Kasihan Jeffan ya...... ಠ︵ಠ
Danny sedang duduk bersama Amel. Putrinya itu terlihat sangat sibuk dengan ponselnya.“Amel ... tolong hubungi, Reina. Katakan jika ayah rindu kepadanya.”Lelaki paruh baya itu terbatuk-batuk. Ia merasakan jika kesehatannya semakin menurun. Danny merindukan putri kesayangannya.“Kenapa sih, Yah? Ayah butuh uang? Amel lagi nggak punya nih. Maaf.”“Bukan begitu, Amel. Ayah cuma—”“Iya deh nanti Amel kasih tau, Reina.” Wanita itu membatin di dalam hatinya. ‘Aku juga lagi butuh dia.’“Kenapa tidak mencoba menghubunginya sekarang? Oh, ya. Hari ini ayah lihat kamu tidak masuk kerja,” ungkap Danny kemudian. “Kamu kapan menikah, Amel?”“Belum ada yang cocok, Ayah. Amel masuk dulu ke kamar.” Tanpa melihat ke arah Danny, Amel langsung pergi begitu saja. Sepertinya ia kesal mendengar pertanyaan ayah tirinya.Danny geleng-geleng kepala. Umur Amel sudah sangat cukup untuk menikah. Sementara Reina saja sudah menikah dan bahagia bersama Regan. “Apakah sebaiknya aku jodohkan Amel dengan anak temanku?
“Sebaiknya kita segera pulang, Reina. Perasaanku jadi tidak enak,” ajak Regan setelah menunggu beberapa menit lamanya di tempat itu.“Pak Regan benar.” Mereka berjalan beriringan hingga ponsel Reina berdering. “Sebentar, Pak. Reina angkat dulu teleponnya.”“Apa?” Reina merasa sedih setelah berbicara dalam telepon.“Ada apa, Sayang? Siapa yang telepon?” tanya Regan khawatir.“Ayah jatuh dan tak sadarkan diri, Pak. Sebaiknya kita segera ke rumah Ayah.”“Baiklah, ayo!” Cepat-cepat mereka masuk ke dalam mobil.Reina terlihat sangat resah. Ia takut Danny kenapa-napa.“Kamu tenang, ya? Semoga ayah baik-baik saja. Aku yakin jika Ayah adalah lelaki yang kuat.”Reina mengangguk lemah. Kini ia merasa sedikit tenang setelah Regan menyemangatinya.Tiba di rumah Danny, Reina langsung berjalan cepat dan mengetuk pintu rumah di hadapannya. Regan memang telah memberikan rumah yang layak kepada keluarga Reina. Seperti janjinya dulu saat menawari pernikahan kontrak kepada wanita itu. Hanya saja Reina
Rafa mengangguk semangat.“Kakak khawatir ya sama Kak Regan? Dia kok nggak nyariin Kakak, ya?” Rafa mendongakkan kepalanya. Melirik ke atas seolah tampak berpikir.Tiba-tiba Reina teringat akan kejadian tadi. ‘Jangan-jangan Pak Regan masih digodain Kak Amel. Ah, tidak! Reina tidak rela.’Wanita itu geleng-geleng kepala.“Kenapa Kak Reina? Mikirin apa sih?” tanya Rafa penasaran.“Em ... tidak apa-apa, Sayang. Sebaiknya kamu segera tidur, ya? Sekarang sudah malam.” Jemari Reina mengusap lembut kepala adiknya.Rafa menganggukkan kepalanya. Ia meminta Reina menyanyikan lagu untuknya.Beberapa menit telah berlalu. Rafa sudah tertidur begitu lelap. Reina pun ingin ikut tidur karena merasa capek. Ia sampai melupakan suaminya.Namun tiba-tiba terdengar pintu kamar diketuk dari luar.“Siapa?” tanya Reina.Tak ada jawaban.“Pasti Pak Regan! Malas sekali.” Reina mencoba tak menghiraukan, tetapi pintu terus-menerus diketuk dari luar.Dengan terpaksa Reina bangkit dari kasur. Ia berjalan pelan mem
Setelah kepergian ulat bulu satu itu, Regan memeriksa isi bekal makan siangnya. Lelaki itu tersenyum manis lalu mulai mengirim pesan kepada Reina.[Terima kasih makan siangnya, Sayang.]Regan menanti balasan pesan dari Reina sambil menikmati makanan yang ada di depannya. Berkat makan siang itu, moodnya kembali membaik.“Semoga Pak Regan suka dengan makanannya. Maaf tidak bisa datang sendiri. Apakah Kak Amel berbuat macam-macam kepada Bapak, hem?”Balasan pesan dari Reina sukses membuat Regan senyum-senyum. Ia senang jika istrinya cemburu.[Makanannya sangat enak. Kamu sangat mengerti jika aku merindukan masakan kamu. Apalagi orangnya. Amel ke sini meminta uang karena aku belum sempat mengirimkan uang untuknya dan untuk kebutuhan keluarga.]Reina merasa tidak enak hati kepada Regan. Tetapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.“Maafkan Reina ya Pak Regan. Keluarga Reina jadi memanfaatkan Bapak.”[Kenapa harus meminta maaf? Ini semua sudah janjiku. Aku juga sudah mengirimkan uang untukmu.
