SELAMA SEMINGGU INI, Airi benar-benar merasa kalau Kei memang memanfaatkan waktu dengan baik untuk mengunjunginya. Dia memang tidak mampir setiap hari. Kesibukan kerja membatasi waktunya untuk melakukan aktivitas lain. Walaupun begitu, dia tetap sempat mampir. Entah itu untuk mengantar Kazuki dari sekolah, atau memang sekadar mampir dan menggunakan apartemen Airi sebagai tempat singgah di sela agenda hariannya.
Airi masih ingat, seminggu lalu Kazuki mengaku diantarkan oleh sang ayah, meski sosok yang mengantar tak bisa mampir.
“Dia hanya titip salam untuk ibu. Katanya, jam delapan nanti dia ada urusan, sekalian hendak mengantarkan Ryosuke ke rumahnya,” ungkap Kazuki saat itu.
Melalui pernyataan tersebut, Airi pun tahu tentang Ryosuke yang ditampung oleh Kei. Dia mendengar masalah keluarga Hasegawa itu dari sudut pandang Kazuki. Anak ini memang tak begitu mengerti pada rincian masalah keluarga Hasegawa. Akan tetapi, dia cukup memahami s
PREDIKSI AIRI MENGENAI Shizune yang datang lebih awal memang benar. Dia berinisiatif untuk membantu Airi menyiapkan makan malam. Mereka melakukannya selagi membicarakan keluarga mereka. Shizune mengaku tidak terkejut pada pengetahuan Airi. Katanya, sang bunda sudah menghubungi, memberitahukan kedatangan Airi ke Fukui. “Aku juga sudah berniat memberi tahumu kalau kau bertanya,” ujar Shizune. “Kukira, kau bakal mencurigai sesuatu. Tapi, kelihatannya kau sudah tak sepenasaran itu. Jadi, aku diam saja.” Shizune menahan tawa geli. Airi sedikit kesal pada pengakuan Shizune. Dia hanya mengomel sebentar sebelum lanjut menyiapkan makan malam mereka. Ethan datang lebih awal dari yang diperkirakan. Dia sempat menyapa Shizune sebelum menghilang ke dalam kamar mandi, kentara sekali baru selesai berolahraga dan tak sempat membersihkan diri. Selang beberapa saat, Kazuki datang. Dia sudah tahu pada rencana makan malam. Untuk suatu alasan, wajahnya kelihatan antusias. “Apakah
KETIKA KEMBALI KE dalam apartemen, Shizune sudah pergi. Kazuki juga sudah kembali ke dalam kamar. Kei sendiri terus berjalan untuk mencari keberadaan seseorang. Dia mendengar Airi memanggil Ethan begitu sampai di ruang makan. Perempuan itu sepertinya menginginkan penjelasan. Ethan tampak tidak menjawabnya. Prediksi Kei terbukti benar setelah dia melihat raut masam Airi. Perempuan itu kelihatan kesal. Dia bersungut-sungut selagi menggumamkan Ethan yang bertindak bodoh. Ekspresinya langsung berubah setelah mendapati kehadiran Kei. Mata mengerjap. Airi langsung melangkah mendekat. Dia menatap lurus bekas luka yang hadir di tepi bibir sang pria. “Kau membiarkannya memukulmu?” tanya Airi, terdengar tidak percaya. Kei menarik senyum separuh. “Dia mewakili keinginanmu, ‘kan?” Airi memandangnya dengan mata menyipit. “Ikut aku,” tuturnya, singkat. Tanpa memperhatikan Kei, Airi sudah beranjak menuju kamar. Kei menaikkan sebelah alis sebe
AIRI MUNGKIN TERLALU percaya pada Kei yang seolah dapat menahan hasratnya. Dia melupakan kesabaran sang pria yang kian menipis. Malam telah cukup larut ketika Airi selesai membereskan sisa makan malam. Perabotan kotor telah dicuci, dia juga telah berganti pakaian dan menghapus sisa riasan wajah. Beberapa saat lalu, Kei sempat menemui Kazuki lagi. Dia menghabiskan cukup banyak waktu dengan anak itu, mengobrolkan berbagai hal yang mungkin takkan dimengerti Airi. Airi menanyainya begitu dia kembali ke dalam kamar. “Kau tidak bicara macam-macam, ‘kan?” tutur Airi, mencoba memastikan. Dia sedang berdiri di depan cermin tinggi, menyisir rambut dengan perlahan. Kei mengamatinya, memperhatikan piyama satin yang dikenakan Airi. Jenjang kaki sang wanita tampak jelas dalam pandangan. Pahanya terekspos bebas, begitu pula pundak telanjangnya. Dia melangkah mendekat, menghampiri Airi dengan langkah lambat. “Apakah kau takut aku akan mencoba menghasutnya?” A
