Di hadapanku kini duduklah Erika yang terlihat lebih melunak. Tidak seangkuh saat dia kemarin masih memeras mantan suaminya ini. Mungkin dia tertekan berada di penjara ini. Lalu, aku bisa apa? Itulah hukuman segala keburukan yang telah dia lakukan. “Aku mohon jangan mempersulit penyidikan kasus ini. Perbuatanmu terhadap Arum dan putra kami tidak bisa kumaafkan,” geramku sebab dari tadi dia hanya menyangkal segala pertanyaan Polisi.“Mas, aku mohon percayalah. Aku sama sekali tidak mencoba membunuh Arum,” jelasnya kembali. Membuatku berdecap kesal. Bagaimana mungkin wanita ini terus saja berpura-pura tidak tahu apa pun walau kenyataannya dia bersalah. “Cukup. Kamu jangan berpura-pura lagi. Lantas kalau bukan kamu yang sudah merencanakan ini semua, siapa lagi? Arum dan Aku sama sekali tidak punya musuh kecuali kamu yang dengan jelas sudah berani mengancam sebelumnya.” Erika menggeleng tanda tidak terima atas apa yang telah kuucapkan. Dia terus saja membela diri serta berkata kalau d
“Kamu tega, Mas sudah membohongiku. Gara-gara Mas Arga bayiku meninggal. Kamu sudah membunuh putra kita!” teriak Arum. Tangganya gemetar dengan tatapan tajam menusuk saat memandangku.Aku diam mematung di tempat saat ini sambil berdiri. Terkejut dengan keberadaan Arum yang sudah berada di belakangku dengan menduduki kursi roda. Entah ke mana Bi Surmi meninggalkan Arum di sini.“Kamu mau ke mana, Rum?” tanyaku berharap obrolan kami teralihkan.“Jangan mengalihkan pembicaraan, Mas. Kenapa kamu tega sekali membohongiku? Aku benci sama kamu, Mas,” ucapnya sambil berusaha membalikkan kursi roda. Namun, kutahan dengan tanganku agar dia tidak pergi. Aku berlutut di hadapannya berharap Arum akan luluh dengan yang kulakukan.“Rum, Maafkan, Mas. Kamu tahu, kan. Mas enggak mungkin mau membiarkan anak kita meninggal. Mas juga sayang sama putra kita,” jelasku berharap Arum akan mengerti.Arum memandangku dengan tatapan kecewa, sendu dan amarah bercampur.“Aku tahu, Mas enggak pernah melakukan apa
Berulang kali kutengadahkan kepala dan menyandarkan punggungku ke Jok mobil sambil menutup mata. Namun, ucapan Arum terus saja berkelebat di pikiran.“Aku benci kamu Mas. Mas Arga sudah membunuh anakku dan membuatku celaka,” kata-kata ini terus saja terngiang di dalam pikiran. Apa yang harus kulakukan sekarang? Sudah tidak ada lagi harapanku untuk kembali padanya. Saat ini aku sudah kehilangan Arum selamanya.Kuhidupkan mesin mobil, jalan satu-satunya aku harus mencari ketenangan di luar sana. Akan tetapi, kulihat motor Andra melintas masuk ke tempat parkir motor di Rumah Sakit ini. Ada keperluan apa dia di sini?Mengapa tiba-tiba rasa curiga bergelayut dalam hati. Pun hati ini mulai tidak tenang dan gelisah. Apalagi baru tadi siang kupergoki pria itu melakukan hal-hal yang mencurigakan. Aku tidak tahu mengapa diriku merasa kalau akan ada sesuatu yang tidak baik dilakukan olehnya.Dengan mengendap-endap, aku turun. Sebelumnya, aku telah mengambil jaket, masker dan kacamata sepert
POV Arum“Di mana ini? Gelap sekali!” Aku menggeleng merasakan kepala yang teramat pusing. Apa yang terjadi denganku?Bagaimana mungkin aku bisa berada di tempat ini? Sepertinya ini sebuah gudang yang cukup tua. Kardus-kardus kosong berdebu mendominasi tempat ini. Pun, segala benda-benda yang sepertinya sudah tidak terpakai berserakan. Badanku pun tidak bisa digerakkan. Aku meronta mencoba melepaskan ikatan di tubuh. Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa berada di sini dengan keadaan terikat? Pertanyaan itu terus saja terngiang di kepala. Tega sekali orang yang sudah menculik, mengurung serta mengikatku di tempat seperti ini. Ketakutanku terus menjadi kala lampu di dalam ruangan ini tiba-tiba mati. Tubuh ini gemetar dengan keringat sebesar biji jagung mengalir deras di dahi. Sungguh, saat ini aku dilanda ketakutan yang luar biasa. Rasa trauma terhadap kegelapan membuatku merasa semakin lama semakin sesak. Segala pikiran yang tidak mengenakan sekelebat terus saja menghantui.“Tolong!” t
