” kekeh Elena."Anda sudah cantik secara alami. Kami hanhya menonjolkan saja kecantikan anda yang tersembunyi itu, Mrs. Payne. Kalau anda sudah siap, kita bisa menemui Mr. Liam sekarang.""Ya, saya sudah siap. Tolong tunjukkan jalannya." Butik itu terlalu luas, Elena belum menguasai seluk-beluknya.Dan saat ia kembali ke ruang utama, Liam yang tengah menunggunya itu pun tak bisa menutupi keterpukauannya pada penampilan Elena, lehernya bergerak naik turun tiap kali pria itu menelan salivanya. Jelas sekali penampilan baru Elena membuatnya tak dapat berkata-kata.“Kamu cantik sekali, Wifey. Aku jadi ragu untuk membawamu ke