“Papa tolong gantikan diaper Mahatma, aku sakit perut.” Gayatri memberikan bayinya pada sang suami yang sedang duduk di ruang tengah memegang remot kontrol mobil mainan mewah anaknya. “Aku saja Ma.” Pilar tiba-tiba keluar setengah berlari dari dalam kamarnya saat mendengar suara Gayatri meminta sang papa menggantikan diaper adiknya. “Biar Papa saja Sayang, Mama sudah melotot lihat Papa main mobil adik kamu terus,” kekeh Eliot. “Oh.” Pilar ikut tertawa kecil mengangguk. Gayatri ikut tertawa saat memutar badan untuk ke kamar mandi, ia tidak melarang suaminya main mobil anaknya. Namun ia kadang refleks memicingkan mata melihat Eliot sibuk sekali dengan mainan sang anak. Hari itu minggu dan baru saja Gayatri dan Pilar selesai menjemur Mahatma di teras rumah. Pilar kini sangat jarang keluar karena lebih sering berduaan dengan adiknya jika sedang libur sekolah. Bahkan ia meminta kedua orang tuanya untuk jalan-ja
“Sayang.” Gayatri menahan dada bergemuruh Eliot sejenak dengan nafas berkejaran. Eliot menghentikan sejenak semua yang ingin ia lakukan, memandang manik mata berkabut istrinya. Bertanya dengan sorot mata tidak sabarnya. “Kamu ragu?” tanya Eliot akhirnya. “Bukan ... hanya ... lakukan dengan cepat, nanti anak kamu bangun,” ringis Gayatri.“Iya Sayang astaga.” Eliot berdecap menautkan bibir mereka kembali.Merayu tubuh Gayatri yang sudah lama beristirahat tidak melakukan hubungan suami istri sangat mudah bagi Eliot. Hampir setiap sentuhannya pada kulit lembab sang istri mampu membuat Gayatri menggeliat penuh damba. Gayatri mendesah pelan dengan menahan nafas ketika Eliot menyentuh dadanya yang sensitif sekali semenjak mengasihi bayinya.“Sakit?” Eliot bertanya dengan menengadahkan kepala melihat bagaimana raut wajah Gayatri.Gayatri menggeleng dengan wajah merah menahan gairah yang memuncak, seringai Eliot terlukis sempurna
“Kenapa sih kalian enggak habis-habis idenya.” Gayatri tidak menutupi rona merah merona bahagianya saat penutup matanya dibuka oleh Eliot. Gayatri teringat setelah melahirkan, ia selalu menolak di ajak jalan-jalan keluar berdua saja dengan sang suami. Bukan tidak mempercayai Pilar menjaga adiknya, namun ia tidak tega meninggalkan bayi mereka hanya berdua Pilar sementara kedua orang tuanya malah asyik pacaran. Sesungguhnya hal tersebut tidak masalah untuk Pilar karena hanya satu dua jam keluarnya, untuk merilekskan kepala Gayatri yang sehari-hari di rumah berdua si bungsu. Maka jadilah Pilar memberikan ide pada Eliot untuk memberi mamanya kejutan di dalam rumah saja. Di taman samping rumah mereka, disulap menjadi sebuah tempat romantis dengan lampu terang, meja bulat serta dua kursi. Di tengah meja terdapat tiga lilin tinggi pada tempat berukir emas beserta dua gelas berkaki kosong serta sebuah teko kaca berisi jus buah, bukan wine tentu
“Sudah siap?” tanya Eliot. “Yes Papa, boleh tolong bukain pintunya?” Gayatri dengan tangan penuh menggendong si bungsu dan satunya menenteng tas kecil saat Eliot keluar dari bagasi memanaskan mesin mobil sebelum mereka berangkat menuju rumah sakit. Mahatma jadwal vaksin hari ini, dan mereka sudah membuat janji dengan dokter anak pada rumah sakit tempat Gayatri melahirkan. Jika vaksin sebelumnya Gayatri bersama Pilar karena tepat Pilar libur sekolah, kini ia bersama Eliot pasca semalam mendapatkan kejutan luar biasa dari anak dan suaminya. Eliot membukakan pintu, mengambil tas Gayatri sementara sang istri meletakan bayi mereka di carseat agar aman. Gayatri dudu di belakang bersama si bungsu, mereka membelah padatnya jalan ibu kota di pukul sembilan pagi. “Kamu tadi belum sempat sarapan kan?” Eliot tiba-tiba memberhentikan mobil pada sebuah toko roti yang dipanggang langsung di tempatnya hingga aromanya seme
