Helio melemparkan handuk ke depan Anastazja. Meski merasa kesal, tetapi ia menerimanya dengan baik.
'Kenapa? Kenapa aku harus menerimanya? Argh! Aku tidak punya pilihan lain,' batinnya terus saja bertengkar dengan otak. Ia sempat mengulurkan tangan, hendak mengambil handuk itu, tetapi lagi-lagi otaknya berkeras untuk menolak pemberian Helio. Bagaimanapun laki-laki yang ada di dekatnya itu bukanlah seseorang yang baik! Otaknya meyakini itu. Namun, hatinya justru meyakini sebaliknya. Entah mantra apa yang sudah Helio berikan, batinnya merasakan adanya ikatan kuat antara dirinya dengan Helio. "Aku memberimu handuk untuk mengeringkan itu, bukan hanya untuk dipandang. Itu handuk, bukan pajangan!" tegasnya menunjuk rambut merah Anastazja yang lepek. Anastazja beralih memandang Helio. Ia cukup heran dengan perubahan sikaTerima kasih atas dukungan yang sudah teman-teman berikan untuk SoFG 😊 terus dukung SoFG sebagai novel favorit kalian ya 💋
"Yak, silakan kamu keluar dari sini." Anastazja yang belum menyelesaikan kunyahan tersedak perlahan. Terkejut dengan perkataan Helio barusan. Ia lalu memandang Helio bingung. Seribu pertanyaan yang dimulai dengan "ada apa" dan "kenapa" membanjiri kepala merahnya. "Eh?" Tatap Anastazja bingung. "Kau lupa? Aku hanya mengizinkanmu menginap selama semalam. Aku bahkan memberimu servis tambahan dengan merawatmu, menbuatkanmu bubur, juga menyeduhkanmu teh chamomile kesukaanku. Itu sudah sangat lebih dari cukup untukmu. Aku juga sudah meminta maaf dan mengembalikan kalungmu. Lalu, apalagi urusanmu denganku?" Mendengar perhitungan Helio membuat wajah Anastazja berubah merah padam. Ia sangat tidak menyangka laki-laki yang ada dihadapannya adalah laki-laki yang sangat memperhitun
"HUWAAA!!!" Itulah jeritan pertama yang keluar dari bibir Helio saat ia tiba di pondok dan mendapati Anastazja tengah berdiri dengan tangan dilipat di depan dadanya dan mata yang membulat besar. Rambutnya pun acak-acakkan, beberapa bahkan terurai ke depan menutupi wajahnya. "Ck! Apa yang kau lakukan di situ? Kukira aku melihat hantu!" Helio memprotes sikap Anastazja barusan. "Tidak ada hantu di siang bolong!" bela Anastazja dengan suara serak. Helio tidak mendengarkan pembelaan Anastazja dan berlalu begitu saja meletakkan barang-barang yang ia bawa ke tempat penyimpanannya semula. Sebuah ruang kecil tanpa pintu, atau bahkan tembok yang menutupinya. Hanya ruang kecil yang berada tepat di bawah tangga. "Sial! Benar saja alat pancingku tertinggal," ucap Helio mengh
"Silakan, Tuan," ucap sang gadis ajudan menyerahkan selembar map berisikan dokumen-dokumen yang Hakim tertinggi minta. "Kau sudah mengecek semuanya?" tanyanya hati-hati. Ia tentu tidak ingin rencananya gagal. Karena ia sudah berjalan sejauh ini, ia tidak bisa kembali memulai segalanya lagi dari awal. Terlalu melelahkan! Gadis itu mengangguk mantap. "Sudah saya cek semuanya, saya pastikan tidak ada seorang pun yang akan mempertanyakan keputusan yang akan Tuan ambil." "Kerja bagus. Lalu, bagaimana dengan permintaanku yang satunya?" Gadis itu kembali melangkah maju. Menyerahkan sebuah map berwarna hitam pada atasannya. "Target sudah ditemukan, Tuan. Tepat seperti dugaan kita ketika para anak-anak bergerak, target memang berada di sana. Sebuah gubuk kecil ya
