Lima bulan kemudian ….
Chandie berlari secepat kilat, ketika melihat sebuah roda empat yang baru saja terparkir di depan pagar rumahnya. Sedari tadi, gadis kecil itu memang sudah mondar mandir di teras rumah dengan tidak sabar.
“Mama … bunda Geeta sudah datang!” seru Chandie dengan kaki yang masih melompat-lompat kecil.
“Kak—“
Ucapan Gemi terputus dengan helaan. Putrinya yang aktif itu langsung berbalik cepat, dan kembali berlari ke luar rumah.
Sementara Lee, hanya menggeleng dan menyudahi sarapannya. “Barangnya anak-anak di mana?” tanyanya sembari berdiri dan mengusap kepala Arya yang tengah tengah duduk di high chair.
“Tasnya Arya masih di kamar, Mas,” kata Gemi sambil masih menyuapi Arya. “Kalau punya Chandie sudah dibawa ke teras dari tadi pagi sama dia. Udah nggak sabar mau ke Batu.”
Lee kembali menggeleng sambil berjalan ke kamar mereka, yang kini sudah pindah ke lantai dua. Dari kemarin, yang dibahas Chandie selalu
Hmmm ... tinggal satu chapter yaaa ... ohohoh ...
"Haaahhhh …" Gemi langsung merebahkan diri pada karpet bulu yang terhampar di ruang tengah. Meregangkan tubuh lelahnya, kemudian melihat Lee, yang juga ikut merebahkan diri di sampingnya. "Aku capeeek," keluh Gemi lalu memiringkan tubuhnya untuk memeluk Lee. “Pijitin.” Lee lantas terkekeh kecil. Lalu mengangkat satu tangannya agar bisa digunakan Gemi sebagai bantal. “Plus-plus?” Tangan Gemi reflek menepuk dada Lee. “Nanti didenger anak-anak!” desisnya dengan manik yang melotot kesal. “Mereka ke mana semua, sih?” “Bentar juga keluar lagi, lihat aj—“ “Papaaa … nggak boleh deket-deket Mama!” Baru saja dibicarakan, gadis kecil berusia empat tahun itu kini berlari ke arah mereka. Tubuh mungil itu, langsung ikut merebahkan diri di tengah-tengah orang tuanya. Dengan sengaja menggeser tubuh sang mama yang menjadikan tangan papanya sebagai bantal. Lee hanya saling melempar tatapan dengan sang is
Gemi berdecak keras ketika memasuki ruang meeting redaksi pagi ini. Hanya terlihat lima wartawan magang dan tiga wartawan senior. Ketika hujan seperti ini, selalu saja ada alasan bagi beberapa wartawan untuk tidak pergi ke kantor mengikuti rapat redaksi pagi. Tidak hanya wartawan sebenarnya, para redaktur juga kerap tidak hadir dan lebih memilih untuk langsung pergi ke tempat liputan yang sempat ditugaskan. Entah benar datang untuk meliput, atau hanya mewawancarai pihak terkait via telepon, sambil asyik berselonjor cantik di rumah. “Ammar langsung pergi ke pameran berlian di Hotel Big Season, Gem,” ujar Lily sang sekretaris redaksi yang baru masuk ruang meeting dengan membawa laptop di pelukan. Wanita yang berusia sama dengan Gemi itu, langsung menarik sebuah kursi tidak jauh dari pintu ruang meeting, dan bersiap untuk menulis notulen pagi ini. Karena hanya Gemi satu-satunya senior yang hadir, maka dirinyalah yang akan memimpin jalannya rapat redaksi untuk be
Gemi menggeram sembari mengacak-acak surai bergelombang, yang diikat jadi satu ala kadarnya. Menendang dinding lift berulang kali, guna melampiaskan kekesalannya kepada Aries. Tentu saja dibarengi dengan umpatan yang bertubi-tubi pada pria itu.Sesi wawancara yang ada beberapa saat yang lalu, berakhir dengan perdebatan dan saling singgung. Sebagai seorang wanita yang pernah disakiti, Gemi tidak bisa mengontrol perasaannya. Hingga profesionalismenya sebagai seorang jurnalis kandas begitu saja di depan Aries. Gemi terpancing, dan jelas saja ia tidak akan tinggal diam jika disinggung seperti itu.“Ehm!”Deheman dari seseorang yang berada di depan pintu lift membuat Gemi tersadar, bahwa pintu bilik yang terbuat dari alumunium itu telah terbuka dengan sempurna.Manik mata Gemi melebar, melihat sosok yang pernah menjadi CEO salah satu stasiun televisi terkenal. Dan saat ini, duda berusia 38 tahun itu, masih menjabat sebagai ketua Perhimpunan Televis
Gemi buru-buru menjatuhkan tubuhnya pada karpet bulu yang terhampar di depan teve. Bertelungkup lelah, meluruskan punggung yang sedari subuh sudah berkutat di dapur. Padahal, orang tuanya sudah memiliki asisten rumah tangga yang bisa disuruh-suruh, tapi tetap saja, sang ibu tidak akan pernah tenang, jika sedetik saja tidak memerintah Gemi untuk mengerjakan sesuatu di dapur. “Gem, satenya sudah dicek semua? Udah dihitung 500 tusuk?” “Astaga, Ibuu,” rengek Gemi yang kontan membalik tubuhnya. Menatap sang ibu yang sudah berdiri di ujung kakinya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. “Yang bener aja, aku disuruh ngitung sate 500 tusuk?” “Kalau kurang 1 kan nggak genap 500, Gem. Ibu yang rugi.” Gemi bangkit untuk duduk dan menarik napas dalam-dalam. Beruntung, sifat perhitungan sang ibu tidak ada yang menurun baik dengan Gemi, maupun kakak perempuan yang saat ini tengah mengadakan tasyakuran khitan anak lelakinya, yang sebentar lagi akan masuk SD.
