Ririn tersenyum senang karena Ares membawanya kesebuah desa yang cantik, indah dan sejuk. Tapi sangat disayangkan desa ini angat pelosok, hingga tak ada jaringan.
Tangannya digenggam dengan erat oleh Ares, yang berada didepan dirinya. Sedangkan Roy, si pria berisik itu berada disampingnya, sambil terus tersenyum kepadanya."Ares, apa sudah sampai?" tanya Ririn, yang sudah mulai lelah karena harus menaki bukit."Mau aku gendong?" tanya Ares yang menatap wanita hamil ini."Tidak perlu."Ririn menaiki anak tangga satu persatu, dengan perlahan-lahan karena dirinya sedang hamil. Ririn tak lagi bersuara, karena tak ingin semakin lelah.Brugh.Ririn tanpa sengaja menabrak punggung kekar Ares. "Kenapa berhenti?" tanya Ririn sambil mengusap dahinya."Sudah sampai."
Pukul 12 siang hari. matahari yang sudah sangat terik sekali. Bukannya kembali ke rumah. Tapi Ares malah membawanya ke tempat yang tak terduga."Rumah sakit?"Selepas kembali dari tempat makam ibunya Ares. Tiba-tiba saja pria menyebalkan ini membawanya ke rumah sakit.Ririn tak bisa menebak didalam pikiran pria itu yang sellau saja tiba-tiba. Bahkan Ririn sudah bertanya berkali-kali di dalam mobil, alasan dibalik dirinya yang dibawa ke makam ibunya itu, tanpa memberitahu lebih dahulu.Tapi Ares hanya diam saja dan tak menanggapi ucapannya. Membuatnya semakin kesal akan tingkah Ares yang selalu saja berubah-ubah."Kenapa ke rumah sakit?" bingung Ririn seraya melihat ke arah Ares.Tapi bukan jawaban yang dirinya dapatkan, melainkan pria itu hanya diam saja dan malah menarik perngelangan tangan Ririn dan membawanya ke dalam rumah sakt, yang mana meru
Pukul 8 malam hari. Ririn yang masih berada didalam kamarnya, memadanggi dirinya sendiri dipantulan cermin. Ririn sudah menyiapkan mentalnya untuk mneghadapi Miko.Ririn sangat yakin alasan dibalik makan malam ini adalah dirinya yang harus minta maaf kepada Miko. Tak masalah Ririn harus meminta maaf, daripada nanti kedepannya malah semakin rumit.Lebih baik dirinya saja yang disalahkan. Padahal yang sebenarnya dirinya tak bersalah, seharusnya Miko dan kakaknya itu yang meminya maaf kepada dirinya.Ririn menghela nafasnya, saat dirinya terus saja mengingat hal yang dilakukan kakaknya dan Miko dibelakang dirinya.Ririn mengelengkan kepalanya, agar dirinya menghentikan memikirkan hal yang tak perlu dipikirkan lagi.Ting.Ponselnya menyala dan ia melihat notifikasi masuk dari Ares. Bibirnya sontak saja tersenyum saat pria itu mengirimkan pesan kepadanya.&
"Minumlah hingga banyak, agar membuatnya cepat hilang dan kau tak terikat kembali dengan pria itu." Miko tersenum puas melihat Ririn meminum-minuman yang Vanya buat, yang mana sudah ia campur dengan bubuk magic yang akan membawanya kembali bersama dengan Ririn. Ririn terus saja melirik ke arah jam, ia sangat takut jika Ares belum juga datang. Pria itu memang sudah berani membuatnya begitu cemas. Hingga suara pintu rumahnya terbuka dan menampikan sosok yang ia sudah tunggu-tunggu. Sontak saja bibirnya tersenyum senang dan pasti hatinya sudah sangat lega, disaat Ares berjalan mendekati meja makan. "Maaf, Om dan Aunty saya terlambat." "Hanya terlambat sedikit saja. Duduklah nak, pasti kamu lelah habis kerja langsung datang kerumah ini," ucap Luna. "Duduklah," perintah Fahri yang melihat Ares akhirnya datang juga, padahal ia sudah akan berburuk sangka jika pria itu tak juga
Ares terdiam saja seraya melihat kedua orang tua dari Ririn yang menunjukan wajah cemas dan khawatir tentang keadaan anaknya yang berada didalam ruang UGD.Luna mendekati yang berada didekat pintu ruang UGD. "Ares, Ririn dan bayinya akan baik-baik saja bukan?""Tentu saja," jawab Ares."Kenapa ini bisa terjadi?" kali ini Fahri, Ayah Ririn yang bertanya kepada Ares."Kita tunggu saja, apa yang akan dikatakan dokter," sahut Ares dengan raut wajah yang masih tenang sekali."Ares."Ares menoleh saat mendengar namanya disebutkan. Adik bodohnya itu yang memanggil namanya."Saya permisi dahulu," ucap ARes kepada kedua orang tua Ririn.Pandangan mata Ares berubah tajam menatap adiknya yang sudah dirinya tunggu kedatangannya itu."Ikutlah," kata Ares dengan suara yang tegas dan menakutkan.&nb
