Entah kenapa perasan Andira mendadak gelisah, hatinya pun seolah tidak tenang. Dia langsung menoleh ke arah suaminya, bermaksud untuk membangunkannya. Namun tiba-tiba ia tersentak, kedua matanya pun terbelalak saat melihat apa yang terjadi pada suaminya.
Bagas mendadak terbangun dengan kedua mata yang langsung melotot, kedua tangannya juga bergerak kemayu kengikuti alunan musik tembang jawa yang terdengar serta garis bibirnya pun sedikit terangkat, namun terlihat menakutkan.
Hawa dingin tiba-tiba menusuk pori-pori kulit Andira, detak jantungnya pun seketika berdebar kencang, keringat dingin juga mulai bercucuran membasahi keningnya.
Seketika rasa panik dan juga takut berbaur menjadi satu hingga Andira pun langsung berlari keluar kamar dan berteriak memanggil ibu mertuanya. Namun tidak hanya mertuanya, Ema dan Deni kakak iparnya pun malah ikut terbangun karena suara teriakannya. Mereka akhirnya segera berlari menghampiri bagas di dalam kamar setela
"Pergi! Pergi!" Teriak Andira seketika. Tubuhnya mendadak luruh di atas lantai sembari histeris ketakutan."Sayang ini aku, suamimu!" Ucap Bagas. Kedua tangannya terulur untuk merengkuh tubuh istrinya, namun Andira justru menepis dan menghindarinya."Pergi! Jangan dekati aku!" Teriak Andira sembari berlari ke luar kamar."Sayang, kamu mau ke mana?" Teriak Bagas. Rasa khawatir tiba-tiba muncul dalam hatinya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya seketika ia lupakan. Bagas langsung berlari menyusul kepergian istrinya yang kemudian diikuti oleh ibu dan saudaranya."Pergi! Pergi!""Dira, cepat buka pintunya!" Tidak hanya Bagas, Leni pun turut khawatir saat mendengar teriakan Andira dari dalam kamar tamu. Apa lagi suaranya terdengar seperti orang yang sedang ketakutan.Sementara di dalam kamar, Andira tengah bersembunyi ketakutan. Dia meringkuk di balik sisi ranjang semabari memeluk kedua lututnya yang gemetar. Sesekali dia menya
"Dira.""Andira."Sayup-sayup telinga Andira mendengar seseorang memanggil namanya. Perlahan Andira pun mulai membuka kedua matanya yang masih terasa amat berat. Beberapa saat kemudian kedua matanya mengerjap, menyesuaikan dengan cahaya sekitar yang masuk dan menyilaukan matanya."Alhamdulillah, kamu sudah sadar sayang. Kamu gak papa kan?" Bagas langsung merengkuh tubuh Andira dan mendekapnya dengan sangat erat. Beberapa kali ia juga mendaratkan kecupannya di kening sang istri."Apa yang terjadi?" Tanya Andira yang kemudian mengurai pelukannya. Dia heran saat mendapati dirinya sudah berada di dalam kamar, bersama suami dan juga keluarganya yang lain. "Aahh." Dia meringis seketika saat kepalanya terasa berdenyut."Kamu gak ingat? Semalam itu kamu hampir tenggelam di kamar mandi." Terang Leni yang langsung menyela.Andira terkejut." Semalam?" Gumamnya, kedua matanya seketika terbelalak saat menyadari matahari sudah meninggi d
Andira terperanjat, tubuhnya luruh dan tergeletak di lantai. Apa yang ia lihat membuat kedua kakinya terasa tak bertulang hingga tak mampu untuk menahan beban tubuhnya."Ada apa?" Bagas segera mendekati istrinya. Kepalanya pun menjulur masuk ke dalam kamar mandi untuk melihat apa yang istrinya lihat. Bagas pun tersentak saat tahu apa yang ia lihat. Bak mandi yang biasanya terisi dengan air bersih, kini berubah menjadi merah pekat. Seekor kucing juga nampak mengambang di atasnya, perutnya terkoyak, ususnya pun terurai keluar dari tubuhnya. Melihat hal itu Bagas segera membawa istri serta ibunya keluar, begitu juga dengan Deni yang langsung memapah istrinya keluar kamar. Kemudian mereka segera membersihkan kekacauan itu, keduanya juga memeriksa seluruh pintu dan jendela rumah."Apa kamu yakin ini perbuatan seseorang?" tanya Deni mengerutkan keningnya."Entahlah Kak, Kakak lihat sendiri kan semua pintu dan jendela masih tertutup rapat. Jika ada oran
