Irene terbangun lebih dulu. Ia menatap pakaian mereka yang berserakan di lantai. Irene mengambil kemeja Devian yang berwarna biru. Namun ada satu goresan yang berwarna merah. Nodanya samar dan tidak terlalu jelas. Namun Irene yakin itu adalah noda merah dari lipstik. Irene mengambilnya—mencium aromanya namun tidak menghasilkan apapun. Irene menghela nafas. “Sayang kenapa kamu bangun pagi-pagi?” Devian menyibak selimut. Dengan keadaan yang masih telanjang memeluk tubuh Irene dari belakang. “Ini apa? Kenapa ada noda lipstik di kemeja kamu?” tanya Irene. Devian mengambilnya. Ia melihat noda yang tercetak samar di kemejanya. “Ini..” “Noda apa? Jelaskan padaku kenapa ada lipstik di kemeja kamu? Kamu bilang kamu tidak bersama wanita lain tapi ini apa?” Devian menghela nafas. “Irene aku mohon kamu jangan berpikiran buruk dulu. Aku bisa menjelaskannya.” Devian memegang bahu Irene. “Jadi kemarin aku ada rapat evaluasi, dan pakaianku berantakan. Akhirnya Siska membantuku merapikan d
“Sialan!” teriak Devian mengusap rambutnya. “Maaf, Sir.” “Bukan salahmu.” Devian memang tidak langsung menyusul Irene karena setelah ini ia masih ada rapat dan bertemu dengan para pemegang saham perusahaannya. Devian menatap jendela, di sanalah ia melihat mobil Irene pergi dari area parkiran. Ia akan mengawasi Irene melalui GPS yang sudah terpasang di ponsel Irene. Jadi ia bisa memantau ke mana Irene pergi. ~~ Irene tidak punya tujuan. Ia tidak punya keluarga. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke makam ibu dan suadar kembarnya. Irene bersimpuh di makam ibunya. “Mom… Irene rindu mom. Irene rindu Iresh juga.” Irene mengusap batu nisan ibunya. “Lihat Irene dari jauh ya. Irene akan berusaha kuat. Irena akan jadi ibu yang baik seperti Mom.” Ia kemudian beralih ke makam saudara kembarnya. “Iresh, sebentar lagi kau menjadi uncle. Aku harap kau bisa melihatku dan anakku di atas sana. Iresh aku juga merindukanmu…” Irene mengusap batu nisan. Irene menunduk—menangis dengan sese
Giselle ragu. “Seharusnya Devian yang memberitahu kamu sendiri Irene. Mom yakin Devian akan menceritakan sendiri. Mom takut terlalu ikut campur dalam hubungan kalian.” “Tadi Irene melihatnya menggendong sekretarisnya sendiri Mom. Irene juga menemukan kemeja Devian ada jejak lipstik berwarna merah. Irene tidak bisa berpikiran jernih saat ini. Irene takut kenyataannya sesuai dengan pikiran Irene.” Giselle mendekat. Mengusap pipi menantunya itu yang sudah basah. “Satu yang bisa Mom pastikan. Devian itu sangat mencintai kamu. Dari dulu hingga sekarang. dari dulu kalian masih di SMA. Cinta dia cuma untuk kamu, Irene.” “Bicarakan masalah kalian baik-baik.” Giselle menuntuk Irene untuk duduk di ranjang. “Tidurlah. Mom akan di sini.” Akhirnya Irene tidur ditemani oleh ibu mertuanya. Giselle mengusap bahu Irene lembut agar lebih nyaman. “Kamu harus tahu, Devian tidak pernah melupakan kamu. Dari dulu kalian masih SMA sampai sekarang.” Irene menutup mata sambil mendengarkan ucapan Gisel
“Aku bisa menjelaskannya,” ucap Devian mengambil tangan Irene. “Jelaskan sampai sejelas mungkin.” “Siska dan aku tidak ada hubungan apapun.” Devian menghela nafas. “Aku menganggapnya lebih seperti teman karena dia sudah menjadi sekretarisku lama. Di perusahaan kakek, dia banyak membantuku. Kenapa aku menerimanya bekerja di perusahaanku? Karena dia diusir dari perusahaan kakek. Aku menerimanya bukan sebagai sekretaris tapi sebagai staff administrasi.” “Seperti kataku, dia membantu menjadi sekretarisku untuk dua hari karena Edo sakit.” “Lalu kenapa kamu menggendongnya?” Irene melotot. “Kemarin itu Siska jatuh. Aku akan memanggil ambulan, tapi aku harus membawanya ke tempat yang lebih nyaman. Aku berusaha membantunya duduk di sofa.” Irene menghela nafas. “Kamu bisa meminta tolong pada security di depan. Kenapa harus menggendongnya sendiri? kenapa kamu menggendong wanita lain padahal ada istri kamu yang menunggu kamu di rumah.” Devian mengangguk. “Iya-iya aku yang salah. Seh
