"Menara," kata si pelayan saat kepalanya menengadah, dan mendapati lampu penerangan berwarna oranye dari jendela terbuka menara itu sendiri.
Seolah dituntun, si pelayan itu melangkahkan kakinya menuju tempat tersebut.
Sementara di dalam menara, Carlos dan Elinoure tengah menuruni anak tangga sambil berpegangan tangan dan sesekali berciuman.
Saking bahagianya mereka hari ini, mereka tidak menyadari seseorang telah hadir di depan mereka. Di depan adegan ciuman panas mereka.
Hingga kedua bibir mereka saling lepas, mereka seketika tersentak.
Bagi diberi titah, Carlos sigap menyembunyikan Elinoure di balik punggungnya. Elinoure pun menundukkan wajah dengan rasa takut menyelimuti.
"Pa--paman." Gugup Carlos.
Si pelayan yang dipanggil paman bersusah payah menelan ludah. Lalu, pandangannya tertambat pada mata indah milik Elinoure. Elinoure yang sadar langsung tertunduk kembali.
"Paman, aku …"
"Jadi ini alasan tuan muda selalu rutin datang kesini," potong si pelayan.
Carlos bergeming. Ia tidak akan memungkiri. Kenyataannya demikian, meskipun niat awal ia datang kesini memang sungguh berkuda. Namun, takdir rupanya mempertemukan ia dengan Elinoure.
Lantas, bagaimana tidak mungkin, Carlos tidak jatuh hati pada perempuan desa yang cantik nan pandai berkuda itu?
"Aku memang berkuda di padang rumput ini," balas Carlos, "hanya saja, kami juga dipertemukan secara bersamaan," lanjutnya berusaha membuat pembelaan.
Si pelayan manggut-manggut. "Saya tahu, Tuan. Saya melihat semuanya. Ini tidak sesimpel yang anda jelaskan. Saya akan bertindak," kata pelayan itu. Lalu, berbalik, berjalan cepat-cepat.
Carlos tampak panik. Dalam otaknya, sudah pasti si pelayan itu akan melaporkan hal ini pada Yolanda.
"Paman!!"
Carlos mengejar pelayannya. Sedang Elinoure masih diam di tempat dengan pandangan penuh ketakutan.
"Paman tunggu!" Carlos berhasil menjangkau tangan si pelayan, serta membalikan arah tubuhnya.
"Aku mohon, jangan katakan hal ini pada ibuku," pinta Carlos.
Pelayannya tidak langsung setuju. "Saya ini lama mengabdi dengan nyonya. Berkat nyonya, saya terangkat dari nista. Berkat nyonya pula, saya lepas dari hutang. Lalu, sekarang tuan muda ingin saya menjadi seorang pengkhianat?"
Jujur. Carlos merasa terpukul atas pertanyaan sekaligus ungkapan pelayannya. Pasalnya, Yolanda bukan hanya ibu kandung Carlos, melainkan sosok ayah luar biasa usai ayah kandung Carlos sendiri meninggal pada masa peperangan.
"Wanita itu." Si pelayan menunjuk ke arah menara. "Wanita itu tidak sederajat dengan tuan. Ia tidak layak kalau disandingkan dengan tuan."
Elinoure mendengar kalimat tersebut. Lututnya terasa lemas. Ia pun bersimpuh duduk disertai tatapan kosong.
"Aku mencintainya, sangat," tekan Carlos, "dan aku pun tahu, ini salah, ini akan menjadi petaka bagi hubungan kami. Tapi aku mohon satu hal pada paman. Jangan ungkap kejadian ini pada Ibu. Aku mohon."
Si pelayan terdiam. Rahangnya nampak mengeras. Lantas, ia melepaskan tangan Carlos dari tangannya secara kasar.
"Saya akan melakukannya. Tapi tuan muda harus berjanji untuk melepas wanita itu."
Elinoure mengerjap lebar. Pelan-pelan ia bangkit. Bersandar ia pada tembok menara itu.
"Aku … aku …"
"Jika tuan tidak bersedia melepasnya, maka saya akan mengungkap apa yang saya lihat barusan," ancam si pelayan. Dan anehnya, Carlos merasa takut. Padahal, ia adalah tuan pelayan itu sendiri.