“Jadi, jatah liburmu hari minggu?”Gemi menoleh pada Lee yang tetap mengantarkannya pulang ke rumah, walaupun rumah wanita itu hanya berjarak beberapa langkah ke depan. Jantung Gemi sudah berdegup tidak karuan untuk itu. Namun, Gemi sadar siapa dirinya, begitupun kekurangannya. Oleh sebab itu, biarlah laju jantung yang berdetak tidak seirama ini, ia pendam sendiri di dalam hati.“Jatah libur saya kamis sebenernya, cuma hari ini tuker libur, Pak. karena ada acara di rumah.” Gemi yang sudah sampai di pagar pun berbalik. Memberi senyum manis dan mengangguk formal, untuk memberi dinding tinggi kepada dirinya, agar tidak larut dalam perasaan hampanya seorang diri.“Makasih, Pak, sudah dianter. Padahal gak perlu repot-repot, kan, cuma depanan gini. Nggak bakal ada yang mau nyulik saya, lah,” ujar Gemi mencoba berkelakar untuk menetralkan degup jantung dan kegugupan yang tiba-tiba saja menyerangnya.Padahal, beberapa hari yang
Sunguh makan malam yang tidak akan terlupakan bagi Gemi. Lee memperlakukannya sangat istimewa. Pria itu benar-benar menghargai Gemi sebagai seorang wanita, sangat sopan dan gentleman, menurutnya.Dari membukakan pintu, menarik kursi untuknya, mendahulukan Gemi disetiap situasi. Ah! Wanita mana yang tidak akan luluh, jika diperlakukan layaknya ratu seperti Gemi.Sangat berbeda dengan hubungannya dahulu kala dengan Aries. Sebuah keterikatan yang hanya dihiasi hasrat masa muda yang mengatasnamakan cinta. Lalu semua berakhir hampa. Kalau sudah seperti itu, hanya sesal yang membalut dada. Merugikan Gemi sebagai pihak wanita.Sungguh, nasi sudah menjadi bubur bagi Gemi. Oleh sebab itu, sejak putus dari Aries, ia tidak pernah lagi berhubungan dengan pria mana pun. Cenderung bersikap dingin dan profesional untuk menjaga jaraknya. Karena Gemi sadar, ia sudah tidak lagi sempurna sebagai seorang wanita.“Pagi Gem!” sebuah seruan dan tepukan keras, pada r
Hari ini, kedua kalinya Lee menjemput Gemi di apartemen wanita itu. Sesuai janji keduanya kala itu, mereka akan pergi ke taman hiburan setelah menjemput Chandie di sekolah.Gemi hanya mengenakan celana jeans serta kaos longgar, yang sama sekali tidak memamerkan bentuk tubuhnya. Gemi hanya menyesuaikan tempat yang dikunjungi, dengan pakaian yang dikenakan. Karena mereka akan pergi ke taman hiburan, maka Gemi ingin berpenampilan sekasual mungkin, agar mempermudah pergerakannya di sana nanti.Lagi-lagi, bel apartemennya berbunyi lima belas menit, sebelum waktu yang dijanjikan, yakni pukul sembilan. Sepertinya, Lee adalah pria yang memang sangat menghargai waktu. Pria itu lebih memilih datang lebih cepat, dari pada terlambat ketika menjemputnyaGemi bergegas mengambil tas selempangnya. Memastikan penampilannya di depan standing mirror terlebih dahulu. Lalu, setelah dirasa sempurna, Gemi bergegas pergi untuk membukakan pintu.Di depan sana, sudah ada Lee yang
Di hari kerja seperti ini, taman hiburan benar-benar tidak terlalu ramai. Hingga hampir semua wahana sudah dicoba oleh Gemi dan Chandie tentunya. Sedangkan Lee, pria itu lebih banyak menjadi penonton saja. Mengamati interaksi akrab yang terjadi antara Gemi dan putrinya.Setelah sekian tahun berlalu, entah mengapa baru kali ini Lee memiliki sebuah keinginan untuk kembali membina sebuah biduk rumah tangga. Sebenarnya, Gemi bukan satu-satunya wanita yang bisa dekat dengan Chandie. Ada satu orang guru TK yang juga dekat dengan putrinya, tapi Lee tidak merasakan sebuah chemistry seperti yang dirasakannya terhadap Gemi.Gemi cantik, bahkan bisa dibilang sangat cantik. Bulu mata lentik yang selalu berayun tajam dan bibir sensual, yang selalu bisa membalas argumennya, dengan sebuah nalar yang masuk akal. Membuat Lee merasakan sesuatu yang berbeda dengan Gemi.Tapi … apakah Gemi memiliki perasaan yang sama dengannya? Atau kah, semua ini nantinya hanya menjadi sebu