Share

BAB 04

Siapa Sebenarnya Suamiku

BAB 04

Kami masih duduk dikursi taman dengan posisi yang belum berubah dan masih bersandar dibahu Mas Herman.

"Mas... tiga tahun Kita menikah. Mengapa Mas belum memperbolehkan Aku untuk hamil?"ucapku sambil menggegam tangan Mas Herman.

"Mas... Hanya ingin menundanya sebentar lagi sayang. Bersabarlah sebentar lagi ya..."ucapnya lembut dan tak henti-hentinya Mas Herman mengecup keningku.

"Tapi Mas! Aku kesepian. Aku takut Kamu akan pergi meninggalkanku."ucapku

"Sampai kapanpun Mas tidak akan meninggalkan Mu, Dek. Buang jauh-jauh pemikiran seperti itu."ucapnya.

Lalu Mas Herman bangkit dan mengajak untuk istirahat karena sudah larut malam.

keesokkan paginya. Mas Herman bangun lebih dulu dan Ku lihat sudah berpakaian rapi.

"Lho Mas! Inikan masih terlalu pagi?"ucapku heran.

"Iya Dek. Mas ada meeting mendadak. "jawabnya sambil mengecup keningku.

"Mas gak sarapan dulu?"tanyaku lagi.

"Maaf Dek, Mas sudah sangat terlambat kalau harus sarapan dulu, Adek sarapan sendiri ya, kalau malas turun suruh saja Mbok bawa makanannya kekamar."ucapnya sambil bersiap keluar dari kamar. Ku antar Mas Herman sampai pintu utama, begitu mobil melaju pergi, aku kemeja makan karena Mbok sudah menyiapkan sarapan.

"Mbok. Sini temani Saya sarapan. "ucapku. Mbok Sannah sudah tidak berani menolakku lagi.

"Ayo, Mbok duduk Kita makan."Aku mengambilkan nasi goreng untuk Mbok Sannah. Ku perlakukan Mbok seperti almarhum Ibuku.

"Mbok, Sudah berapa lama kerja dirumah ini?"tanyaku memancing. karena Aku harus bisa mendapat informasi tentang siapa sebenarnya Mas Herman.

"Mbok sudah bekerja ikut keluarga Bapak dari sebelum Bapak ada Bu. "jawabnya sopan.

"Wah, Berarti lama juga ya Mbok?"ucapku semakin antusias.

"Berarti Mbok sangat mengenal orang tua Mas Herman."tanyaku.

"Iya, Bu."jawabnya singkat namun tetap sopan.

"Mbok tolong ceritakan siapa sebenarnya keluarga Suamiku."ucapku sambil memegang tangan Mbok Sannah. Mbok Sannah diam, Sepertinya sedang memikirkan sesuatu.

"Mbok tidak usah takut, Saya berjanji tidak akan menceritakan kepada Mas Herman."ucapku meyakinkan Mbok Sannah.

"Tuan Mahendra dan Nyonya Mayang adalah orang yang sangat baik Bu, Beliau adalah seorang pengusaha sukses dan memiliki harta sangat banyak. Perusahaan beliau ada dimana-mana. Mungkin karena itu hidup Beliau selalu diincar rekan bisnisnya yang selalu kalah dalam pelelangan proyek. Ya walaupun banyak yang mengatakan jika Tuan Mahendra rela menghalalkan segala cara untuk memenangkan sebuah proyek. Namun terlepas dari itu semua, Beliau orang yang sangat baik dan dermawan."ucap Mbok Sannah berkaca-kaca.

"Jadi Mbok, orang tua Mas Herman dibunuh?"tanyaku semakin penasaran.

"Iya Bu, Kejadiannya dua belas tahun yang lalu. Tuan dan Nyonya sedang berlibur kebali tanpa Bodyguard. Tuan dan Nyonya ditembak pembunuh bayaran yang diperintah oleh seorang pengusaha yang proyeknya direbut oleh Tuan."ucap Mbok Sannah sambil menyeka matanya.

"Ketika orang tua Bapak dibunuh. Bapak dimana Mbok?"tanyaku penasaran.

"Waktu itu Bapak sedang melanjutkan Kuliah diluar negri Bu, Ketika mendengar kematian orang tuanya. Bapak langsung pulang ke Indonesia. Dan mencari tahu siapa dalang dibalik pembunuh orang tuanya."ujar Mbok Sannah.

"Bagitu miris nasib Kami Mbok. Orang tua Saya juga dibunuh sepuluh tahun lalu."ucapku dengan mata berkaca kaca teringat Ibu dan Bapak.

Mbok Sannah terlihat terkejut mendengar penuturanku.

"Ibu tidak mencari tahu siapa yang membunuh orang tua Ibu?"tanyanya dengan wajah penasaran. Aku hanya menggeleng.

Lalu, Mbok Sannah meminta ijin untuk melanjutkan pekerjaannya.

Aku kembali kekamar. Karena mau mengambil gawaiku.

Ketika hendak melangkah ternyata Vivi menghamipiku.

