"Kamu tenang dulu, aku nggak paham kamu ngomong apa kalau kamu marah-marah, gini, loh, Dek," ucap Wisnu sambil menekan telunjuknya ke lubang telinga supaya bisa mendengar perkataan Emma yang lebih terdengar seperti orang yang sedang kumur-kumur dari pada berbicara."Gi-gimana aku mau tenang, itu anak udah keterlaluan, Mas ... aku ngerasa nggak dihargai, Mas, coba ...."Wisnu berkacak pinggang sambil melihat ke arah luar jendela, melihat pemandangan lahan sawit yang terhampar. Saat ini ia sedang berada di salah satu lokasi lahan sawit miliknya yang berada di Sumatera Selatan, ada sesuatu hal yang harus ia urus hingga mau tidak mau ia harus ke sana dan meninggalkan Emma yang masih dalam keadaan tidak stabil pasca Jonathan merelakan Kaluna."Dek ... Mas nggak paham kalau kamu ngomongnya sambil nangis dan ngebut kaya gini, coba ngomongnya pelan-pelan yang manis, gitu, biar Mas paham," pinta Wisnu mencoba menenangkan Emma yang terus mengoceh tanpa titik dan koma. "Mas nggak pernah paham p
"Kamu ngapain ke sini dan gimana caranya kamu tahu alamat kantor saya?" tanya Wisnu sambil meminum kopi hitam yang terasa pahit di lidahnya dimana Wisnu berharap rasa pahit itu bisa membuat ia mengalihkan kesemberautan pikirannya saat ini."Ingat waktu Om saya tabrak?" tanya Jonathan yang langsung di jawab anggukkan oleh Wisnu, "Om kan, kasih kartu nama ke saya dan entah gimana caranya kemarin tiba-tiba saya menemukan kartu nama itu di saku celana yang saya pakai."Wisnu tertawa tipis, kocak rasanya mendengarkan penuturan Jonathan yang terdengar sangat klise dan mirip seperti alur cerita cinta picisan yang suka ada di salah satu TV swasta berlogo ikan terbang. "Ntah saya harus percaya atau nggak. Tapi, melihat kamu ada di sini yah, saya percaya aja. Padahal kamu bisa bilang dengan cari nama saya di Googleeeee," ucap Wisnu."Saya nggak kepikiran." Jonathan tertawa geli karena apa yang dikatakan Wisnu benar, kenapa dia tidak sampai berpikir ke sana dan malah berpatokan pada kartu nama W
"Lalu apakah setelah semua yang Om lakukan itu menjadikan Ibu bahagia?"Deg!Jantung Wisnu seolah berlari ke kerongkongannya saat mendengar pertanyaan Jonathan, ia sadar kalau apa yang ia ceritakan tadi malah membuat celah agar Jonathan bisa membujuknya agar membantu. "Apakah setelah pengorbanan yang Om lakukan membuat Ibu senang? Jonathan rasa nggak, malah Jonathan merasa Ibu dulu sangat-sangat tersiksa. Jarang Jonathan melihat Ibu tersenyum, berbeda dengan saat ini. Ibu sangat suka tersenyum saat sudah kembali bersama dengan Om," ucap Jonathan lagi yang saat ini makin merasa mendapatkan celah untuk mendapatkan bantuan dari Wisnu."Tapi, apa yang terjadi pada saya dan Emma itu sudah takdir, dan sudah terjadi." Wisnu masih mencoba berkelit."Iya, paham ... makanya saya meminta Om Wisnu membantu saya untuk membujuk Ibu agar sejarah tidak terulang kembali dan lagi, hubungan saya dan Kaluna masih bisa diselamatkan, hubungan kami saat ini masih bisa diselamatkan, benarkan Om Wisnu?" tanya
Suara halilintar terdengar jelas di kuping Jonathan, ia dengan cekatan melajukan mobilnya membelah jalanan kota Jakarta untuk kembali pulang ke rumah setelah selesai semua pekerjaan dan urusannya di Palembang, bahkan ia sudah memulangkan kembali Fina ke rumahnya. Sepanjang perjalanan Jonathan tak henti-hentinya tersenyum bahagia, ia bahkan sudah membuat janji dengan Fina untuk pertemuan antara Wisnu, Emma dan Fina. Bahkan Jonatgan sudah menelepon Wisnu untuk mengingatkan kembali tentang pertemuan tersebut. Bahkan sangking terlalu bahagianya, Jonathan tidak merasa lelah sama sekali padahal tiga jam yang lalu ia baru saja turun dari pesawat yang memulangkan dirinya dari Palembang, untungnya dia selalu menitipkan mobilnya di Bandara sehingga ia bisa pulang dengan cepat tanpa perlu menunggu taksi online atau jemputan. Saat ia membelokkan mobilnya ke kiri untuk memasuki komplek perumahannya, ekor mata Jonathan menangkap sosok yang tak asing, seorang wanita sedang berjalan sendirian tanp