“Oke, lanjut.” Irene mengangguk. “Ya pokoknya karena aku tidak bisa melupakan kamu, aku jadi mencoba banyak hubungan dengan wanita lain. namun tetap saja sebanyak apapun wanita yang aku coba dekati, tidak ada yang seperti kamu. Karena yang aku butuhkan itu adalah sosok kamu, Irene. Jadi aku tidak pernah mendapatkan Irene pada wanita lain.” “Jadi kamu menganggap mereka hanya sebuah pelarian?” “Ya seperti itu.” Irene mengusap air matanya yang mengalir. “Jahat kamu.” Ia menatap suaminya itu dramatis. “Itu kenapa kamu sangat kesal pada Helena? Karena kamu tidak ingin Helena menyesal dengan apa yang dilakukannya seperti kamu?” Devian mengangguk. “Sampai saat ini aku menyesali perbuatanku. Aku takut perbuatanku akan berimbas pada anak kita nanti. Karena aku masih mempercayai hukum tabur tuai.” Irene menghela nafas. “Baiklah aku mengerti. Aku juga tidak akan memikirkan masa lalu. karena kita harus fokus pada masa depan.” “Pokoknya aku tidak ingin melihat kamu dengan wanita itu!” menun
“Apa aku cantik hari ini?” tanya Helena. Royce menyipitkan mata terlebih dahulu sebelum menjawab. “Lama, bilang saja kalau aku tidak cantik.” Helena bersindekap. “Tentu saja cantik.” Royce mencubit pipinya pelan. “Aku sungguh menyesal dulu menolakmu. Dari dulu kau cantik, Helena. Tapi dulu itu kau galak, jadi aku tidak yakin bisa berkencan denganmu.” “Sudahlah tidak perlu di bahas. Tapi saat ini kau tergila-gila padaku.” Helena mengalunkan tangannya di leher Royce. “Bagaimana kalau masuk ke ruanganmu?” “Of course.” Royce menggandeng tangan Helena masuk ke dalam ruangannya. Setelah itu mendorong pinggang Helena sampai membentur tembok. Tangannya menyusuri pipi Helena. "Aku akan dimarahi Devian habis-habisan jika dia tahu aku berhubungan denganmu.” Helena mendongak. “Tapi tidak masalah biar saja—" Royce menyunggingkan senyum. Menarik tengkuk Helena menunduk dan mencium bibir Helena. Menggigit pelan bibir wanita itu hingga terbuka. Jemarinya mengusap pinggang Helena pelan. Royce
“AAAARGGGH!” teriak seseorang yang baru sampai di rumah. tangannya menghancurkan perabotan rumahnya sendiri. Rumah kotak kecil. Sebuah kontrakan kecil yan terletak di pinggiran kota. Berada di kawasan yang kumuh. Rumah yang sudah bertahun-tahun ia tinggali. Siska menatap dirinya di hadapan cermin. Kemudian tertawa begitu keras. “Hahahahah!” “JADI INI KARENA ULAHMU!” teriaknya. “KAU MENGUSIRKU DARI KEKASIHKU!” “SIALAN! SIALAN AKU AKAN MEMBUNUHMU!” teriak Siska dengan tangan yang mengambil sebuah vas dan melemparnya hingga berserakan ke lantai. “Aku akan merebut Devian apapun yang terjadi.” ~~ Permintaan Irene semakin hari semakin aneh. Devian sampai pusing sendiri. Hari ini Irene sangat ingin pergi ke klub. Katanya ingin beli makanan ringan yang ada di sana. Irene merengek dan menangis jika Devian tidak menuruti keinginannya. Alhasil, Devian benar-benar membawa istrinya itu ke klub. Untuk pakaian sendiri seperti biasa, Irene hanya menggunakan dress biasa yang sering ia gun
Di sisi lain, ada satu wanita yang keberadaannya tidak jauh dari mereka. Siska menatap mereka dengan penuh kebencian. Mereka tertawa bahagia setelah menyingkirkannya. Ia tersenyum licik. Kedua tangannya meremas gelas. “Aku tidak akan membiarkan mereka bahagia.” ~~ “Pelan-pelan sayang makannya.” Irene dengan lahap makan kue yang sudah di pesan. Musik semakin kencang dan kerumunan orang di depan panggung kian banyak. Jangan tanyakan keberadaan Helena dan Royce, yang pasti mereka sudah menyendiri. Menghabiskan waktu berdua. “Sebentar.” Irene menatap satu kue yang terlihat berbeda. “Kenapa terlihat begitu mengkilap ya.” Ia kemudian mengambil gigitan kecil di kue itu. “Rasanya aneh, seharusnya matcha tidak seperti ini.” Alhasil Irene hanya memakan sedikit. “Sayang kamu jangan minum!” Irene mengambil gelas Devian. “Tetap seperti itu jangan mabuk!” Devian memilih mengalah. Lebih baik menurut pada istrinya daripada tidur diluar. Ia menatap Irene yang masih makan. Tak lama Irene