"Bu. Ada Informasi yang harus Saya sampaikan."ucapnya pelan sambil mengedarkan pandangan keseliling.

"Ayo, Ikut Saya kekamar."ucapku.

Lalu aku berjalan kekamar dengan Vivi yang mengekor dibelakangku.

Setelah didalam kamar dan menutup pintu. Segera ku berondong Vivi dengan pertanyaan.

"Apa Info yang Kamu dapat?"tanyaku tidak sabar.

"Bu, Apakah ini benar foto Bapak, Ibu?"Vivi mengeluarkan beberapa lembar foto dari sebuah amplop berwarna coklat, Lalu Dia menyerahkannya kepadaku. Ku amati satu persatu foto itu. Mataku berembun, benar. Itu foto Bapak, tapi didalam foto itu Bapak terlihat sangat gagah dengan setelan Jas. Sangat berbanding terbalik jika Bapak dirumah bersamaku.

"Vi. Ini benar foto Bapak Saya. Tapi mengapa pakaian Bapak seperti seorang pengusaha?"tanyaku.

"Dari Info yang Saya dapat. Bahwa orang tua Ibu adalah seorang pengusaha besar dan bahkan sangat ditakuti oleh pengusaha lainnya."ucap Vivi serius.

"Sudah Kamu pastikan kebenarannya Vi?"tanyaku tak percaya.

"Sudah Bu dan beritanya memang benar."ucap Vivi meyakinkanku.

"Kamu lanjutkan pencarianmu. Jika Kamu berhasil, Saya akan memberimu imbalan dua ratus juta."ucapku membuat Vivi semangat.

"Siap Bu, Saya tidak akan mengecewakan Ibu."ucapnya. Lalu aku menyuruhnya untuk keluar dari kamar.

Setelah kepergian Vivi, Ku pandangi foto Bapak.

"Pak, Sebenarnya apa yang Bapak rahasiakan? Sehingga Bapak dan Ibu harus meninggal secara tragis?"ucapku sambil memeluk foto itu. Tangisku pecah. Aku rapuh, mengapa aku harus mengalami kehidupan yang penuh dengan rahasia.

👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌

Jam sembilan malam. Mas Herman pulang.

Aku segera menyambutnya dan menyuruh Mbok membuatkan teh hangat.

Ku suruh Mas Herman untuk mandi terlebih dahulu.

Setelah selesai mandi, Ku ajak Mas Herman untuk makan malam.

Setelah makan malam, Mas Herman langsung mengajakku untuk beristirahat.

Ketika didalam kamar. Ku perhatikan Mas Herman sedang melamun entah apa yang mengganggu pikirannya.

Lalu aku mendekat dan Ku peluk Dia.

"Mas. Besokkan hari sabtu, Kita jalan ke mall yuk. Aku pengen banget jalan berdua sama Kamu."ucapku lembut.

"Iya, Dek."jawabnya singkat sambil mengelus rambutku.

"Bener, Mas?"ucapku dengan wajah tak percaya. Mas Herman hanya mengangguk dan tersenyum.

Aku seperti mimpi mendengar Mas Herman mau Ku ajak jalan berdua.

👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌👌

keesokkan paginya. Aku sudah bersiap untuk pergi.

Ku lihat Mas Herman juga sudah siap. Tapi tunggu. Bukan Mas Herman saja yang sudah siap namun keempat Bodyguard Mas Herman juga siap.

Wajahku yang awalnya sedikit ceria langsung murung. Seharusnya aku sudah bisa menduga dari awal, tidak mungkin Kami berjalan berdua.

"Kenapa mereka ikut Mas?"ucapku kesal.

"Tenang saja Dek, Mereka hanya akan mengawasi Kita dari jauh."ucap Mas Herman santai sambil berjalan kearah mobil.

Kami pun berangkat beriringan dengan mereka.

Dari villa menuju Mall ternyata cukup lumayan jauh, memakan waktu kurang lebih satu jam tiga puluh menit.

Begitu sampai mall yang Kami tuju. Aku dan Mas Herman langsung turun dari mobil.

Mas Herman turun duluan setelah melihat sekeliling aman, baru Mas Herman menyuruhku turun. Jengkel sudah pasti hidup serba tidak bebas.

Bodyguard Mas Herman berjalan didepan dan belakang Kami. Mungkin jika orang memerhatikan Kami seperti satu keluarga sedang jalan-jalan kemall. Karena Bodyguard Mas Herman memakai pakaian santai tidak seperti seragam yang mereka pakai biasanya.

Ketika Kami hampir masuk kedalam pintu mall, terdengar suara tembakan dan ternyata mengenai salah satu Bodyguard Kami, yang berdiri tepat dibelakangku. Lalu terdengar suara tembakan lagi dan kali ini mengenaiku. Aku sangat terkejut dan merasakan sakit yang luar biasa dibagian lengan kananku. Aku lemas dan tidak tahu lagi apa yang terjadi.

Sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri, aku sempat mendengar teriakan amarah Mas Herman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status