Carlos dilema. Mustahil ia memutuskan sang Elinoure yang teramat ia cintai. Tapi disisi lain, ia juga tidak mau semuanya terbongkar secepat ini. Tidak!
Di tengah kebingungan itulah, Elinoure memberanikan diri menunjukkan wajah.
"Carlos," panggil Elinoure, lembut.
Keduanya menoleh.
Elinoure mencengkram kain gaunnya. Bersama perasaan sedih, wanita itu berkata, "Hubungan kita cukup sampai disini."
"Tidak!" Carlos menggeleng cepat. "Jangan katakan itu, Elinoure."
Elinoure tersenyum kecil. Perasaannya benar-benar terluka. Tapi semua ini harus ia lakukan.
"Tuan, bawalah pergi tuan muda anda," pinta Elinoure pada si pelayan.
"Tidak!!!" Carlos menepis tangan pelayannya saat pelayannya meraih tangan Carlos. Ia sendiri hendak menghampiri Elinoure, tetapi Elinoure justru melangkah mundur.
"Maaf," lirih Elinoure sebelum ia berbalik melenggang pergi, membawa segala perasaan sakit tiada terjelaskan.
"Elinoure!!!" Carlos berteriak.
Elinoure tak mengindahkan. Wanita itu tetap berjalan, melewati kegelapan demi kegelapan serta menerobos hujan yang sudah lumayan mengecil sampai bayangnya tidak tampak lagi.
"Elinoure!!!"
***
Hiii
Mereka sampai di kediaman. Petugas khusus kandang kuda bergegas membawa kuda milik Diego ke kandang.
Carlos berjalan dua meter di depan si pelayan. Ia memasuki rumah dengan tubuh basah, dan sepatu berlumpur.
Sebelum ia sampai di kamarnya, Yolanda lebih dulu menghentikan pria itu.
"Dari mana saja kau, Smith Carlos?" Lempar Yolanda.
Carlos melirik ke arah si pelayan serupa. Ia agak was-was. Tapi kelihatannya, pelayan itu menepati lidahnya sendiri.
"Aku berkuda di tempat biasa, Bu. Dan saat itu hujan tiba-tiba mengguyur. Jadi, aku memutuskan berteduh di menara. Tidak kusangka, hujannya berkepanjangan sampai detik ini," jawab Carlos, tanpa celah kepalsuan sedikit pun.
Yolanda mengangguk. Ia mengusap air di helaian rambut Carlos.
"Besok pagi, kita akan berangkat. Tidurlah!"
"Baik, Bu."
Carlos mengikuti kata sang ibu. Ia gegas menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Setelah pria itu benar-benar masuk kamar. Pelayan wanita datang membersihkan jejak kotor yang Carlos tinggalkan.
Tatkala membersihkan lantai itu, kebetulan Yolanda tengah mengobrol dengan pelayan yang menjemput Carlos.
"Kau tidak sedang membuat fitnah, Tom?"
Tom Lousi adalah nama pelayan pria tadi. Dari semua orang, ia lah satu-satunya yang paling lama bekerja dibawah naungan Yolanda.
"Saya tidak berani mengarang, Nyonya. Saya menyaksikan sendiri bagaimana adegan ciuman mereka yang begitu panas," beber Tom Lousi.
Yolanda mulai tidak tenang. Ia berjalan mondar-mandir seraya menggigit ujung ibu jarinya.
"Untuk saat ini, nyonya jangan resah. Wanita murahan itu sendiri yang sudah mengakhiri hubungan kotornya. Dan saya yakin, begitu besok tuan muda Carlos bertemu calon istrinya, maka tuan muda Carlos akan sekejap melupakan wanita murahan itu."
Kata-kata Tom Lousi dapat dibenarkan. Perasaan Yolanda sedikit lebih baik. Namun, tetap saja ia menahan rasa amarahnya, karena sang anak ternyata berani berhubungan dengan wanita kelas rendah.
"Sungguh memalukan tingkah Carlos," gumam wanita tersebut.
