Pandangan mata Ririn menatap ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya, yang mana menunjukan pukul 10 malam.
Ririn menghela nafasnya, dirinya merasakan perasaan yang gusar. Entahlah kenapa Ririn merasakan hal tersebut.
Hal itu membuat Ririn tidak bisa tertidur, padahal jam yang sudah menunjukan pukul 10 malam dan Ririn harus segera tidur, karena esok hari dirinya akan bekerja di tempat yang baru.
Pandangan mata Ririn berahli ke arah perutnya dan mengusapnya dengan lembut sekali. "Baby, apa kamu merasakan hal yang sama dengan Mamah?" tanya Ririn kepada calon anaknya ini.
Walaupun tak ada jawaban, tapi Ririn merasa senang karena dirinya tak sendiri lagi disaat dirinya sedang dalam keadaan galau seperti sekarang ini.
"Ada apa denganku?" Ririn yang benar-benar dalam keadaan yang tak nyaman.
Ririn rasanya ingin membangunkan kedua orang tuanya, hanya untuk memb
Pukul 08.00 pagi hari, tepatnya di dapur Hotel mewah bintang lima. Ririn sudah mulai bekerja, satu hal yang masih terus berputar dikepalnya adalah dirinya masih belum menyangka akan diterima bekerja ditempat ini yang kata semua, orang sangat sulit sekali untuk bekerja ditempat ini. Tapi ada satu hal yang membuat Ririn menjadi penasaran adalah tatapan orang-orang yang sepertinya tak suka, jika dirinya bekerja di tempat ini. Ririn mengira kalau itu semua adalah perasaan dirinya saja, tapi kenyataan memang orang-orang yang bekerja di dapur ini tak menyukai dirinya. Terlihat jelas saat mereka memperlakukan dirinya disaat datang dan membuat hidangan. Ririn tak mengetahui alasan dibalik orang-orang yang baru dirinya temui tak suka kepadanya. Sebiasa mungkin Ririn mengacuhkan orang-orang yang menatapnya itu, dirinya lebih memilih melanjutkan membuat hidangan penutup, seperti yang diperintahkan oleh
Langit sudah berubah menjadi gelap dan menampilkan bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit.Seorang pria dengan tubuh gagah dengan kedua lengan yang berotot. Tak lupa juga tatapan matanya begitu inteins, seperti tatapan mata seekor elang.Pria itu adalah Ares yang berdiri didepan pintu lobi, tanpa memperdulikan orang-orang yang terkejut dengan kedatangan dirinnya.Ares mengacuhkan orang-orang yang penasaran, dengan dirinya yan tak juga kunjung pulang. Satu alasan kenapa dirinya tak pulang adalah menunggu wanita hamil itu yang juga belum menampakan batang hidung.Ares sudah mengchek jadwal pulang Ririn, yang mana pukul 8 malam. Tapi wanita hamil itu belum juga muncul.Padahal Ares sudah menunggu selama 10 menit. Entah apa yang dilakukan oleh Ririn didalam sana.Jika dalam
Pandangan mata Ririn berahli melihat ke arah Ares. Walaupun Ares tak menampilkan raut wajah yang terkejut, tapi Ririn bisa melihat dari mata Ares kalau pria itu juga terkejut. "Ares," ucap pelan Ririn seraya menarik lembut tangan Ares. "Roy!!" panggil Ares. "Iya," jawab Roy yang datang dari belakang tubuh Ares. "Antarkan Ririn pulang," perintah Ares tanpa meantap wajah yang ada disamping dirinya ini. "Iya." Roy menarik pergelangan tangan Ririn, agar membawa wanita ini untuk keluar dari mansion megah ini. Ririn menepis kasar tangan Roy, dirinya berahli kembali menuju ke arah Ares. Entah kenapa Ririn merasakan kalau dirinya harus membawa Ares pergi, sebelum adanya peperangan yang terjadi. "Ares, seharusnya kamu yang bertanggung jawab antarkan aku pulang. Ayo pergi dari rumah ini." Ririn sambil mengenggam tangan Ares kembali.
