“Yang … Ayang … Yang ….”Sayup-sayup Kaluna mendengar suara yang memanggil dirinya, sebuah suara yang sangat iya rindu dan damba. Dengan sekuat tenaga Kaluna mencoba membuka kedua kelopak matanya namun rasanya sangat berat, seolah kelopak matanya menempel dan sulit untuk dilepaskan.“Yang … Yang ….”Kaluna mencoba menggerakkan badannya dan membuka kelopak mata, tapi, semua itu terasa sangat sulit dan makin berat. Kaluna merasakan ada berpuluh-puluh ton batu yang menimpa dirinya hingga ia kesulitan menggerakkan tubuhnya walau hanya sedikit.Dalam ketakutan dan kepanikan Kaluna terus mencoba menggerakkan badannya, ia berjuang menggoyangkan badannya namun, lagi-lagi ia hanya merasakan tubuhnya seolah diikat seerat mungkin diranjang hingga tidak bisa lagi ia gerakkan sama sekali. “Lepas! Tolong! Siapa pun,” pekik Kaluna di dalam hati sambil terus meronta-ronta namun semuanya nihil. Dirinya sama sekali tidak bisa menggerakkan badannya, tubuhnya benar-benar terbelenggu dan suaranya seolah
"Jonathan?!" pekik Kaluna bingung sambil mendekatkan jemarinya ke wajah Jonathan lalu menangkupnya."Iya, Yang ... ini aku, kamu udah bangun?" tanya Jonathan sambil tersenyum, kedua lengan kokoh Jonathan memeluk tubub Kaluna seolah ingin melindungi gadis itu agar tidak kembali berteriak-teriak sambil menangis. "Ini aku, aku ada ... jangan teriak-teriak lagi."Kaluna menepuk pipi Jonathan pelan beberapa kali seolah ingin memastikan bahwa Jonathan yang ada di hadapannya itu benar-benar Jonathan bukan Jonathan jejadian yang ada di dalam mimpinya. "Yang ... ini aku," bisik Jonathan pelan.Plak!Semua orang di sana hanya bisa menahan napasnya dan menelan ludah saat melihat Kaluna menampar keras pipi Jonathan. "Ayang!" seri Jonathan kaget saat ditampar sangat keras oleh Kaluna. "Sakit, Jo?" tanya Kaluna polos seraya memperhatikan Jonathan secara seksama."Sakit! Ini sakit, Yang ... kamu kenapa tiba-tiba nampar aku? Aku salah apa?" tanya Jonathan sambil mengelus pipinya yang terasa pedih
“Karena.” Jonathan melihat sekeliling ruangan untuk memastikan hanya ada mereka berdua saja di sana. Saat merasa sudah aman dia dengan pelan mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu menyerahkan ke tangan Kaluna."Aku nggak jadi naik pesawat karena obat sialan ini," ucap Jonathan sambil menunjuk botol obat di tangan Kaluna."Ini kan obat ARV kamu, Yang," ucap Kaluna."Hubungannya apa kamu nggak naik pesawat dan obat ARV?" tanya Raka yang tidak mengerti apa benang merahnya antara itu semua. "Jadi tadi, aku udah sampai ke Bandara jam 8 pagi. Aku udah check in, bagasi aku udah masuk, aku udah nunggu pesawat di ruang keberangkatan tapi, aku sadar kalau obat ARV aku ketinggalan." Jonathan kembali mengingat kejadian yang baru saja ia alami tadi pagi. "Jadi, mau nggak mau, suka nggak suka aku harus balik ke rumah," terang Jonathan sambil mengusap pipi Kaluna pelan hingga membuat Kaluna kembali memeluk Jonathan dan membenamkan wajahnya di sana. "Emang nggak bisa beli di Medan?" tanya Raka y
"Jadi, Pak Jonathan tidak menaiki pesawat?" tanya salah satu pegawai bandara yang saat itu sedang bertugas mencatat semua hal mengenai kecelakan pesawat yang baru saja terjadi."Nggak, saya nggak naik. Saya keluar dari bandara karena ada yang harus saya lakukan," jawab Jonathan tenang sambil memberikan bukti tiket pesawat di ponselnya. "Jadi, Pak Jonathan tidak ada kerugian apa pun?" tanya pegawai itu lagi sambil menuliskan beberapa hal penting di papan jalan miliknya. "Paling saya kerugian barang-barang saya yang ada di bagasi pesawat dan ah ...." Jonathan menepuk dahinya kesal saat menyadari kalau dia kehilangan pisau kesayangannya. "Kenapa Jo?" tanya Kaluna penasaran. "Ada yang salah?""Pisau aku, Yang. Pisau aku ada di dalam koper dan entah di mana saat ini koper aku," ucap Jonathan.Kaluna menepuk bahu Jonathan pelan, "Mending pisau kamu yang ilang, kalau kamu yang ilang bisa stres aku. Udah nanti kalau kamu butuh pakai pisau aku aja, besok aku bawain," sahut Kaluna sambil men
