Hamdani sendiri adalah mantan orang di masa lalu Fia. Hubungan rumit antara keduanya memang sudah berakhir dan keduanya sudah memiliki kehidupan sendiri-sendiri. Namun, Fia sepertinya harus berhadapan dengan amarahnya. Hamdani merasa tertipu oleh Fia."Aku tidak bisa mencegah tamuku memilih Aya, kecuali kau menikahinya atau mengikatnya dengan caramu. Mengertilah Hamdani, ini bisnis. Saya juga butuh pemasukan. Gak cuma kamu yang mikirin gendakan mu itu!""Tapi kenapa harus Angkasa? Dan kenapa harus Gravity!""Hahaha, kau pikir uang bisa membuatku pilah pilih? Tidak bisa seperti itu Hamdani, kecuali kau memenuhi semua kebutuhan Aya. Kau punya kuasa atas dia sepenuhnya. Dia hanya bekerja pada siapa yang membayarnya.""Setidaknya hargai aku yang pernah menjadi saudara iparmu!""Tidak akan. Bisnis tidak mengenal kawan dan saudara. Perlu kau tahu, Aya adalah salah satu pemegang saham di Gravity. Kau mau bertemu dengan pemiliknya bukan?""Kau jangan bercanda!" Hamdani semakin murka karena Fi
Zhia kembali ke kediaman keluarga terlebih dahulu. Untuk saat ini, memang ia tidak memikirkan urusan asmara. Apalagi, penolakannya terhadap Hamdani memang membuat pria itu kecewa kepada dirinya."Ada baiknya aku tidak berharap terlalu banyak kepada yang namanya pria. Sudah cukup sakit hatiku pada Mas Ega. Sepertinya aku tidak perlu coba-coba dengan yang lain, dengan Pak Irwan, Pak Hamdani atau siapapun itu." Dalam guyuran air shower, Zhia berusaha menenangkan dirinya.Zhia sebenarnya ingin beristirahat, namun, perutnya yang keroncong membuat dirinya gelisah. "Dasar perut, gak bisa liat sikon. Orang lagi galau, dia minta isi!" Zhia urung naik ke ranjangnya. Ia keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Tujuannya adalah dapur. Wanita cantik itu, mencari makanan apapun untuk mengisi perutnya.Suasana rumah yang hening, asisten rumah tangga pun sudah beristirahat. Zhia tidak mau merepotkan mereka, ia lebih memilih membuat nasi goreng karena menu tersebut paling cepat dan mudah untuk dibu
Alasan bertemu dengan Nola hanyalah alibi saja. Zhia harus kembali menjalani pekerjaannya sebagai LC di Dvia. "Mi, jadi aku bisa berangkat malam ini ke Surabaya?""Tiketmu sudah siap, kita bertemu di bandara bersama dengan Nola. Kebetulan, kita ada bisnis dengan dia. Besok kau yang temani di selama di Surabaya," jawab Fia. "Baik, Mi."Zhia dan kedua wanita cantik beda generasi itu bertemu di salah satu restoran bandara, Zhia mempercepat kembali ke Surabaya karena kondisi sangat ayah yang sudah stabil. "Lo udah yakin bakal gakpapa?" tanya Nola setelah menyesal kopi latte nya. "Gakpapa, gue bisa pantau dengan hubungi Putri dan Ibu. Kondisi Ayah sudah lebih baik, tapi tetap kita bawa ke Singapore. Bukan begitu, Mi?""Betul. Oiya, besok kau temani Nola bertemu dengan Hamdani. Sorry, Mami terpaksa minta kamu temui dia karena belum nemu yang pas untuk temani Nola. Kupikir karena kalian berdua berteman, harusnya tidak ada masalah," ucap Fia kepada Zhia dan Nola. "Tidak masalah, Mi.""Ma
Zhia berada di persimpangan, ia tahu betul jika posisinya seperti apa. Fia memang baik dan menawarkan solusi yang tepat untuk mengembalikan nama baik Gravity. Zhia membutuhkan hal tersebut untuk meraih simpati dan kepercayaan klien yang akan dan susah bekerjasama dengannya. "Ada harga yang harus dibayar untuk semua ini, Zhia. Lo gak bisa egois dengan prinsip Lo itu." Dibawah guyuran air shower kamar hotel yang ditempatinya bersama dengan Nola, ia berpikir hal yang sama berulang kali. Berada di persimpangan jalan, antara prinsip hidup dan usahanya untuk memperbaiki keadaan perusahaan sang ayah. Nola sendiri, ia sedang bersiap untuk bertemu dengan Hamdani. Merapikan dokumen yang harus dibawanya bersama dengan Zhia. "Sorry, gue lama, La." Zhia bergegas memakai make-up nya. "Apaan sih, masih pagi woy! Pak Hamdani juga masih bobo," jawab Nola terpingkal melihat tingkah Zhia yang gelagapan kesana kemari. "Huft, gue pikir tadi gue metong di kamar mandi!""Hahaha, Lo gak setolol itu. Mak