Regan memeriksa ponselnya yang sejak tadi berdering. Ia mendapatkan laporan dari anak buahnya.“Astaga, aku sampai melupakan tentang hal ini. Sebaiknya aku segera ke sana sekarang.”Regan segera meninggalkan ruangannya. Ia berkendara dengan kecepatan sedang.***Setelah Xavier mengantarkan mamanya pulang ke mansion, ia memilih untuk kembali ke rumah yang lama. Rumah yang rencananya akan ia tinggali bersama istri barunya nanti.Meski Xavier kini sangat membenci Justin, namun ia sadar membutuhkan harta dari lelaki itu.Xavier merasa hampir gila. Ia mulai menjalani kehidupan seperti dulu. Menghabiskan waktunya dengan bermain wanita dan mabuk-mabukan.“Aku benci kamu, Justin keparat! Berani sekali menduakan mamaku!” Xavier berteriak. Membuang botol yang kosong ke dinding kamar.Sementara Justin baru saja berpamitan dengan Kimberly. Ia harus mengambil sesuatu di rumah lamanya.“Jika ada apa-apa, segera hubungi aku.”Setelah berkendara cukup lama, akhirnya Regan sampai di tempat yang dituju
Regan harus pulang ke rumah lagi. Ia mendapat kabar dari Bi Nita jika mamanya berusaha untuk bunuh diri. CEO tampan itu melajukan mobilnya sangat kencang. Ia ingin segera tiba di rumah. Regan berlari menuju kamar setelah sampai di depan rumahnya. “Bi ... apa yang terjadi?” tanya Regan merasa gelisah. Rupanya Dokter Morgan sudah tiba di terlebih dahulu dan memberikan obat penenang untuk Olivia. “Bagaimana bisa terjadi, Bi?” Regan bertanya lagi kepada Bi Nita. “Tadi bibi bermaksud mengupaskan buah buat Nyonya Olivia. Tetapi tiba-tiba Beliau datang dari belakang dan merebut pisaunya. Untung bibi bisa bergerak dengan cepat.” “Syukurlah, Bi. Lain kali lebih berhati-hati lagi ya, Bi.” Dokter Morgan keluar dari kamar. Ia pun ikut merasa khawatir. “Mama kamu sudah tertidur. Pak Regan yang sabar, ya?” Dokter itu terlihat sangat sabar dan peduli terhadap keluarga Regan. Sejak dulu dia memang menjadi dokter kepercayaan. Hanya saja lelaki tampan itu masih betah menjomblo sampai sekarang
“Aku katakan kepadamu, Sayang. Kamu tidak perlu meminta maaf. Justru seharusnya aku yang minta maaf. Aku beberapa kali mengabaikan panggilan darimu.” Regan mengecup singkat bibir sang istri. “Oh, iya. Pokoknya besok gantian aku yang memberikan hadiah kepadamu. Masak iya belanja cuma buat keluarga? Rugi, dong!”“Pak Regan!” Reina mencubit pinggang suaminya. Membuat Regan menjerit karena refleks.“Apakah ada masalah? Sehingga membuat suamiku yang paling ganteng ini mengabaikan pesan-pesan dan panggilan dariku? Hem?” Reina menyatukan hidungnya pada hidung Regan. Membuat lelaki itu tersenyum gemas.“Ada yang ingin aku sampaikan kepadamu, Sayang. Ini tentang Mama.”“Mama? Maksud Bapak?” Reina tidak paham apa maksud ucapan dari suaminya itu.“Sayang ... Mama Olivia masih hidup. Mama kita.” Regan terlihat sedih. Ia mengingat kembali bagaimana mamanya disekap di dalam gudang.“Selama ini Papa menyembunyikan Mama. Dia menyebarkan informasi bahwa Mama sudah meninggal. Itu agar dia bisa menikahi
“Wah, Pak Regan tenang saja. Nyonya Olivia sudah tidak ngamuk lagi tadi. Setelah makan dan minum obat, Nyonya langsung tidur.” Regan mengajak Reina untuk melihat keadaan mamanya. Benar saja, wanita paruh baya itu tampak tertidur dengan sangat lelap. Reina memandangi lekat-lekat raut wajah Olivia. Ia berharap setelah ini bisa menemukan sosok ibu yang baik hati. “Ternyata wajah Pak Regan sangat mirip dengan Mama.” “Benarkah itu?” Regan mendekatkan wajahnya. “Eh, mau ngapain?” Reina langsung mengulurkan tangannya di depan wajah sang suami. “Sayang ... sekarang sudah saatnya.” Regan menutup pintu kamar sang mama dengan sangat pelan. Dengan gerakan tiba-tiba, lelaki itu langsung mengangkat tubuh sang istri ala bridal style. Hampir saja Reina berteriak. Untung saja masih bisa ia tahan. Tentu wanita itu tidak mau menganggu ketenangan tidur Olivia dengan teriakannya. Regan membaringkan tubuh Reina dengan perlahan. “Sayang .. semoga setelah ini kau segera hamil. Pasti Mama sangat senang