Alarm pertanda bahaya menjerit meraung-raung. Memenuhi langit malam yang semakin gelap dan dingin. Semua Polisi Alastor sibuk berlarian ke sana kemari. Beberapa warga yang tinggal di dekat Kantor Polisi Alastor pun mulai mengeluhkan alarm yang sudah berbunyi sejak satu menit sebelas detik yang lalu.
Namun, sebelum para warga datang untuk melayangkan keluhan, Moa, asisten Hakim tertinggi telah lebih dulu menyuarakan permohonan maaf sekaligus alasan alarm darurat kembali menjerit-jerit. Bukan tanpa alasan memang, pasalnya, ketika ingin mengantarkan makan malam, petugas yang mengantarkan makanan tidak bisa menemukan Anastazja di manapun. Tidak ada indikasi kalau gadis itu merusak pintu jeruji besi. Petugas sudah memasuki sel tahanannya dan mencari-cari celah untuknya melarikan diri. Namun, lagi-lagi nihil masihlah menjadi jawaban setianya. Ia tidak menemukan apaHalo semuanya, terima kasih atas segala perhatian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini 😊 Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hangat
Tidak peduli seberapa sesak dadanya tertekan, atau napasnya yang hampir saja putus berkali-kali, Anastazja tetap lari. Benar, hanya lari. Tanpa sedikit pun melihat ke belakang. Tanpa terpikirkan untuk berhenti mengambil napas sejenak. Tanpa perlu mengingat bahwa ada Aldephie dan Cleon tertinggal di belakang sama. Ia hanya terus berlari. Menembus gelapnya hutan di malam hari. Beberapa kali ia merasa kakinya terantuk batu atau apa pun yang sepertinya memiliki ujung yang tajam dan runcing. Namun, ia tidak memedulikan sakitnya dan terus berlari. Aku harus kabur! Hanya itu kalimat yang kini memenuhi otaknya. Dia tidak tahu dan tidak mau tahu bagaimana Ramirez bisa tiba di sana. Dia bahkan tidak mau tahu bagaimana nasib Cleon dan Aldephie. Dia hanya merasa harus melarikan diri. Melarikan diri dari segalanya. Apakah ini termasuk pengkhianatan? Apakah ini termasuk ket
"Ah, pagi yang indah," ucap Helio merenggangkan badannya. Sudah lama sinar matahari tidak memandikan tubuhnya. Meskipun beberapa waktu lalu dia harus berhadapan dengan hal-hal menjijikkan, dia berjanji untuk tidak melakukan hal itu lagi. Yah, hidup harus berjalan dengan indah, bukan? Helio menghirup udara dalam-dalam untuk memenuhi paru-parunya yang terasa sesak beberapa saat belakangan. Dia berharap, di masa depan nanti, masih ada waktu untuk kicauan merdu burung-burung, semilir angin hangat yang membelai wajahnya, juga sinar mentari yang menghangatkan tubuhnya. Untuk sesaat, tebersit dalam ingatannya wajah Dewi yang selalu membias, menjadi bayang fantasinya tiap malam. Terlebih, ketika lukisan itu datang. Helio merasa, seolah takdir akan segera mempersatukannya dengan Dewi tanpa nama itu.
Anastazja mencoba membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Kepalanya terasa sangat pusing dan sakit. Seperti terkena hantaman palu yang keras. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, mengembalikan kesadarannya, ia memutar bola matanya, melihat sekelilingnya kini berada. "Di ... mana ...?" tanyanya lirih dan serak. Ia ingin sekali mengangkat tubuhnya dan duduk, tetapi rasanya berat sekali. Bisa ia rasakan kulit tangan dan kakinya yang keriput. Juga bajunya yang setengah kering. 'Aku tenggelam ... lagi?' batinnya. Tangannya memijat-mijat keningnya yang terasa pusing. Tiba-tiba saja perutnya terasa mual. Sekuat tenaga, ia memutar badannya agar isi perutnya bisa keluar. Apa yang dilihatnya kini sangatlah menjijikkan. Namun, tubuhnya tidak bisa berbohong jika ia kehilangan hampir seluruh tenaganya. Karena m