“Maksud Anda?” tanyaku masih mencoba melepaskan ikatan tangan di belakang tubuh.“Aku hanya butuh tanda tanganmu kalau tidak kauharus menggantinya dengan nyawa.”Ucapan pria itu membuatku terkejut, sebenarnya apa yang membuatku harus berurusan dengan laki-laki kejam ini. Apa yang dikatakannya tadi? Tanda tangan? Memangnya siapa aku dan untuk apa tanda tanganku sehingga orang ini sampai menculik diriku?“Tanda tangan? Untuk apa itu semua? Saya bukan siapa-siapa, dan juga tidak kenal pada Anda sedikit pun,” bentakku mulai kesal.“Kasihan! Kau ternyata tidak tahu apa pun selama ini. Syukurlah kakek tua itu tidak bisa menemukanmu sebelum saya,” kekehnya yang kudengar bukanlah hal yang menyenangkan. Justru yang terlihat malah mengerikan. Tersirat kemarahan di matanya. Entahlah itu apa?“Maksud Anda apa? Saya sama sekali tidak mengerti?” Dahiku mengernyit mencoba mengartikan apa yang pria ini katakan.“Saya mau kamu mengalihkan segala harta milikmu menjadi atas namaku.” “Harta apa yang And
POV ArumPria itu semakin mendekat dan aku terus meronta mencoba menggerakkan badan agar bisa bebas dari ikatan ini. Sambil memundurkan kursi karena pria di hadapanku terus saja mendekat dengan senyumnya yang membuatku seketika ketakutan. Orang ini memang sudah gil*, bisa-bisanya memanfaatkan ketidakberdayaan seorang wanita yang sedang disekap. “Anda mau apa? Jangan mendekat. Jika tidak ... kau akan menyesal,” ancamku yang malah membuat pria itu tertawa terbahak-bahak. “Memangnya apa yang berani kamu lakukan, heh? Kau tidak bisa apa pun dengan keadaan terikat seperti ini. Jadi, terima saja apa yang akan kulakukan. Tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkanmu dari sini.”Pria tersebut semakin menghampiri dan mencoba menciumiku, namun kutampar wajahnya dengan tangan ini yang memang tidak terikat, hingga membuatnya memegang pipi yang sudah memerah karena ulahku. Dia mengepalkan tangan sambil menatapku penuh dengan kilat kemarahan. Lalu, memegang lengan ini serta mengikatnya kembal
Pertanyaan itu terus saja bergulir di benakku. Memangnya dendam apa yang harus membawaku terseret dalam masalahnya? Apa ini ada hubungannya dengan Ayah? Namun, apa itu?Seketika teringat dengan Bu Rina dan yang lainnya. Mungkin saja saat ini sedang khawatir padaku. Apalagi baru beberapa hari aku kehilangan putra pertama. Diri ini tidak menyangka kalau Erika akan melakukan hal nekat seperti itu. Bahkan, aku sudah rela melepaskan Mas Arga untuk menjadi satu-satunya miliknya. Tapi, kenapa dia tega? Apa karena Mas Arga selalu memberikanku perhatian sehingga membuatnya cemburu sehingga dapat membutakan mata hatinya. Apa hanya karena itu alasannya?Inginku merutuki nasib yang tidak pernah berpihak, namun apa dengan seperti itu akan membuat segalanya lebih baik? Tiba-tiba saja terlintas ceramah ustazah Aisyah istri dari penceramah di sekitar tempat tinggalku dulu. Dia yang selalu mengingatkanku agar lebih mendekatkan diri lagi kepada-Nya. Allah memberikan ujian itu untuk menguji keimanan ki
POV Arum “Tidak, saya tidak mau menjadi istri Anda. Saya mohon, bebaskan saya,” ucapku mengiba. Namun, pria tersebut dengan congkaknya malah berdiri sambil memandangiku sinis. “Memangnya siapa yang ingin memiliki istri sepertimu, heh? Kau bukan jenis wanita yang menjadi seleraku,” sinisnya membuatku melongo. “Bukankah tadi ...?” “Apa? Saya hanya berkata sembarang. Lagi pula, wanita sepertimu apa menariknya? Cantik tidak, menarik tidak apalagi seksi,” sindirnya. Membuatku memalingkan muka. Bisa-bisanya pria ini menghinaku. Memangnya siapa yang ingin dipandang cantik, menarik apalagi seksi. Aku bukan wanita murahan seperti itu. “Tidak heran Anda memandang wanita hanya dari fisiknya. Ternyata selera Anda wanita murahan , yang hanya bisa mengumbar lekuk tubuh,” balasku kesal. Pria itu melotot memandang tajam padaku. Entahlah, kenapa aku mulai berani untuk menentang pria tersebut. Padahal, sebelumnya aku selalu gemetar meski hanya memandang mata dia yang tajam. Tanganku berkeringat di