Share

8. Cium aku jika kamu tidak marah

"Sudah hentikan! Jangan bahas itu lagi!"

Nita tanpa sadar memekik. Akibat merasa terancam oleh ucapan Kandar yang nyaris membeberkan aibnya. Ia benar-benar tidak sanggup lagi mendengar kelanjutan dari kalimat pria itu. 

"Hey, ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba ma-rah..." 

"Tidak ada! Saya sedang malas mau bicara!" 

Mata Kandar sejenak menyipit. Merasa keheranan dengan perubahan sikap sang istri yang tiba-tiba. Baru saja mulutnya terbuka beberapa mili ingin mempertanyakan, Nita langsung menyambarnya lagi dengan kalimat telak.

"Jangan tanya alasannya kenapa. Pokoknya sekarang saya tidak ingin bicara!" Tekannya. 

Suasana dalam mobil seketika hening. Hanya sesekali terdengar suara kendaraan yang sedang melintas. Di tengah keterdiaman mereka, Nita terus menatap pemandangan luar dari jendela mobil. Pikirannya teralih sejenak oleh  bunga-bunga liar yang bermekaran di seberang jalan. 

Sementara itu, sosok di sebelahnya tengah berupaya memecahkan misteri penyebab mood sang istri yang mendadak berubah ganas. Otak Kandar tertuju pada dua hal, tetapi dia perlu memastikan salah satunya terlebih dulu. Langsung saja pria itu mengambil air botol mineral dari dashboard mobil lalu menyodorkannya kepada Nita.

"Kamu mau minum?" tanya Kandar membuka pembicaraan. 

Nita sama sekali tidak menoleh. Wajahnya tampak masam sambil melipat kedua tangan di dada. Sementara perhatian perempuan itu masih terarah pada pemandangan di luar kaca mobil. 

"Baiklah, kalau kamu tidak mau. Aku hanya ingin menyampaikan kalau perjalanan kita masih cukup jauh. Dan botol ini satu-satunya yang masih bersegel. Kamu tidak keberatan kalau nantinya kita berbagi air yang tersisa?" Pancing Kandar, dia sangat paham jika Nita tidak suka berbagi barang yang sama dengan orang lain. 

Sesuai harapan, Nita langsung saja menyambar botol minuman tersebut. Awalnya perempuan itu ingin pura-pura tidak merespon. Namun alarm bawah sadarnya seakan memberi sebuah peringatan. Bahwa akan ada sesuatu jika Kandar tiba-tiba ngomong dengan kata 'Aku'. Nita tidak yakin apa itu. Namun untuk berjaga-jaga lebih baik ia turuti saja walau rasanya lumayan kesal setengah mampus. 

"Jangan kira hatiku akan melunak hanya gara-gara ini," batin Nita sambil membuka tutup minuman. 

Sebenarnya, menampakkan wajah marah seperti ini kepada Kandar bukanlah kali pertama terjadi. Sudah sangat sering Nita lakukan sepanjang menjadi bawahan pria itu. Mulai dari masalah pekerjaan sampai urusan pribadi. Bahkan Kandar pernah mengganggunya dengan urusan pekerjaan gara-gara pergi menemankan Mimi kencan buta. Bukan karena pria itu memiliki rasa pada Nita, melainkan sekedar ingin memanfaatkan kelemahannya saja. 

Semua itu berawal dari penemuan foto jadul dari dompet Nita. Kandar sempat mempertanyakan identitas dari sosok sepasang bocah berambut Dora dan teman kurusnya di dalam gambar tersebut. Mereka memanglah Nita sendiri dan juga Kendy, teman masa lalu yang belum pernah ditemuinya selama 14 tahun terakhir. Nita pikir Kandar mengenali bocah laki-laki dalam foto itu, rupanya hanya sekedar penasaran saja. Justru pria itu malah memanfaatkan hal tersebut untuk mengusiknya dalam kondisi tertentu. Dasar Kandar!

"Ternyata seleramu seperti itu? Tidak heran kalau sampai sekarang masih jomblo," cibir Kandar suatu hari. 

"Apa bedanya dengan bapak? Banyak gadis yang mengantri tapi masih juga jomblo. Jangan-jangan selera bapak belok ya?" balas Nita tidak mau kalah. 

"Tentu saja beda, Nita. Selera saya masih seorang perempuan tapi bukan seperti mereka. Soal masalah saya belok ataupun tidak, kamu bisa mengujinya sendiri untuk memastikan. Saya tidak keberatan jika kamu yang melakukannya," ucap pria itu dengan nada setengah bercanda. 

"Terimakasih atas tawaran bapak, tapi masalah uji menguji ini cukup saya lakukan pada suami saya kelak." 

"Maksudmu dengan Kendy?" 

"Tidak harus Kendy, bisa juga dengan pria lain. Yang pasti orangnya bukan bapak." 

Kandar tertawa besar mendengar penuturan itu. Baginya Nita terlalu berlebihan dalam menanggapi sebuah candaan. Mana mungkin mereka bisa menjadi pasangan mengingat perbedaan status sosial keduanya yang terlalu jauh. Belum lagi peraturan perusahaan yang melarang hubungan asmara di kantor. 

Tapi itu dulu, sebelum tragedi tahi ayam menyerang. Hingga membuat Nita dan Kandar seperti termakan omongan sendiri. Siapa mengira bahwa Atasan dalam bawahan yang bertolak belakang ini akan terlibat dalam hubungan pernikahan. 