"Nggak Bu, Jonathan baik-baik aja. Dia nggak apa-apa," ucap Kaluna sambil menghempaskan bokongnya di sofa. Ia melihat Jonathan yang keluar dari kamar sambil mengenakan celana pendek dan kaos. "Iya, emang itu Jonathan harusnya naik pesawat yang jatuh itu, tapi, Jonathan nggak jadi naik karena dia kelupaan barang," ucap Kaluna sambil berpikir barang apa yang terdengar sangat penting hingga membuat Jonathan harus meninggalkan pesawatnya selain obat HIV miliknya? Apa?"Nggak tahu, Bu ... Kaluna juga nggak tahu dia ketinggalan apa. Dia belum bilang sama aku dan aku juga nggak mau maksa dia. Dia masih dalam keadaan kaget," dusta Kaluna, sepertinya paling aman saat ini adalah berpura-pura bodoh agar selamat dari berondongan pertanyaan Emma yang baru saja mendengar kabar mengenai pesawat Jonathan dari berita di TV. "Hah? Nggak paham juga jadinya gimana, Bu. Aku sama Jonathan udah ikhlas dan nggak perpanjang masalah apa pun ke maskapainya," terang Kaluna sambil mengusap keningnya yang terasa
Kaluna mendesah saat ia merasakan belaian jemari Jonathan yang menari di punggungnya, gerakkan tangan Jonathan terasa sangat nikmat di kulit dingin Kaluna. Dengan ahlinya Jonathan melepaskan pakaian Kaluna dan melemparkan ke sembarang arah.Mata Jonathan terdiam saat melihat payudara Kaluna yang terlihat menggoda dibalik bra yang menyangah payudara itu dengan sempurna sehingga menunjukkan belahan dada yang membuat setiap inci tubuh Jonathan meraung keras meminta untuk dipuaskan. Jonathan merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya, rasa sakit yang hanya bisa disembuhkan oleh sentuhan atau pun kecupan dari Kaluna. "Jo, aku mau ...," bisik Kaluna sambil mengikat rambutnya setinggi mungkin hingga menunjukkan garis lehernya yang terlihat mulus. Kaluna menyentuh tubuhnya sendiri dengan gerakkan sensual yang membuat Jonathan makin menelan ludahnya sendiri. "Mau apa?" goda Jonathan dengan suara parau seraya mengusap kembali punggung Kaluna dan saat berada dibelakang tali bra Kaluna, dengan ahl
Kaluna saat ini sedang bergelung di dada Jonathan, mereka sedang menonton TV yang sedang menayangkan berita pesawat yang harusnya Jonathan naikki."Saat ini kami sedang mewawancarai salah satu dari keluarga korban bernama ...."Kaluna memalingkan mukanya dan membenamkannya di dada Jonathan. Entah kenapa ia merasa sangat ngilu melihat berita tersebut karena bisa saja dirinyalah yang menjadi salah satu korban di sana. Bisa saja ia yang saat ini masih menangis meraung-raung karena kehilangan Jonathan. "Kenapa?" tanya Jonathan sambil menarik selimut dan menutupi dada Kaluna, "dingin?" tanya Jonathan."Nggak, badan kamu anget jadi aku nggak berasa dingin," sahut Kaluna sambil merapatkan tubuhnya yang telanjang di badan Jonathan."Terus kamu kenapa? Mau aku bawain baju?" tanya Jonathan sambil beranjak dari duduknya, walaupun sejujurnya ia lebih suka Kaluna tidak mengenakan pakaian sehelai pun. "Nggak, aku cuman ngilu aja ngeliat beritanya," bisik Kaluna sambil menarik selimut untuk menutu
Jonathan menyentuh dahi Kaluna dengan tatapan tak percaya, "Kamu nggak sakit kan? Atau kamu kekenyangan makan tadi? Atau kepala kamu kepentok?" tanya Jonathan sambil melihat seluruh badan Kaluna dengan seksama. Kaluna tertawa renyah saat mendengar perkataan Jonathan, "Aku sehat, Jo. Kenapa? Aneh yah, kalau perempuan duluan yang ngajak nikah?" tanya Kaluna sambil menarik selimut untuk menutupi dadanya, entah kenapa ia tiba-tiba merasa dingin setelah menjauh dari tubuh Jonathan yang hangat. "Nggak aku cuman ...." Jonahthan masih dalam mode kaget karena bingung harus seperti apa menanggapi ucapan Kaluna. Aneh rasanya diajak menikah oleh Kaluna, walaupun ini bukan pertama kalinya ia diajak menikah oleh seorang wanita. Pertama dengan paksaan oleh Gendis dengan dalih Gendis hamil dan yang kedua oleh Kaluna."Ya udah, nggak usah diinget. Anggep aja aku ngawur," sahut Kaluna sambil tersenyum kecut karena ajakannya tidak dijawab atau bahkan dianggap serius oleh Jonathan. Kaluna pun tidak bis