Tanpa mereka duga, pelayan wanita yang sedang membersihkan lantai, diam-diam menguping pembicaraan mereka.
Selesai membersihkan lantai, pelayan wanita itu sesegera mungkin pergi ke belakang. Lalu, ia berpura-pura membuatkan susu hangat untuk Carlos.
Ia mengetuk pintu kamar sang tuan muda. "Tuan muda, saya membuatkan susu hangat untuk tuan," serunya.
Carlos terlihat kacau. Ia kehilangan semua moodnya usai pulang dari menara.
"Tuan muda," panggil pelayan wanita itu lagi, "tuan muda," ulangnya. Kemudian ia memberanikan diri menarik handle pintu kayu eboni tersebut.
Rupanya tidak dikunci, dan ia pun melangkah masuk.
Ia melihat Carlos menghadap ke luar jendela. Ia tersenyum meletakkan segelas susu tersebut di atas nakas.
Sambil melihat ke arah pintu, pelayan wanita itu bertanya, "Apakah yang mengganggu pikiran tuan muda adalah seorang gadis bernama Elinoure?"
"Elinoure."Mendengar nama sang kekasih tercinta disebut, Carlos lekas berbalik.Ditatapnya dengan sorot serius pelayan wanita tersebut. Lalu, Carlos agak mendekat. Setengah berbisik, ia bertanya. "Siapa Elinoure?"Carlos tidak mau rahasia terbongkar. Ia terpaksa pura-pura tidak mengenali Elinoure.Sudut bibir si pelayan wanita itu terangkat. Ada senyum yang tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata. Namun, satu yang membuat Carlos takut.Bagaimana kalau pelayan wanita itu melaporkannya pada Yolanda?"Elinoure adalah tetangga saya di kampung halaman, tuan. Semua penduduk menyebut gadis itu sebagai la
Rosita Johannes dan Ivory Johannes. Itulah nama kedua anak perempuan yang saat ini menebar pesonanya, demi memikat hati Carlos.Nampak mereka saling bersaing mengerahkan seluruh kecantikannya. Harap-harap, Carlos dengan segera menentukan. Namun, malang. Bukannya Carlos terpikat, justru ia enggan menatap mereka.Hal itu menimbulkan raut kekecewaan di wajah kedua perempuan itu, disusul tatapan resah dari sang tuan rumah."Nak Carlos, di depanmu pemandangan indah disajikan. Lantas, mengapa, kau berpaling?"Carlos mau tak mau menoleh. Terlihat wajahnya yang masam. Lalu, dengan perasaan seadanya, ia berucap, "Maaf, Paman. Kedua anak perempuanmu tidak membuatku terpikat."
Elinoure terhenyak hebat. Reflek, ia menjauhkan kepala Carlos dari lehernya. Namun, sulit bagi Elinoure melakukan itu.Pagutan bibir Carlos terasa kuat. Hampir-hampir seperti hisapan vampir yang gila darah."Berhenti, Carlos! Berhenti!" Minta Elinoure dengan wajah merah menahan birahi sekaligus panik.Tatapan Larissa kian tajam. Baru Elinoure sadari, sang bibi ternyata membawa kayu rotan yang biasa dipakai untuk membersihkan kasur.Sekarang kayu rotan itu diayun-ayunkan. Tampaknya siap mendarati tubuh Carlos. Dan sebelum hal itu terjadi, Elinoure lantas berteriak."Jangan, Bu!!!"Spontan Carlos men
"Apa begini caramu membalas kebaikan kami semua, Smith Carlos?" Lontar sang kakek, mengawali persidangan panas.Carlos terdiam. Ia mematung, memandangi satu persatu wajah anggota keluarganya.Lengkap. Semua anggota keluarga hadir. Terkecuali para keponakan, termasuk Diego Marvel.Lalu, pandangan Carlos berhenti pada sang ibu. Wanita bergaun putih tulang yang dihiasi brokat itu seolah sedang sesak nafas. Wajahnya merah, matanya nyaris keluar. Dan semenjak Carlos datang, ia terus mengipasi wajahnya dengan kipas mewah keluaran desainer terkenal asal Amerika.Carlos merasa bersalah telah membuatnya malu, kemarin. Ia pun tidak berani memandang mereka lagi. Ia tertunduk menahan segala perasaan dalam dadanya.