“Maksudnya?” Eliot mengerutkan kening pada penuturan istrinya. “Kita butuh duduk dengan benar sepertinya,” ringis Gayatri. Eliot mengangguk, mengecup cepat sudut bibir Gayatri dan memutar badan mematikan layar laptop yang masih menyala untuk kemudian menggandeng sang istri keluar dari ruang kerjanya. Gayatri duduk di sofa ruang keluarga sementara suaminya masih melangkahkan kaki menuju dapur. Eliot kembali tidak lama kemudian, dengan kedua tangan membawa cangkir berisi lemon tea untuk menemani percakapan serius mereka. “Aku ingin ajak teman kuliah aku dulu, bekerja sama. Namanya Alea, dia bisa gambar dan bisa menjahit baju. Memang bukan jurusan designer tapi aku tahu gambar dia bagus-bagus. Pas Mahatma vaksin aku bertemu dia. Pas kamu sedang ambil vitamin adek, dia bekerja sebagai pegawai negeri tepatnya aku enggak tahu di bagian mana. Alea sedang mengantarkan pesanan baju beberapa suster di rumah sakit itu. kami mengobro
“Satu jam Mama akan pulang ya, Mahatma sama papa dan kakak dulu.” Gayatri mendaratkan hidungnya pada pipi gembil putranya yang dalam gendongan Eliot. “Iya kamu tenang-tenang saja, jalan-jalan dulu juga enggak apa-apa.” Eliot bergantian mendaratkan kecupan pada kening istrinya sebelum sang istri memasuki mobil. Gayatri akan melakukan pertemuan dengan Alea setelah Eliot membuatkannya proposal resmi dengan beralaskan payung hukum yang ia bawa untuk Alea. Pada sebuah tempat makan hangat, sang teman lama sudah duduk menunggunya dengan segelas minuman. Gayatri memberikan pelukan hangat pada Alea. “Sudah lama Alea? Maaf ya tadi harus mengurusi dua bayi dulu,” kekeh Gayatri. “Belum ada sepuluh menit, i see ... punya satu bayi pasti terasa punya dua bayi. Bapaknya juga enggak mau mengalah,” kelakar Alea. “Betul,” timpal Gayatri menahan tawa. “Mau pesan apa Gayatri, ini serius kamu en
“Mama ... adek mana?” tanya Pilar saat baru sampai rumah sepulang sekolah. “Di kamar Mama sama papa lagi berduaan biasa kalau pulang kerja papa kamu, pulang sekolah bukannya Mama dipeluk malah yang dicari adiknya. Mama sedih berasa enggak di sayang lagi.” Gayatri memasang wajah pura-pura terluka. Pilar melepas tawa dan memberikan pelukan erat pada mamanya yang sedang menyiapkan makanan di meja makan dengan dibantu mbak. Gayatri terkekeh kecil saat dipeluk si sulung yang kian tinggi menjulang. “Istirahat dulu Sayang, kamu capek hari ini kan? Mama siapkan makanan ya, turun makan dulu sebelum istirahat. Oh satu lagi ... Mama baru ganti seprei kamu karena ada noda tinta lebar. It’s ok?” Gayatri sudah sangat jarang merapikan kamar Pilar atau mengganti barang-barang di sana tanpa seizin sang anak karena ia sangat menghargai tempat pribadi anaknya walau dia memiliki akses penuh ke sana, kamar Pilar tidak pernah di kunci saat ia
“Oh ya?” Gayatri melepas tawa kecil akan jawaban Eliot. Eliot mengangguk saja, ia juga membuka satu kotak lainnya, kotak berisi kaos bola untuk keluarganya. Matanya melirik Gayatri yang tersenyum begitu melihat isi kotak pesanannya. “Ini pilihan kamu apa kamu minta rekomendasi dari Victoria?” Gayatri menahan senyum setelah memeriksa isi dalam kotak ada lima pasang lingerie keluaran terbaru dengan model twopiece dan berjumlah lima pasang. “Yang dua aku pilih sendiri, yang tiga aku tanya paling baru dari koleksi mereka. Suka enggak? jangan tanya kenapa aku tahu ukurannya ya, aku cium sampai pingsan kamu nanti,” kelakar Eliot. Gayatri menengadahkan kepala tergelak pelan, suaminya memang selalu penuh kejutan. Ia menutup kembali kotak pakaiannya dan menggeser ke tengah meja untuk kemudian ia mendorong kaki kursi suaminya dengan kakinya sebelum bersandar pada tepi meja, berhadapan. “Ingin aku paka