"Ada dimana dia?"Pertanyaan itu selalu saja terlintas didalam pikiran Ririn. Semenjak hari dimana keributan itu terjadi karena ulah Miko.Sudah 10 hari berlalu, dirinya juga belum melihat keberadaan Ares. Hal itu selalu saja menganggu dirinya, seperti sekarang ini.Ririn sedang membuat adonan kue, selalu saja disertai lamunan yang mana membuat dirinya berkali-kali ditegur oleh kepala chef.Hal itu juga semakin membuat Ririn dibenci oleh rekan kerjanya yang lain. Ririn juga tak ingin seperti ini, tapi isi kepalanya ini selalu saja bertanya-tanya tentang keberadaan dan keadaan Ares."Cih, liat anak baru itu. Simpanan atasan, jadi enak-enak kerjanya," celetuk salah satu staff.Ririn mendengar jelas ucapan orang itu, tapi Ririn hanya diam saja dan terus melakukan pekerjaannya dengan mengacuhkan segala ucapan yang menjelek-jelekan dirinnya.T
Pukul 9 malam, di ruang keluarga. Ririn sedang duduk di sofa yang empuk dan nyaman, seraya melihat Tv yang menayangkan film horor. Tapi Ririn, sama sekali tak bisa menghayati jalannya cerita itu. Pikirannya terus berkenala kepada pria, yang tadi mengangkat panggilannya. "Dia mengatakan akan segera kembali? cih, omong kosong," gerutu Ririn seraya sekilas melihat ponselnya. "Kenapa dia tak memberikan lokasi tentang keberadaanya itu?" mengingat percakapan singkat itu saja, semakin membuat dirinya kesal. Ares bahkan tak ada dirumah mewahnya tersebut, makannya dia terus bertanya tentang keberadaan Ares yang tiba-tiba saja menghilang. Bahkan Roy tidak tau tentang keberadaan Ares sekarang ini. "Kenapa pria itu menyebalkan sekali!! dasar tidak bertanggung jawab!!" gerutu Ririn. "Rin, kamu bikin Ayah pusing. Sedari tadi mengerutu mulu dan wajah kamu itu ma
Pagi hari yang indah dan cerah. Pukul 8 pagi hari, Miko sedang menatap sekeliling ruang kerja dirinya yang baru, semenjak ia menyetuji Ayahnya tersebut untuk tinggal bersama.Semenjak itu juga dirinya bisa mendapatkan kemewahan ini, termasuk mendapatkan sebuah jabatan yang sangat tinggi, yaitu menjadi direktur.Sungguh hidup yang begitu mudah jika keluarga dari latar belakang yang kaya raya. Hidup Ares pasti begitu mudah, tidak seperti dirinya yang melalui banyak hal."Maaf, kakakku sayang. Gue sejujurnya tak ingin bergabung dengan keluarga ini, tapi melihat tingkah elu yang seperti raja. Membuat gue ingin mengambil posisi itu dan alasan utama adalah agar Ririn kembali lagi.""Ririn, andai kamu mau kembali lagi bersama aku, pasti semua ini tak akan terjadi. Aku masih sangat mencintaimu." Miko berkata seraya duduk di kursi kerjanya, dengan memandang foto yang menampilkan dirinya dan Ririn.&nbs
Pukul 10 malam, Vanya baru sampai dirumahnya. Setelah melakukan pemotretan yang banyak sekali diberbagai tempat, hingga membuatnya begitu kelelahan.Vanya dengan cepat berjalan menaiki anak tangga menuju ke dalam kamarnya, untuk merebahkan dirinya yang lelah ini.Saat dirinya sudah sampai dilantai 2. Indra pendengaran milik Vanya, menangkap suara yang mana seperti sedang bercengkrama.Langkah kaki Vanya mengikuti suara itu berasal. Tubuhnya terdiam dengan pandangan mata yang melihat ke arah kedua orang tersebut.Vanya melihat Mamahnya dan juga adik bodohnya tersebut saling bicara santai di balkon. Mereka berdua saling memeluk satu sama lain.Saat melihat hal itu, tangan Vanya terkepal erat-erat, hingga tangan Vanya menjadi pucat. Vanya yang tak ingin lama-lama, langsung saja memasuki kamarnya. Dengan langkah kaki yang berjalan pelan-pelan.Vanya membanting ta
Diruang keluarga, suasana begitu mencekam. Sarapan yang sudah disiapkan sedari tadi pagi oleh Luna, ibu dari Ririn dan juga Vanya, seperti tak ada artinya. Itu semua akibat dari Fahri yang menarik paksa pergelengan tangan Ririn dipagi menuju ke ruang keluarga, sedangkan Ririn hanya bisa mengeluarkan air matanya saja. Ririn sedang berlutut dilantai, dengan kedua tangan yang saling bersatu untuk meminta pengampunan dari Ayahnya. Sedangkan Fahri, sudah hilang akal dan kendali mendengar hal gila yang keluar dari mulut putri bungsunya tersebut. "Ayah, tanya sekali lagi. Apa benar kamu hamil!!!" Ririn hanya bisa menganggukan kepalanya, seraya telapak tangannya mengusap air mata yang terus bercucuran. "Ayah, tenanglah dulu." Luna yang mendekati suaminya tersebut, sambil mengusap tangan suaminya agar lebih tenang. "Bagaimana b