SUARA DETAK JAM dinding terdengar lebih kencang. Airi mengamati langit-langit ruangan, ruang kamar yang kini juga ditinggali sang pria. Euforia yang hadir mulai menurun. Airi merasakan kepalanya yang menjernih perlahan-lahan. Di hadapannya, Kei sedikit menarik diri. Dia mengecup masing-masing sudut bibir Airi, seolah tetap tak puas dengan hal yang telah terjadi. “Aku mencintaimu,” gumamnya, terdengar rendah, menggelitik telinga. Airi mengerjap, tak menyangka pada pengakuan yang tiba-tiba. Dia terdiam sesaat, kemudian balas bertanya, “Kau mengatakannya juga pada Kazahana?” Kei menatapnya heran. “Tentu saja tidak.” Airi hanya bergumam, tak kelihatan terganggu, seolah dia memang hanya penasaran. Kei menarik diri sepenuhnya dan berbaring di samping Airi. Dingin pendingin ruangan membuatnya menarik selimut untuk melingkupi setengah tubuh mereka. Dia menoleh saat merasakan Airi beringsut mendekat. Pandangan sang wanita tertuj
AIRI TAK MENDAPATI keberadaan Kei ketika pagi tiba. Jam dinding masih menunjukkan pukul lima. Dia mengerjap, mencoba mengenyahkan sisa kantuk yang masih terasa. Telapak tangan meraba sisi tempat tidur. Dia merasakan seprai yang dingin, menandakan Kei yang telah cukup lama beranjak.Airi mengernyit ketika berasakan denyutan nyeri di kepalanya. Dia menegakkan diri, hendak menghubungi sang lelaki. Gerak tangan pada ponsel terhenti saat dia mendapati sabuk hitam yang masih tergeletak di atas tempat tidur. Kei sepertinya belum sepenuhnya pergi.Airi memutuskan untuk membasuh wajah dengan singkat. Dia keluar dari kamar mandi beberapa saat kemudian, merasa lebih terjaga sekaligus sadar pada pegal di sepenjuru tubuhnya. Kejadian tadi malam kembali terbayang. Telinganya menghangat dengan tiba-tiba. Airi menggeleng. Dia mengambil kardigan panjang sebelum beranjak d
AWAL HARINYA BERJALAN biasa saja, hingga dia menemukan ketidakberesan atas keberangkatan Kazuki.Berita mengenai pemanggilan Rodo Hasegawa ke kantor polisi telah menyebar pesat. Penangkapannya baru dilakukan hari Sabtu lalu. Akan tetapi, dua hari berikutnya berbagai platform berita sudah siap menayangkan liputan mendadak tersebut. Ucapan Kei memang benar adanya. Airi termenung ketika melihat tayangan berita melalui televisi kantor. Yugao, yang membawakan teh hangat untuknya, sempat memergoki dia yang melamun.Pandangan sang sekretaris lantas beralih pada layar televisi yang masih menayangkan berita. Dia mengerling pada atasannya.“Apakah Anda tertarik dengan keluarga Hasegawa, Ishihara-san?”Airi kontan mengerjap. Dia mendaratkan pandangan pada Yugao, baru tersadar atas kehadiran perempuan itu. Gelas berisi teh hangat yang dibawanya langsung membuat Airi mengerti. Dia mengingat pertanyaan awal Yugao, kemudian membalas, “Nama mereka sedan
KEI BARU MENYELESAIKAN urusannya dengan Tuan Huang ketika melihat berita kecelakaan mobil pariwisata Kogakuen Junior High. Ekspresinya tetap datar saat melihat siaran itu. Dia lanjut berjalan dan meminta sang asisten untuk langsung melajukan mobil. Tangannya merogoh saku, mengeluarkan ponsel untuk melihat pesan yang disampaikan Felix. Pada pesan itu tertulis tentangnya yang berhasil membawa Kazuki pergi tepat sebelum mereka berangkat. Anak itu baik-baik saja. Dia sedang berada di rumah pribadi Kei, kemungkinan besar sedang bertengkar dengan Ryosuke karena ikut-ikutan ke sana.Kei menahan dengkus. Prediksinya tentang insiden kecelakaan itu terbukti benar. Rodo sudah pasti sangat terpojok. Dia terlampau putus asa sehingga melakukan berbagai tindakan ekstrem. Pagi tadi, dia sudah mendengar kabar terbaru dari Detektif Harada. Rodo bersikeras tutup mulut dan langsung meminta kehadiran pengacara. Dia ingin langsung menempuh jalur hukum, kemungkinan besar merasa congkak seperti bias
SEBELUM KESADARANNYA HILANG, Airi tidak yakin kalau mereka berhasil menyelamatkan diri. Kilas kejadian itu masih pekat dalam ingatan.Sejak mengetahui ancaman yang hadir, dia selalu menyiapkan senjata tajam di dalam tas. Tindakan terakhirnya sebelum ledakan terjadi sangatlah gegabah. Dia menggunakan pisau lipat untuk memecah kaca depan mobil. Retakan yang tercipta dihancurkan sepenuhnya dengan kepalan tangan. Tenaganya sudah terkuras akibat menahan sesak. Dia tak bisa melihat ataupun mendengar dengan jelas. Airi hanya mengandalkan instingnya untuk bergerak. Dia membantu Yugao keluar dari dalam mobil melalui kaca yang telah pecah. Pada detik-detik terakhir, barulah dia menyusul. Mereka berdua sudah berhasil keluar ketika ledakan datang. Airi sempat membawa Yugao lari menjauhi mobil, bersamaan dengan hantaman ledakan yang membuat mereka terpental.Selain suara bising itu, Airi tak mengingat hal lainnya.Mata yang telah terbuka menatap kosong langit-langit ruangan.