"Jadi, Elinoure sayang. Anggap itu adalah bentuk lamaran ku untuk mu. Dan bulan depan, kita bisa melangsungkan pernikahan."Kalimat itu sukses membuat Elinoure terbelalak. Spontan ia menarik kalung yang baru saja dikenakannya secara paksa."Akhh."Wanita itu memekik kesakitan. Kulit di lehernya sedikit tergores."Elinoure! Apa yang kau lakukan?" bentak Larissa. Sementara pria pemberi kalung itu sudah melotot tajam, siap memuntahkan amarah.Elinoure tidak berpikir panjang. Kalung batu Ruby itu ia lemparkan begitu saja di wajah pria pemberinya."Aku tidak sudi menikah denganmu!" Tolaknya mentah-menta
"Elinoure! Bangun!"Seruan ibunya tak digubris. Ia mengeluarkan surat itu, ia membukanya sambil berjalan menuju jendela.[Pejamkan matamu]Dua kata itu diikuti Elinoure. Ia memejamkan matanya selama beberapa detik."Carlos," sebutnya lirih.Dengan wajah tenang dan senyum tipis mengukir, Elinoure kembali membuka matanya. Ia lanjut membaca surat itu.[Gelap, bukan? Begitulah aku saat ini]Elinoure menghela nafas. Dulu, ia dan Carlos juga pernah melakukan hal serupa. Disetiap Carlos membuka mata, maka ia akan berkata, "Hidupku gelap tanpamu."
Siang berganti malam.Carlos berdiri di tengah hamparan rumput. Tempat ia menemukan sosok Elinoure yang sangat ia cintai itu, menjadi sepi seperti pemakaman tapi disana tidak ada batu nisan tertancap.Carlos mengedarkan pandangan. Entah kenapa, ia merasa pohon-pohon di sekeliling hamparan rumput menjadi buram, dan hampir semuanya seolah tertutup kabut.Carlos mengecek kedua matanya agar penglihatan jelasnya kembali, tetapi tidak. Apa yang ia lihat masih buram kecuali hamparan rumput yang ia pijakki.Diantara keheningan itu, suara wanita tiba-tiba muncul. "Carlos, tolong!"Carlos otomatis balik badan mencari sumber suara. Namun, selain pandangan buram, ia tidak menemukan apapun! Apapun!"Carlos!!!" Suara wanita itu semakin jelas. Carlos kini dapat mengenal siapa pemilik suara itu."Elinoure!" Carlos balik berseru. "Elinoure!" Sekaligus berputar mengedarkan pandangan tanpa melewati satu jengkal pun."Carlos!!!" Suara Elinoure terdengar lagi, tetapi anehnya Carlos tidak menemukan wujud w
Bulan masih bertahta. Dingin seolah enggan pergi. Sepasang kekasih yang lama tak berjumpa itu masih sibuk dengan kegiatan menghangatkan tubuh masing-masing.Desahan demi desahan memenuhi ruang utama dan satu-satunya ruangan di menara itu. Desahan di tengah kabut dingin sungguh indah di telinga Carlos. Itu membuatnya kian bersemangat, lebih bersemangat hingga akhirnya sesuatu yang sangat ingin dia keluarkan tumpah ruah di atas perut Elinoure."Aku mencintaimu," bisik Carlos menyusul.Elinoure tersenyum di sela nafasnya yang tersengal-sengal.Kemudian Carlos jatuh ke pelukan Elinoure. Lalu gadis itu merangkul serta menyelimuti sebagian tubuhnya menggunakan gaun yang dia tanggalkan sejak satu jam lalu.Selang beberapa saat, Carlos beranjak bangun. Dan Elinoure ikut beranjak duduk.Carlos menggunakan pakaiannya satu persatu, sekaligus membantu Elinoure menggunakan gaunnya yang agak lembab karena keringat percintaan mereka.Setelah semua pakaian kembali melekat, Carlos merangkul Elinoure d