Vanya berada didalam kamarnya saja, mengurung dirinya sendiri. Setelah dirinya mendengar hal gila yang keluar dari mulut Miko. Membuat Vanya yang berniat ingin ke rumah sakit melihat adiknya itu, jadi mengurungkan niat.Mata Vanya melihat jam yang menunjukan pukul 12 malam hari. Bahkan Vanya sama sekali tak berani keluar dari kamarnya, disaat Mamahnya mengetuk pintu kamar miliknya disaat baru tiba dirumah. Bagaimana Vanya tak takut, jika ia mengetahui alasan dibalik Ririn yang jatuh pingsan. Oleh karena itu, Vanya mengurung diri saja didalam kamarnya.Waktu sudah berlalu dengan cepat, semenjak Mamahnya mengetuk pintu. Vanya melirik ke arah jam yang mengantung di dinding kamarnya. Vanya tak bisa tidur, pikirannya masih berkelana dengan apa yang terjadi.Ditambah dirinya yang baru mengetahui dari Ayahnya lewat pesan singkat, kalau Ririn mengalami keguguran dan alasan kenapa Ririn bisa keguguran. Vanya mengigit bibirnya, ia
Ares menghela nafasnya, akibat panggilan masuk dari pria tua yang mana adalah kakeknya. Sudah 8 menit berlalu dan kekek tua ini masih saja terus bicara akan banyak hal."Sudahlah, nanti saja bicara lagi." Ares seraya berjalan menuju ke arah kamar yang ditempati Ririn, karena ia mendengar suara berisik dari kamar itu.Huft."Baru ditinggal sebentar, sudah buat ulah saja." Ares mengelengkan kepalanya, saat melihat wanitanya itu menangis.Tanpa diberitahu juga, Ares sudah mengetahui siapa dibalik orang yang sudah membuat Ririn menangis di pagi buta seperti sekarang ini.Seharusnya Ares beri makan terlebih dahulu ke Ririn, baru wanita itu bisa nangis sejadi-jadinya. "Biang kerok," gerutu Ares."Ares, apa kau mendengar apa yang kakek katakan.""Bisa aku meminta bantuanmu." Ares disambungan telepon."Apa?"
Ririn tak bisa menghentikan Ares yang entah sejak kapan berubah menjadi mesum seperti ini. Ririn juga tak bisa berbohong, kalau dirinya entah kenapa sangat menginginka sentuhan Ares. Mungkin ini adalah hormon kehamilannya.Ares menyentuh leher Ririn dan menciumnya, tak lupa juga memberikan tanda kepemilikan di leher Ririn. Perlahan-lahan, telapak tangan besar milik Ares sudah mulai menjelajah tubuh Ririn. Berusaha membuka pakaian medis yang dikenakan oleh ibu dari anaknya ini."Ares, ini rumah sakit," ucap Ririn yang masih sadar dan ingat kalau ini rumah sakit dan sangat tak bagus, jika melakukan hal intim ditempat umum."Biarkan saja," jawab Ares yang sudah sangat ingin menyentuh Ririn yang semakin hari semakin hot, membuatnya terus menahan untuk tidak menyentuh wanita hamil ini."Eugh" leguh Ririn, akibat telapak tangan Ares yang menyentuh bukit kembar miliknya dengan tangannya tersebut.&nb
Pukul 8 malam. Ririn yang masih berada di rumah sakit. Padahal ia sudah meminta kepada Ares untuk membuat dirinya keluar dari tempat yang membosankan ini. Tapi sayang pria itu tak mendengar apa yang ia katakan. Hingga membuatnya masih berada di kamar Vvip ini. "Sangat membosankan," keluh Ririn ditambah dirinya harus memakan, masakan rumah sakit.Alasan Ririn bosan akibat dirinya sendiri di kamar Vvip yang diitempati dirinya ini. Kedua orang tuanya sudah kembali bersama dengan kakaknya tersebut, tadi sore hari. Sedangkan Ares yang seharusnya menemaninya, malah sedang mengangkat panggilan masuk, yang katanya tentang masalah pekerjaan. Jadilah Ririn sendiri di kamar besar rumah sakit ini, hanya ada televisi saja yang menemani kesendiran Ririn."Lama sekali sih," gumam Ririn dengan sorot matanya yang terus melirik ke arah pintu itu. Tapi orang yang ditunggu-tunggu, tak kunjung datang.Ririn suasana hatinya mulai tak mood, hi