Alan yang mendengar teriakan Aira, segera mendekati Aira.
"Darah apa?" tanya Alan.Aira menunjukkan selangkangannya yang keluar darah segar."Tenang, Sayang. Aku panggil perawat dulu." Alan segera berlari mencari perawat jaga.Tak berapa lama, dua orang perawat berusaha mendekati Aira yang masih tampak terduduk di lantai. Perawat itu melakukan pertolongan pertama pada Aira."Apakah Ibu sedang hamil?" tanya seorang perawat.Aira menggelengkan kepala, karena ia merasa tidak hamil."Oke, kami akan membawa Ibu ke ruang IGD untuk melakukan tindakan yang tepat."Seorang perawat berusaha menelpon seseorang, sepertinya ia meminta orang tersebut untuk mengantarkan brankar. Tidak menunggu lama, seorang perawat laki-laki masuk ke dalam kamar sambil mendorong brankar.Dengan dibantu Alan, perawat itu berusaha mengangkat tubuh Aira dan meletakkannya di brankar."Bapak disini saja, menunggui anaknya. Biar kami yang mengurus Ibu."Alan hanya bisa mengangguk pasrah, pikirannya menjadi tidak karuan. Ia takut jika terjadi sesuatu dengan Aira. Terdengar suara Kenzo yang menangis, Alan segera mendekati Kenzo dan berusaha menenangkannya. Beruntung Kenzo bisa tenang dan tidur kembali.Alan pun terlelap dalam tidurnya, dengan tangan sambil mengeloni Kenzo. Entah berapa lama Alan tertidur, tahu-tahu sudah terdengar azan Subuh. Alan terbangun dan ia melihat sekeliling ruangan."Dimana aku?" gumam Alan. Sesaat kemudian ia baru menyadari apa yang telah terjadi."Bagaimana kondisi Aira?" Alan menjadi panik, ia bingung mau melakukan apa. Kalau ia pergi dari ruangan ini, takut jika Kenzo terbangun.Akhirnya Alan pun mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Ia tidak berani mandi terlalu lama, sesaat kemudian ia pun selesai mandi.Terdengar suara Kenzo memanggilnya, ia pun menoleh dan mendekati Kenzo."Iya Sayang," sahut Alan sambil mendekati Kenzo kemudian menggendong Kenzo."Ibu," ucap Kenzo sambil menangis."Sebentar lagi Ibu kesini." Alan menenangkan Kenzo yang menangis. Kenzo pun mulai tenang lagi dalam gendongan ayahnya.Ceklek! Terdengar pintu kamar dibuka, seorang perawat masuk ke dalam kamar Kenzo."Mbak, bagaimana kondisi istri saya?" tanya Alan."Begini, Pak. Istri Anda ternyata hamil dan maaf, janin berumur lima minggu itu tidak bisa kami selamatkan. Ibu mengalami keguguran dan pendarahan.""Sekarang bagaimana kondisinya." Alan menjadi cemas."Sudah stabil, masih di ruang IGD.""Bagaimana kalau istri saya dirawat dikamar ini saja, biar saya bisa menjaga anak dan istri saya.""Iya, Pak. Itulah yang ingin saya bicarakan. Karena Bapak sudah menyetujuinya, sebentar lagi kami bawa kesini. Sekarang saya mau memeriksa kondisi anak Bapak."Alan pun melepaskan Kenzo dalam gendongannya dan membaringkan di tempat tidur. Beruntung, Kenzo tidak rewel lagi. Perawat itu memeriksa kondisi Kenzo."Alhamdulillah, panasnya sudah turun.""Syukurlah.""Saya permisi dulu, Pak. Sebentar lagi Ibu kami bawa kesini.""Iya, Mbak. Terima kasih."Perawat itu pun keluar dari kamar Kenzo. Alan berusaha mengajak Kenzo bercanda, Kenzo pun menanggapi ayahnya. Ia mulai bisa tertawa.Pintu kamar Kenzo dibuka lagi, dua orang perawat sedang mendorong brankar. Tampak Aira dengan wajah pucatnya, ia masih dalam kondisi tertidur. Alan tampak cemas melihat Aira."Jangan khawatir, Pak. Ibu tidur karena obat yang kami berikan, untuk mengurangi rasa sakit karena pendarahan," kata seorang perawat yang sepertinya memahami apa yang ada di pikiran Alan.Alan pun tersenyum."Terima kasih," sahut Alan."Ibu," panggil Kenzo."Iya, Sayang. Ibu masih tidur, Ibu capek." Alan menanggapi ucapan Kenzo."Kami permisi dulu, Pak. Kalau ada apa-apa bisa panggil kami dengan memencet bel itu." Perawat menunjukkan bel yang dimaksud."Iya, Mbak. Terima kasih."Alan mendekati Aira