"Apa Ayah yakin? Memberikan dia tanggung jawab sebesar itu padanya? Dia bisa saja mencemari nama baik Ayah sebagai Hakim tertinggi nantinya, Ayah!" teriak Cesar sedikit merasa frustasi. Namun, Hakim tertinggi tidak benar-benar mendengarkan teriakan frustasi Cesar dan tetap melanjutkan kegiatannya. Hingga pada satu titik, kemarahan Cesar memuncak. Ia pun berjalan dengan langkah menghentak mendekati ayahnya, lalu menggebrak meja kerjanya. Aksinya sedikit membuahkan hasil karena Hakim tertinggi berhasil menghentikan kegiatan menulisnya. Namun, Cesar tidak sadar bahwa Hakim tertinggi tidak menyembunyikan amarahnya sedikit pun. Bagaimana pun juga, Cesar sudah sangat keterlaluan. Sebagai kepala keluarga kedua, ia tidak seharusnya bersikap seperti itu padanya. Itulah alasan ia lebih mempercayakan segala penin
Senja. Waktu setengah gelap setelah matahari terbenam. Waktu di mana ketika orang-orang merasa terburu-buru untuk segera pulang. Waktu paling sibuk yang bersamaan dengan waktu makan malam tiba. Beberapa orang menyatakan dirinya menyukai senja. Entah apa alasannya, apakah keindahannya, ataukah suasananya ketika langit berganti warna menjadi jingga kemerahan, bahkan terkadang semburat ungu turut menghiasi kanvas langit. Namun, bagi Helio, senja bukanlah keduanya, atau keduanya di saat yang sama. Helio sangat menyukai warna-warni lukisan alam di langit, tetapi ia sangat benci angin dingin yang menerpa pipinya. Ia menyukai suasana tenang, di mana hanya ada deburan ombak dan suara camar dari kejauhan, tetapi ia benci saat ia merasa kesepian karena tidak satu pun ia kenal di sana. Kemudian, mengenai 'sesuatu' yang ternyata adalah seorang gadis, ia tidak ingi
Suara ketukan pintu membuat Cesar tersadar dari lamunannya. Dengan perasaan malas, ia beranjak dari kursinya menuju pintu. Hal itu membuat kaget ajudannya saat mendapati Cesar membukakan pintu untuknya. "T-Tuan ...," ucap ajudannya antara bingung dan heran. Cesar yang sangat sombong itu mau membukakan pintu untuk orang lain? Apa hujan salju akan segera terjadi? "Apa?" sahut Cesar malas. Ia tidak berharap seseorang akan datang. Tidak juga ajudannya. Ia hanya ingin bersantai sejenak. Memikirkan apa yang ayahnya lontarkan. Cleon? Lebih baik dari pada dia? Jangan bercanda! Cleon benar-benar pembuat masalah! Dengan takut-takut, ajudannya membisikkan berita yang entah angin segar atau bukan, yang pasti ia benar-benar bingung harus bagaimana. Antara ia sudah lelah dan bosan dengan semua ini, atau menbuktikan pada ayahnya
Derap langkah kaki terus-menerus silih berganti. Padahal ini adalah puncak tertinggi menara, tetapi banyak prajurit yang terus menerus datang. Bayangan demi bayangan terus berganti. Melalui ventilasi bawah pintu, Aldephie bisa melihat kepanikan yang sedang melanda para prajurit di sana. Sepertinya Cleon sudah melakukan aksinya. Bagaimana rencananya kemarin? Cleon akan membuat kericuhan sampai menarik semua perhatian penjaga. Di saat itulah dia meminta Aldephie untuk kabur. Aldephie sudah berhasil menyingkirkan tali tambang yang digunakan untuk mengikatnya itu. Kini, ia harus mencari jalan keluar agar rencana klasik Cleon berhasil. "Apa Cesar akan mengetahuinya?" gumam Aldephie merasa cemas. Cesar jauh lebih pandai dalam berstrategi dibandingkan Cleon. Ia tahu itu. Namun, Anastazja jauh lebih pandai di atas mereka berdua. Karenanya ia bisa lebih dulu ka
"Surga!!! Ini pasti surga yang Dewa berikan untukku!!! Kyaaaa!" Anastazja menjerit kegirangan melihat makanan yang berjejer manis di rak bagian atas kitchen set. Tak lupa, ia juga mengintip isi kulkas yang ada di pojok area dapur, seolah mengakhiri panjangnya kitchen set yang ada. Berbagai jenis buah, susu, juga makanan-makanan beku lainnya yang sangat menggugah selera Anastazja. Ditambah perutnya amat sangat lapar setelah diperlakukan layaknya binatang oleh klannya sendiri. Anastazja saling menepuk kedua tangannya, lalu menyatukan mereka di depan dada. Kemudian, ia memejamkan matanya. Senyumnya mengembang bagai seorang gadis yang baru saja menemukan cinta pertamanya yang hilang beberapa waktu lalu. "Terima kasih atas segalanya," ucapnya riang. Setelah