Setelah menemani Nola berbelanja, Zhia kembali ke hotel untuk bersiap menunaikan tugasnya di Dvia."La, gue udah kepalang tanggung. Kalah gue nolak permintaan Mami, sama aja gue kayak gak tahu terima kasih.""Keputusan ada pada Lo. Gue yakin Lo bisa hadapi klien Mami Fia itu. Terlepas Lo terima side job itu atau tidak, Lo tetap Zhia yang ada di hadapan gue.""Makasih, La. Gue jalan dulu, sorry yah gak bisa temani makan malam. Besok kita bisa jalan bareng lagi, kok.""Iya dong, Lo harus temenin gue besok. Hati-hati dan good luck, girl!" Zhia berpamitan kepada Nola. Penampilannya berubah menjadi lebih sensual dengan dress diatas lutut dan press body. Menampilkan lekukan tubuh indahnya, dengan elegan Zhia memasuki mobil yang sudah menjemputnya."Langsung jalan, Aya?""Nggeh, Pakde. Apa kabar?" Sudah sekitar satu bulan Zhia tidak bertemu dengan sopir pribadi Fia itu."Baik, Ay. Kowe tambah cantik aja.""Ah, Pakde bisa aja. Makasih, lho. Tapi Saya gak punya receh.""Penting doa aja, semoga
"Terima kasih juga, Pak Haikal memperlakukan saya dengan lembut." Wajah lelah dan mengantuk Zhia membuat Haikal urung meminta untuk kedua kalinya. Padahal, yang umum terjadi tidak ada kepedulian dari laki-laki yang membayar wanita malamnya."Tidurlah, kau sudah lelah." Haikal menyelimuti tubuhnya. Mensejajarkan tubuhnya agar bisa mengusap puncak kepala Zhia yang sudah hampir terlelap. "Kau manis sekali, aku tidak menyangka jika nasib pernikahanmu sedramatis itu," batin Haikal mengingat kisah pernikahan Zhia dan Fia.Tidur Zhia begitu nyenyak, hingga sebuah kecupan ucapan selamat pagi mengusik kenyamanannya."Hhmm, sorry. Jam berapa ini?" Zhia mengusap-usap matanya yang masih berat untuk dibuka."Hahaha, masih pagi. Mau sarapan dulu atau mandi dulu tidak masalah," ucap Haikal terkekeh melihat reaksi panik Zhia."Astaga, memalukan!" Zhia mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya ia tidur seperti orang mati. "Sudah, tidak apa. Aku tunggu disini yah, mandinya gak usah buru-buru. Santai saja," u
Zhia tahu, uang yang ia dapatkan dari Haikal bukankah uang halal. Dia pun bukan merasa perempuan suci tanpa dosa sejak ia bekerja di Dvia. Sering menemani tamunya mabuk dan yang terakhir, ia terpaksa menerima permintaan Fia demi Gravity."Gue lakukan ini demi Ayah dan keluarga, La. Saudara yang lain apa bisa bantu jika yang terjadi seperti itu?""Gak Lo jelasin gue juga paham, gue gak membenarkan gak juga menyalahkan. Hidup itu tentang pilihan, jadi apapun itu ya terima resikonya." Nola mengerti, keputusan berat yang diambil Zhia memang bukan tanpa alasan."Gue tolak, Gravity cuma tinggal kenangan. Gue gak kebayang gimana sedih dan kecewanya Ibu, La." Zhia masih mengaduk-aduk kopi latte dingin yang sisa setengah."Udah Lo ambil salah satu pilihannya. Yang perlu Lo pikir sekarang adalah kedepannya, Lo gak bisa kerja di Dvia terus. Yah, kecuali Lo mau terima resiko ambil side job.""Ijazah gue, La! Mana ada orang yang mau terima gue jadi karyawan tanpa legalitas yang jelas.""Gue ada so
Sesungguhnya hidup ini hanyalah rangkuman dari masalah-masalah sepaket dengan kunci jawabannya. Zhia menganggap hidupnya tak lebih dari sebuah lelucon nyata yang harus dihadapi dengan serius. Malam itu, setelah mengantar Nola ke bandara, ia kembali ke kost nya."Akhirnya gue ketemu kasur lagi. Rasanya memang lain tidur di kamar sendiri." Zhia merebahkan tubuhnya di ranjang kamarnya untuk melepas lelah. Tak lupa menyalakan pendingin ruangan, Zhia sempat tertidur untuk beberapa saat.Memang benar, ungkapan bahwa Tuhan Maha membolak-balikkan hati hambanya. Hal inilah yang dirasakan Zhia. Walaupun sempat baper dengan perlakuan Haikal kepadanya, ia sadar ini tidak bisa diteruskan. "Gue gak boleh terlena dengan duut dia. Ganteng sih, tapi prioritas gue bukan cari pasangan. Tapi, berdiri di kaki gue sendiri. Keuangan stabil dan gak bergantung sama yang namanya laki-laki."Zhia masih tidak percaya jika tubuhnya sudah terjamah pria lain selain Ega, mantan suaminya. "Gue bisa sesantai itu kenap