sambil menggendong Kenzo. Ia menatap wajah istrinya itu, ia sangat menyesali perbuatannya. Ia tidak sengaja mendorong tubuh Aira karena kemaluannya sangat sakit akibat ditendang oleh Aira."Ibu." Kenzo memanggil ibunya.Alan mendekatkan Kenzo dengan ibunya, Kenzo memegang tangan Aira. Aira pun terbangun karena sentuhan tangan Kenzo.Butuh beberapa saat bagi Aira untuk menyadari apa yang terjadi."Kenzo," gumam Aira. Ia pun berusaha untuk duduk, tapi kepalanya terasa sangat pusing."Tenang, Sayang. Kenzo nggak apa-apa, kamu jangan banyak bergerak dulu." Alan menenangkan Aira.Aira pun mengelus tangan Kenzo."Kenzo masih pusing? Kepalanya masih sakit?" tanya Aira.Kenzo menggelengkan kepalanya. Aira berusaha untuk tersenyum. Senyumnya memudar ketika ia menatap wajah Alan dan mengingat kejadian semalam."Maafkan aku, Sayang. Aku nggak sengaja mendorongmu. Kamu tahu kan aku sangat kesakitan karena kamu menendangku." Alan berusaha untuk meraih simpati Aira."Aku berharap burungmu itu mati, biar tidak hinggap kemana-mana." Aira menjawab dengan emosi."Aku minta maaf, aku menyesal. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi.""Gara-gara kamu, aku keguguran. Kamu membunuh anakku." Aira terisak-isak."Ibu menangis, mana yang sakit?" tanya Kenzo. Ia menirukan apa yang sering Aira lakukan ketika Kenzo menangis."Kepala Ibu sakit, tapi bentar lagi sembuh kok." Aira berusaha tersenyum.Terdengar ponsel Alan berdering, Alan tidak berani melihat siapa yang menelpon. Ia membiarkan ponsel itu terus berdering."Ayah, berisik," kata Kenzo sambil berusaha menutup telinga dengan tangannya.Drtt..drtt…"Berisik, Ayah?" kata Kenzo lagi.Aira menatap tajam ke arah Alan."Bawa sini ponselnya," pinta Aira.Alan hanya terdiam. Aira yang tampak kesal, berusaha untuk beranjak dari tidurnya. Ia menahan rasa sakit di kepala dan perutnya.Drtt…drtt.Alan berusaha menghalangi Aira sambil menggendong Kenzo."Sayang, kamu jangan banyak bergerak. Kamu belum sehat.""Bawa sini ponselnya, atau aku cabut infus di tanganku ini," ancam Aira.Alan pun mengalah, ia memberikan ponselnya pada Aira. Ia tidak mau Kenzo melihat ayah dan ibunya bertengkar. Aira memegang ponsel Alan yang sudah berhenti berdering.Drtt…drtt…ponsel Alan berdering lagi, sebuah nama muncul di layar ponsel Alan. Aira segera menerima panggilan itu, tak lupa ia memencet tombol rekam."Alan Sayang, kok nggak diangkat panggilanku tadi. Takut dengan istrimu, ya?" Terdengar suara berdesah manja diseberang."Jadi kan nanti kesini, aku punya gaya baru. Nanti kita coba, kamu pasti akan ketagihan."Dada Aira bergemuruh, ingin rasanya ia banting ponsel itu. Ia pun menarik nafas panjang untuk mengurangi emosinya."Kok kamu diam saja, ada istrimu disebelahmu ya?" Lagi-lagi si penelpon berkata dengan nada mengejek."Ternyata kamu ketagihan burungnya Alan ya? Bagaimana rasanya? Ia hebat kan di ranjang? Apakah suamimu sehebat Alan? Pasti suamimu loyo, makanya kamu cari burung lain untuk mengisi sangkarmu. Belikan obat kuat untuk suamimu, biar ia bisa memuaskanmu. Atau jangan-jangan kamu yang hipers*ks, tidak puas dengan satu burung saja." Aira berkata dengan berapi-api.Aira menatap wajah Alan yang tampak pucat, sedangkan Kenzo hanya bengong saja. Ia belum tahu apa yang sedang terjadi."Alan sudah bosan denganmu, karena itu ia mencari kehangatan bersamaku. Katanya aku lebih hot daripada kamu," sahut Firda. Ia sengaja tidak membahas tentang suaminya. Ia ingin membuat mental Aira jatuh."O ya? Alan itu hanya ingin mencari sensasi lain. Denganmu ia melakukannya hanya nafsu belaka, tapi denganku melakukannya penuh cinta. Karena aku sah dimata hukum agama dan negara. Sedangkan kamu tak ubahnya hanya sebagai terminal saja. Jangan-jangan kamu melakukannya tidak hanya dengan Alan dan suamimu. Tapi dengan banyak laki-laki. Atau kamu open BO?" Aira membalas kata-kata Firda dengan penuh percaya diri. Ia tidak mau terlihat lemah."Firda, aku ingatkan kamu. Kalau kamu masih menghubungi Alan, aku tidak segan-segan akan menyebar foto-foto seksimu. Bagaimana reaksi suami dan orang tuamu ketika melihat itu. Bukankah kamu dulu tidak disetujui menikah dengan Alan? Pasti orang tuamu bisa marah besar, atau mungkin jantungan dan stroke!" Aira semakin berani menantang Firda.Firda yang sa
