Share

15. Jantung Jedag-Jedug

Tangisan Dea semakin menggelegar bagai guntur di atas mega. Memancing orang-orang yang sedang lewat di jalan, baik yang naik kendaraan atau pejalan kaki.

Nenek-nenek datang menghampiri. Menunjuk batang hidung Daffa. “Heh, kamu anak muda yang ganteng, mentang-mentang ganteng, pagi-pagi begini udah mau melecehkan perempuan aja. Mana di tengah jalan!”

Waduh!

Daffa kena fitnah jahara dari nenek-nenek yang tak tahu duduk permasalahannya. Rongga dada seketika dipenuhi dengan rasa gelisah tak terkira. Kepala Daffa menggeleng, sementara dua tangannya terangkat hingga ke dada.

“Eh, ja-jangan asal nuduh, Nek. Justru saya baru aja mau menyelamatkan dia dari penjambretan!” sangkal Daffa cepat. Dia bergegas menarik lengan Dea Posa yang kondisi tubuhnya masih layu bak bunga yang lama tak tersirami air.

“Bener, kan Dea?! Dea, sadar dong! Udah, jangan nangis terus! Nanti aku kasih nomorku lagi!” tekan Daffa yang akhirnya menyadarkan Dea.

Dea berhenti menangis. “Beneran?”

“Iya, tapi bubarin dulu kerum
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status