Kaca jendela tiba-tiba pecah, angin mendadak berhebus menyapu seluruh kamar. Tubuh Leni seketika terpaku di tempat, ketika hembusan berat mendadak menerpa tengkuk belakangnya. Leni langsung menoleh, tapi ia tidak menemukan apa pun di sana."Mati! Mati! Mati!" suara seseorang tiba-tiba menggema di seluruh kamar. Tubuh Leni seketika gemetar, jantungnya juga berdebar semakin kencang ketika lampu di kamar mendadak mati."S-siapa kamu?" teriak Leni dengan suara gemetarnya. Tubuhnya semakin meringsut menjauh dari jendela ketika bayangan seseorang tiba-tiba muncul bersamaan dengan tiupan angin yang semakin kencang.Leni pun langsung bergegas menuju pintu ketika bayangan itu semakin mendekat ke arahnya. Namun kakinya tiba-tiba tersandung hingga ia jatuh tersungkur ke lantai."Hahaha... Kalian akan mati! Kalian harus mati!" serunya lagi.Leni semakin ketakutan, ia bahkan menyeret tubuhnya menjauh dari bayangan itu. Namun panik seketika melanda d
"Di antar Dion lagi?" tanya Bagas yang sudah menunggu kepulangan istrinya di depan pintu."Bukannya tadi sudah minta ijin?" jawab Andira sembari mencium punggung tangan suaminya. Ya, Andira tidak pernah melupakan statusnya sebagai seorang istri. Jadi saat Dion menawarkan tumpangan untuknya, Dira menghubungi suaminya terlebih dahulu untuk meminta ijin dan Bagas pun juga menyetujuinya."Kenapa dia jadi sering kebetulan lewat di kantormu?""Maksudnya?" Andira mengernyit menatap suaminya."Lupakan saja!" ketusnya lalu bergegas meninggalkan istrinya."Dia kenapa?" Andira kembali menautkan kedua alisnya, menatap kepergian sang suami."Dira, kamu sudah pulang?""Eh, iya Bu. Baru saja sampai." ucapnya pada sang ibu mertua."Ya sudah, sana bersih-bersih dulu, sholat lalu makan malam bersama. Setelah itu kita pergi menemui Pak Soleh." titah Leni yang kemudian di angguki oleh Andira.Andira
Dengan ekor matanya dia dapat melihat sebuah tangan bertengger di atas bahunya. Dengan perlahan ia pun menoleh untuk melihat siapa yang berada di belakangnya."Ngapain di sini? Ayo masuk." ajak Bagas.Andira akhirnya bisa bernafas lega saat tahu itu adalah suaminya. Dia juga tidak menyadari, ternyata seseorang sudah membukakan pintu untuknya. Dia pun segera mengikuti langkah suaminya memasuki rumah itu. Sesampainya di dalam rumah, ia langsung melihat sekeliling. Rumah yang berdinding kayu itu namapak tak biasa di matanya.Seluruh tubuhnya pun semakin meremang kala deretan patung hewan buas yang terpajang rapi di dinding, nampak menyambutnya. Dadanya juga mendadak terasa sesak, ketika salah satu ukiran ular yang menjadi pegagan anak tangga juga terbuat dari kayu, tiba-tiba memancarkan cahaya merah dari kedua matanya."Hei. Ada apa?"Andira kembali tersentak saat Bagas menyentuh bahunya, lalu dengan cepat ia pun menggele
Sejak kepulangan Andira dari rumah Pak Soleh semalam, hati Andira terus saja dilanda gelisah. Keanehan-keanehan yang ia rasakan di rumah itu membuat hatinya tak tenang. Mulai dari sikap aneh Pak Soleh, kejadian aneh saat Andira menatap patung-patung yang Pak soleh koleksi serta larangan bagi siapa saja untuk melihat metode pengobatannya. Namun ketika Andira menceritakan semua rasa kegelisahannya pada sang ibu mertua, mertuanya malah mengatakan kalau itu hanya perasaannya saja. Akhirnya semalaman Andira tidak bisa tidur dengan nyenyak dan terus saja memikirkan keadaan suaminya. Hingga hari ini pun, dia bahkan tidak bisa melakukan atifitasnya dengan benar. Matahari pun kini mulai terbenam, namun Andira sama sekali belum mendapatkan kabar dari sang ibu mertua tentang kepulangan sang suami. Semua pekerjaan kantor yang ia kerjakan kacau, dia bahkan tidak bisa berkonsentrasi saat rapat tengah berlangsung, pikirannya kalut, hatinya pun berkabut.
"Sayang, kamu kenapa?" Andira bergegas masuk, menyusul suaminya. "Kamu yang kenapa?" Bagas langsung berbalik dan menatap wajah istrinya. "Aku? Memangnya aku kenapa?" tanya Andira mengerutkan keningnya. "Kamu pulang dengan siapa? Kenapa gak kasi kabar?" tanyanya dengan suara yang agak meninggi. "Apa maksudmu? Aku pulang bareng Sisi. Lagi pula bagaimana aku bisa kasi kabar, aku saja tidak tahu kalau kamu sudah pulang." jelas Andira kembali meraih tangan suaminya. "Alasan!" bentak Bagas sembari menepis kasar tagan istrinya. Andira tertegun seketika saat mendengar ucapan suaminya. Ini kali pertama kalinya Bagas memperlakukannya dengan kasar. Air matanya pun luruh seketika sembari menatap kepergian suaminya. "Dira kenapa?" Andira segera mengusap air mata yang membasahi kedua pipinya. Ia tidak ingin mertuanya tahu dan malah akan menambah beban pada ibu mertuanya. "Kelilipan Bu." kilahnya kemudian. "Oh, ya sudah