"Kenapa sih masalah datang bertubi-tubi? Ketahuan selingkuh, anak istri sakit, adik minta iPhone dan Mama menyebutku durhaka," kata Alan dalam hati sambil mengusap kasar wajahnya karena kesal. Ia hanya bisa merutuki apa yang ia alami."Mas, perutku sakit sekali," kata Aira, ia pura-pura kesakitan untuk melihat reaksi Alan.Alan tersentak dalam lamunannya, kemudian ia langsung membopong tubuh Aira ke tempat tidur. Menyelimuti tubuh Aira."Perlu aku panggilkan perawat?" tanya Alan dengan wajah yang cemas."Nggak usah, biar aku istirahat saja." Aira memegangi perutnya."Seharusnya Kenzo punya adik," kata Aira dengan pelan. Alan merasa tertampar mendengar kata-kata Aira."Maafkan aku, aku nggak tahu kalau kamu hamil." Mata Alan tampak berkaca-kaca sambil mengelus perut Aira."Aku benar-benar menyesal telah melukaimu." Alan melanjutkan ucapannya.Aira hanya terdiam, ia masih belum bisa memaafkan perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya. Ponsel Aira yang berdering. Terpampang nama Oma K
"Aira sakit, Ma.""Sakit apa? Manja sekali, sampai-sampai suaminya nggak boleh kerja." Dewi langsung masuk ke dalam rumah, ia datang bersama dengan Trisa."Dimana anak istrimu?" tanya Dewi yang kemudian duduk di sofa. "Istirahat di kamar, Ma. Mereka sedang sakit."Belum sempat Dewi berkata lagi, terdengar suara bel berbunyi. Alan segera menemui tamu yang datang. Ternyata tukang laundry, Alan pun masuk kembali untuk mengambil pakaian kotor."Siapa tamunya?" tanya Dewi. Alan hanya diam, karena ia tahu kalau mamanya pasti mau mengomel."Kayaknya tukang laundry, Ma," sahut Trisa ketika melihat Alan membawa dua kantong plastik besar. Alan tetap diam.Alan masuk ke ruang keluarga lagi setelah tukang laundry pulang. Belum sempat Alan duduk, bel berbunyi lagi. Alan kembali berjalan ke depan, karena ia yakin kalau yang datang ini adalah makanan yang ia pesan."Wah enak sekali istrimu ya? Dengan alasan sakit nggak sempat mencuci baju dan masak. Ini namanya pemborosan!" sindir Dewi ketika melih
"Ibu, maem." Kenzo merengek minta makan."Kenzo lapar ya?" tanya Aira sambil mengelus kepala Kenzo.Kenzo menganggukkan kepala. Sebenarnya Aira malas menemui Dewi, tapi karena Kenzo lapar, mau tidak mau Aira harus keluar dari kamar. Ia menyiapkan mental untuk bertemu dengan mama mertuanya."Akhirnya kamu keluar kamar juga? Jangan-jangan dari tadi kamu sengaja tidak mau menemui Mama." Dewi langsung nyerocos melihat Aira berjalan tertatih-tatih menggendong Kenzo. Tidak ada rasa iba sedikitpun melihat menantunya yang sedang sakit, atau sekedar menyapa cucunya. Alan yang melihat kondisi Aira, segera mendekati Aira dan menggendong Kenzo."Aku benar-benar tidur, Ma. Suara Mama yang keras tadi mengagetkan aku dan Kenzo." Aira menjawab ucapan Dewi."Alasan saja! Kata Alan kamu keguguran ya? Apa kamu nggak KB? Kenzo masih kecil kok sudah mau dikasih adik," omel Dewi. Aira hanya diam."Selalu saja aku yang salah," kata Aira dalam hati."Ma, sudahlah, nggak usah ngomel," kata Alan."Bela terus