***

"Apa ucapanku tadi menyinggungmu?" tanya Kandar setelah keadaan sedikit mereda. 

"Tidak ada." Nita langsung menjawabnya dengan riak kejengkelan yang masih kentara. 

"Lalu kenapa kamu tiba-tiba marah padaku?" tanyanya lagi. 

"Siapa yang marah? Itu hanya perasaan anda," jawab Nita. 

Tentu saja hal itu adalah kebalikannya. Nita sungguh merasa jengkel setengah mampus saat ini. Namun ia masih menahan diri untuk tidak mengatakan secara langsung. 

"Hanya perasaan ya, apa kamu bisa membuktikannya bahwa sekarang ini tidak sedang marah?" Kandar seperti menantang. 

"Tentu saja bisa," ucap Nita berlagak yakin. Padahal ia cukup ketar-ketir saat ini. 

Kandar mendadak tersenyum jahil. "Baiklah, kalau begitu bisa buktikan ucapanmu dengan cara ini."

"Apa yang anda inginkan?" tanya Nita memastikan. 

Entah kenapa atmosfernya terasa berbeda. Nita berharap suaminya tidak meminta hal yang aneh-aneh. Walaupun kecurigaannya mengarah kesana. 

"Cium aku jika kamu tidak marah."

Kalimat yang meluncur dari bibir tipis itu seperti bom waktu. Membuat mata Nita langsung melotot seketika dengan ekspresi keterkejutan yang luar biasa. Siapa yang mengira bahwa Kandar akan mengatakan hal yang mesuum seperti itu. 

"Hey, terlalu cepat wajahmu bereaksi seperti itu. Aku masih belum selesai bicara." Kandar kembali bersuara, membuat perasaan Nita mulai tidak karuan. 

"A-apa itu?" tanyanya gugup. 

"Jika kamu masih marah padaku..." Kandar sengaja memperlambat intonasi kalimatnya untuk memancing reaksi sang istri. "Maka kamu harus tidur bersamaku malam ini." 

Astaga! Pilihan macam apa ini. Bisa-bisanya Kandar menjadikan hal itu sebagai lelucon, pikir Nita. Ia seakan tidak bisa berkata-kata lagi selain meneriakkan kata, 'Dasar mesum!' kepada Kandar. 

"Apa masalahnya mesuum dengan istri sendiri. Bukankah pernikahan kita sudah sah dimata hukum dan negara?" Kandar menekankan. 

Nita sangat tahu akan hal itu. Tapi mengatakannya dengan gamblang justru membuat perasaan perempuan ini jadi serba salah. Memang sejak awal pernikahan, Kandar menekankan bahwa mereka akan tidur di kamar terpisah. Sambil mengatasi solusi pernikahan rahasia yang serba mendadak itu. 

Pilihannya antara dua, mereka bercerai sebelum pernikahan ini terciduk. Atau, salah satunya keluar dari perusahaan dan melanjutkan pernikahan. Tapi sekarang? Nita jadi heran kenapa Kandar malah memanfaatkan hubungan mereka sebagai alasan untuk tidur sekamar? 

"Lagi pula bibir ini, bukankah sangat ingin dicium olehku sejak dari parkiran penginapan tadi?" lanjut Kandar dan entah sejak kapan jarinya sudah mendarat di bibir Nita. 

Seketika pupil perempuan itu melebar sebelum akhirnya menepis jari kekar tersebut. "I-itu sama sekali tidak benar! Hanya perasaan Anda saja," ucapnya sedikit terbata. 

"Yakin?" Tatapan Kandar mulai agak genit. 

Ini tidak bisa dibiarkan, Nita berseru dalam hati. Bisa gawat jika Kandar tahu yang sebenarnya. Sudah cukup  ia menahan malu atas beberapa aib-nya yang sudah terbongkar sejauh ini. Perempuan itu segera berpikir cepat agar Kandar tidak terus-menerus membahasnya. 

"Kalau bapak tidak mau kita ribut dalam mobil segera lanjutkan perjalanan ini! Atau saya akan  pulang sendiri mencari tumpangan mobil lain." Ancaman Nita tidak main-main. 

Bersamaan dengan itu terdengar deru suara mesin mobil yang melintasi kendaraan mereka. Menjadi penengah kedua pasutri yang tengah bersitegang. Tidak disangka Kandar langsung menyetujui usulan yang pertama. Padahal Nita sempat ketar-ketir jika sang suami memilih yang terakhir. 

Lalu suara khas mesin mobil mulai terdengar di telinga. Namun Kandar tidak segera menyetir dan hanya menatap kedepan seperti memikirkan sesuatu. Apa yang terjadi? 

"Kenapa pak?" tanya Nita penasaran. Suaranya mulai melembut dari tadi. 

Kandar menoleh dengan tatapan yang tidak terbaca. "Sepertinya kita sudah melewatkan sesuatu." 

Ucapan yang membingungkan itu membuat kening Nita mengkerut. Ia sama sekali tidak punya gambaran tentang hal-hal yang sudah mereka lewati sejauh ini. Saat ingin memastikannya, tiba-tiba saja wajah Kandar sudah mendekat. Lalu mendaratkan kecupannya di bibir Nita. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Samsul Sl 403
rrrrrrrvvvg
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status