Cuaca yang hangat dengan semilir angin yang membelai wajah menawannya. Matanya berkilau melihat indahnya sajian pemandangan yang alam berikan pada mereka. Rambutnya yang merah berkilau, berkibar seiring dengan melodi keindahan debar misterius yang datang menghampiri Helio perlahan. Segalanya benar-benar sempurna dengan bibir melengkung ke atas, menandakan kebahagiaan tengah tumbuh dan hidup dalam hatinya. "Kau suka?" tanya Helio masih menatap Anastazja yang terpukau dengan pemandangan dengan dominasi hijau membentang di hadapan mereka. "Kau gila? Ini menakjubkan!" ucapnya dengan nada penuh kekaguman. "Syukurlah," ucap Helio tersenyum. Dia tidak mengerti mana yang membuatnya lebih bahagia. Apakah itu hamparan bunga-bunga yang cantik di ladang sana lengk
"Hei, aku sudah selesai." Helio berjalan keluar pintu kamar mandi sambil menggesekkan handuknya di atas rambut. Namun, ia melihat Anastazja hanya diam saja duduk manis di tempatnya seraya menghela napas panjang. Gadis itu bahkan tidak menyadari keberadaan Helio yang berjalan makin dekat. Sampai akhirnya, Helio menepuk pundaknya pelan, membuat Anastazja terkejut sampai setengah melompat. "Kau baik-baik saja?" tanya Helio menaikkan salah satu alisnya. "Ah, ya, aku baik-baik saja. Tidak masalah," jawab Anastazja gugup. "Kau yakin?" "Ya, tentu saja ... ya, aku baik-baik saja." Anastazja menatap Helio tersenyum. Kini lelaki dengan rambut kuning keemasan itu sudah bisa menangkap ras
"Jadi, sepertinya ada yang harus kita bicarakan dengan serius." Cleon memandangi pintu lemarinya yang terbuka sedikit demi sedikit. Pelayan yang sebelumnya memaksa masuk, keluar dengan mata sembab dari sana. Setelah ia menutup pintu lemari, ia kembali menghadap Cleon dan Vahmir, lalu membuka maskernya perlahan. "A—sialan! Apa yang kau lakukan di sini?" Bukan hanya Cleon, Vahmir pun terkejut melihat wajah gadis yang ternyata itu adalah Aldephie. "Dengar kawan-kawan, a-aku tidak bisa pergi meninggalkan kalian begitu saja ...." "Ough! Sial! Al, kau tahu apa yang kau lakukan?" Cleon menepuk keningnya. Rencana yang seharuanya berjalan lancar, kini semua kembali dimulai dari awal. Meski begitu, Cleon t
"Kau akan keluar hari ini?" tanya Anastazja melihat Helio sibuk dengan perlengkapannya memancing. "Ya, aku sedikit bosan dengan daun-daunan hijau atau apa pun itu. Aku mulai merindukan ikan bakar, kau tahu itu kan?" ucapnya riang. Sambil memasukkan beberapa kail memeriksa umpan-umpan yang akan digunakannya nanti, Helio bersenandung bahagia. Membuat Anastazja juga turut merasakan kebahagiaannya tersebut. "Kalau begitu kau harus semangat! Aku akan membersihkan pondok kita setelah kegiatan kita seminggu kemarin ... mungkin kalau ada waktu aku akan menyusulmu nanti," ucapnya sambil memperhatikan sekeliling pondok yang mulai berantakan. Memang seminggu yang lalu hanya mereka gunakan untuk bersantai, saling mengenal, dan berjalan-jalan di daerah sekitar. Mer
"Terima kasih atas makan malam yang sangat lezat, An," ucap Helio membereskan mangkuk dan piring yang ia gunakan. Sementara Anastazja hanya terdiam sambil mengaduk-aduk supnya dengan sendok di tangannya. Seolah dunia menjauh dari matanya, dari pikirannya. Entah apa yang kini berkuasa hingga merajalela di dalam sana. Anastazja bagai tubuh tanpa nyawa, kecuali pergelangan tangannya yang masih sibuk. "Halo ...." Helio melambai-lambaikan kedua telapak tangannya di depan wajah Anastazja. Namun, lagi-lagi gadis itu hanya menghela napas panjang. Seolah Helio transparan. 'Mungkin ada hal yang sedang dipikirkannya,' batin Helio mengangkut piring dan mangkuknya. Helio tahu ini sudah menjadi perjanjian mereka, tetapi menyuruh gadis yang baru dikenalnya beberapa hari untuk mencucikan piring bekas makannya? Hell, nope! Tidak a