"Mampus aku!" umpat Trisa sambil menatap ponselnya. Jantungnya berdetak dengan kencang.Alan dan Dewi menoleh ke arah Trisa."Kamu kenapa?" tanya Alan."E…e…nggak apa-apa, Mas." Trisa menjawab dengan gugup dan suara bergetar."Matilah aku," umpat Trisa lagi, tadi dengan suara yang agak pelan. Hanya Alan saja yang mendengarnya."Ada apa?" tanya Alan lagi."Bakal terjadi perang," gumam Trisa.Alan hanya bisa mengernyitkan dahi melihat Trisa bertingkah aneh. "Perang?" tanya Alan lagi.Trisa hanya diam saja, pikirannya kacau. Ia membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Papanya pasti marah besar melihat video yang dikirim tadi. Sudah terlambat bagi Trisa untuk menghapusnya, karena sudah terlihat tanda centang dua berwarna biru. Berarti papanya sudah melihat video itu.Drtt….drtt…. Ponsel Dewi berdering. Dewi menerima panggilan itu."Halo, Pa?" sapa Dewi."Mama ada dimana?""Di rumah Alan.""Ngapain kesitu? Memangnya Alan nggak kerja?""Enggak, Pa. Kasihan Alan, Aira manja sekali, baru sa
"Ma, memangnya uang yang Papa kasih itu sudah habis?" tanya Gunawan kepada Dewi, ketika mereka sudah sampai di rumah.Dewi kaget mendengar pertanyaan suaminya, ia tidak menyangka jika Gunawan akan bertanya tentang uang. Selama ini, berapapun uang yang diberikan Gunawan dan dihabiskan untuk apa, sang suami tidak tahu menahu."Ma-masih kok, Pa." Dewi menjawab dengan gugup."Kenapa Papa bertanya seperti itu? Apa Papa nggak percaya dengan Mama? Apa perlu Mama tuliskan secara rinci pengeluarannya?" lanjut Dewi. Ia berusaha untuk tenang dan mencecar Gunawan dengan beberapa pertanyaan."Syukurlah kalau masih ada. Papa percaya kok sama Mama. Kalau memang kurang, bilang saja. Jangan sampai minta uang dengan anak-anak, terutama dengan Alan. Dia kan sudah punya keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.""Mama nggak pernah minta uang dengan Alan. Apa Aira mengadu yang tidak-tidak dengan Papa? Pa, Aira itu tidak suka dengan Mama. Jadi dia akan menjelek-jelekkan Mama di depan Papa. Papa jangan mudah
Suasana tampak hening sesaat, hanya terdengar hembusan nafas dari Aira dan Alan. "Apa kata Bapak dan Ibu, jika mereka tahu masalah ini? Aku malu, Mas! Berbeda dengan Mama, ia pasti akan bahagia, apalagi kalau sampai tahu siapa yang jadi selingkuhanmu."Aira masih saja mengeluarkan semua uneg-unegnya. "Aku akan mulai mencari kerja, Mas siapkan uang lebih untuk membayar baby sitter untuk Kenzo."Alan kaget mendengar kata-kata Aira, ia tidak menyangka jiika Aira bersungguh-sungguh dengan ucapannya waktu itu."Apa kamu tega membiarkan Kenzo diasuh oleh orang lain? Ia masih kecil, kasihan dia!" sahut Alan."Kenapa nggak tega? Semua demi masa depanku dan Kenzo. Kalau tidak nanti biar Kenzo aku masukkan ke tempat penitipan anak. Aku ingin punya uang sendiri," kata Aira dengan nada yang tinggi."Apa uang dariku nggak cukup?""Bukan masalah cukup nggak cukup, aku nggak mau menjadi beban hidupmu. Setidaknya aku punya uang untuk kebutuhanku sendiri. Aku sudah capek dihina terus oleh Mama dan a
"Kenzo!" panggil Aira sambil berjalan mencari-cari Kenzo. Ia sudah sangat gemetar karena ketakutan. Pikirannya sudah sangat kacau membayangkan Kenzo tidak ada. Tiara mengikuti Aira sambil menenangkannya."Kita cari satpam!" usul Tiara."Maafkan Ibu, Sayang. Ibu teledor," kata Aira sambil terisak-isak."Bagaimana Tiara, aku takut jika tidak bertemu dengan Kenzo lagi.""Hush! Jangan berkata seperti itu, pasti Kenzo ketemu."Tiara dan Aira berjalan mengelilingi gerai pakaian anak, kemudian berlanjut ke pakaian laki-laki. Belum juga menemukan Kenzo, Aira semakin cemas. Wajahnya tampak pucat dan berkeringat, tangannya terasa sangat dingin karena ketakutan."Ya Allah, kemana kamu, Nak? Jangan membuat Ibu panik!" Aira melanjutkan pencarian ke tempat lain, ia dan Tiara tadi sempat berpencar."Kenzo, dimana kamu?" kata Aira dalam hati.Seketika langkah kaki Aira terhenti, ia memasang telinganya untuk mendengarkan sesuatu. Wajahnya tampak tersenyum mendengar suara tawa anak kecil. Suara yang m