"Yang! Ayang!" teriak Jonathan di tengah guyuran hujan. Udara dingin sama sekali tidak Jonathan indahkan, ia terus berlari sambil memanggil Kaluna yang sudah berjalan di depannya. Untungnya suasana jalan sepi dan sudah masuk ke dalam jalan komplek hingga tidak banyak mobil yang berlalu lalang, mobil Jonathan pun tidak memacetkan walau Jonathan parkirkan di bahu jalan."Ayang!" teriak Jonathan lebih lantang lagi hingga seluruh urat di lehernya terlihat.Kaluna menghentikan langkahnya lalu berbalik melihat Jonathan, "Apa? Mau apa? Mau ajak aku pulang ke rumah Ibu, hah?" tanya Kaluna sambil memicingkan matanya berusaha untuk melihat sosok Jonathan yang tak terlihat jelas akibat derasnya air hujan.Saat Jonathan sadar kalau Kaluna sudah berdiri, dengan cepat Jonathan berlari mengejar Kaluna lalu kedua tangan Jonathan langsung memeluk Kaluna dan mengangkat tubuh Kaluna seperti mengangkat karung beras."Kamu mau apa? Turun nggak!" jerit Kaluna kaget karena tiba-tiba saja ia sudah ada di bah
Kaluna menyentuh air hangat yang sudah terisi penuh di dalam bathtub, setelah dirasa cukup suhunya, Kaluna langsung masuk ke dalam bathup untuk merendam tubuhnya yang sudah menggigil akibat berkelahi dengan Jonathan di tengah guyuran hujan.Rasa hangat dengan cepat menyelimuti setiap inci tubuh Kaluna dan entah bagaimana tapi, air hangat di dalam bathtub seolah memijatnya lalu mengguyurnya dengan rasa nyaman. Kaluna menyandarkan kepalanya ke sisi bathtub lalu memejamkan matanya. Menikmati sensasi rileks tanpa sadar kalau ada seseorang yang masuk ke dalam kamar mandi dan memperhatikan dirinya.“Kayanya bathtub itu cocok dipakai sama kamu, Yang.”“Hah?” Kaluna tersentak kaget lalu menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Jonathan yang sedang membuka pakaiannya.Kaluna menelan ludahnya saat kedua matanya dimanjakan dengan pemandangan dari tubuh Jonathan. Entah karena pikirannya yang sangat rindu pada Jonathan atau memang gairahnya yang selalu terpicu setiap melihat pria itu membuka pak
"Ah ...." Kaluna melengguh saat ia kembali merasakan gerakan sensual dibagian bawah tubuhnya. Napasnya tersenggal saat gulungan kenikmatan menjerumuskan dirinya dalam hutan sensual yang dibuat dari gerakan erotis jemari Jonathan di ceruk kewanitaannya.Jonathan mengecupi leher Kaluna dan sesekali meliukkan lidahnya, memberikan jejak-jejak bukti kepemilikan di sana. Tangannya terus bergerak liar dibagian bawah tubuh Kaluna hingga membuat Kaluna menggelinjang dan mencengkeram bahu Jonathan sambil terus mendesah memanggil nama Jonathan."Jo ...," desah Kaluna sambil menengadahkan kepalanya dan memejamkan matanya karena merasakan rasa geli di bagian terkecil tubuhnya yang dibelai secara melingkar oleh jemari Jonathan. Rasa geli itu berujung nikmat dan menjalar ke seluruh tubuhnya hingga tanpa sadar Kaluna menekuk kuku-kuku kakinya dan melebarkan lebih lebar lagi kakinya agar Jonathan bisa lebih leluasa memujanya.Mata Jonathan membulat saat melihat tubub Kaluna yang bergerak naik dan turu
"Hmm ...." Kaluna tersenyum saat ia merasakan gerakan tangan Jonathan di perutnya, rasanya nikmat saat lengan Jonathan yang penuh dengan urat tangan itu membelai tubuhnya yang telanjang. "Mau apa?" bisik Kaluna sambil memutar tubuhnya dan menatap Jonathan, tangannya mengusap kening Jonathan yang terasa hangat di permukaan jemarinya."Mau kamu," bisik Jonathan pelan yang langsung mendapatkan tawa renyah di kupingnya, "aku serius, jangan ketawa. Aku nggak main-main Kaluna."Kaluna mengangguk sambil mengecup bibir Jonathan, "Aku tahu, kamu selalu serius kalau udah berurusan sama aku.""Karena kamu itu bukan buat dipermainkan dan aku nggak pernah main-main sama kamu," sahut Jonathan sambil menepuk bokong Kaluna pelan."Aw ... nakal, kamu," bisik Kaluna sambil kembali mengecup bibir Jonathan. "Jo, apa kita bisa menikah dengan ridho Ibu?" tanya Kaluna tiba-tiba. Jonathan tersenyum paham, benar apa yang ia pikirkan selama ini, mulut Kaluna mungkin dengan lantang mengungkapkan kemarahan pad