Bab 60Berdamai dengan AsriMalam itu seperti biasa, keluarga Pak Bejo berkumpul di ruang tengah setelah menikmati makan malam. Yana berniat untuk mengutarakan keinginannya kepada bapak dan ibunya."Pak, Bu, Yana mau ngomong sesuatu, nih," ujar Yana membuka pembicaraan."Mau ngomong apa toh, Nduk? tanya Bu Bejo seraya melipat pakaian yang dicucinya kemarin sore."Begini, Tadi pagi Yana pergi ke sekolahnya mbak Asri, Yana berniat untuk melamar pekerjaan di sana. Boleh nggak Pak? Bu?" tanya Yana dengan hati-hati."Apa? kamu datang ke sekolah Asri ngapain kamu ke sana?" bentak Pak Bejo dengan tiba-tiba."Yana mau ngajar, Pak. Mbak Asri bilang, aku masih bisa melamar mengajar di sana," jawab Yana menatap Bapaknya."Ngapain, sih, kamu masih mikir mau ngajar segala? urus Dila aja lah, gak usah mikir yang lain," pungkas Pak Bejo membuat Yana terkejut."Bapak kan, tahu, sejak dari dulu Aku pengen jadi guru, aku pengen ngajar di sekolahnya mbak Asri. Mbak Asri bilang, semester depan aku bisa d
Bab 61"Kamu boleh bekerja dengan siapa saja, asal jangan sama Si Asri," Jawab Pak Bejo juga tegas."Memangnya kenapa, Pak? apa yang salah dengan mbak Asri?" Todong Yana dengan geram."Bapak ndak mau, tabiat buruk Asri itu nular sama kamu," ujar Pak Bejo menatap tajam ke arah Yana."Tabiat buruk yang mana, Pak? Yana benar-benar gak ngerti yang Bapak maksud," sahut Yana membalas tatapan tajam Bapaknya."Iya, Bapak nih, dari kemarin bilang takut nular tabiat buruknya mbak Asri. Emangnya tabiat buruk Mbak Asri yang mana sih, Pak?" tanya Intan kesal."Ya tabiat buruk si Asri yang merangkap jabatan. Jabat inilah , jabat itulah, dan Si Asri itu, orangnya suka sekali mencari muka di depan orang-orang Penting di kabupaten," sahut Pak Bejo mencibirkan bibirnya."Ouwh, jadi bapak masih kesal, karena permasalahan bapak yang dulu? Pak, itu kan, udah lama. Lagi pula, Bapak dan asri itu sekarang sudah sama-sama tidak menjabat lagi di desa, Pak! Kenapa masih harus mempermasalahkan masalah itu, toh?"
Bab 62Kehadiran Fikri di rumah Yana"Cie ... masih nyimpan aja catatan-catatan kecil kayak gitu?" Ledek Bu Indah kepada putranya."Ibu kan, tau sendiri, bagaimana perasaan Fikri kepada Yana," sahut Fikri menanggapi ledekan ibunya."Ibu pikir, Kamu benar-benar cinta mati sama Reka, eh ternyata ... sampai sekarang masih aja menyimpan perasaan kepada Yana," pungkas Bu Indah mengeratkan pegangannya di pinggang Fikri, karena Fikri mulai membawa motor Trail tersebut dengan kecepatan tinggi.Mereka lalu melewati beberapa kecamatan dan desa-desa kecil untuk menuju ke rumah Yana.Sebenarnya, Bu Indah tidak kuat untuk bepergian jauh seperti itu. Apalagi dengan mengendarai sepeda motor yang tinggi seperti yang dibawa oleh Fikri Pada saat ini. Tapi, kerinduannya pada Dila mengalahkan lemahnya fisik Bu Indah, Bu Indah tetap semangat berangkat ke rumah Yana.Ketika sudah sampai di penyeberangan sungai, Bu Indah mulai mengeluh."Kayaknya kita istirahat dulu, Nak. Ibu benar-benar lelah, pinggang Ibu
Bab 63"Loh, kok kuliah, Yan?" Tanya Bu Indah menatap ke arah Yana."Iya, Bu, soalnya syarat mengajar di sekolah itu yana harus kuliah ambil jurusan PAUD. Karena sekarang untuk menjadi guru Taman Kanak-Kanak harus berpendidikan minimal tamat S1 PAUD, Bu," terang Yana kepada Bu Indah."Wah, Ibu mendukung banget, tuh. Semoga cita-cita kamu menjadi guru tercapai Ya, Yan," sahut Bu tersenyum."Oh, iya. Ada angin apa, nih, Ibu dan Bang Fikri datang Ke sini? Masa hanya karena kangen sama Dila?" tanya Yana menatap Bu Indah dan Fikri secara bergantian."Begini, Yan, minggu depan Ibu mau Opening Restoran. Rencananya Ibu mengajak kamu dan keluargamu untuk hadir dalam acara tersebut," sahut Bu Indah tersenyum."Opening Restaurant? Maksudnya?" tanya Yana bingung."Iya, Yan, ibu sekarang buka restaurant yang lebih besar dari rumah makan yang dulu, Fikri yang memodali Ibu," sahut Bu Indah menatap Fikri dan Yana bergantian."Bang Fikri?" tanya yana menatap Fikri."Iya, Yan, ternyata Fikri bekerja di
Bab 64Yana dibully"Seharusnya semakin Yana tidak berada di sini, kamu harus semakin cepat sembuh," ujar Burhan menatap Arif.Arif mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan maksud perkataan Burhan."Maksud kamu apa, Bur?" tanya Arif tidak mengerti. Arif menatap Burhan yang tertawa kecil sembari menyeruput kopi yang di di sajikan Bik Minah kepadanya."Aku nggak nyangka, ya, ternyata pikiran kamu sependek ini," ujar Burhan lagi membuat Arif semakin geram."Aku pikir, kamu masih cerdas seperti waktu kita SMU dulu, ternyata, sekarang kamu bodoh," ujar Burhan lagi.Arif membelalakkan matanya, menatap Burhan dengan tajam Apa maksudmu, Bur? aku tidak mengerti," tanya Arif tajam.Burhan kembali tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya."Arif ... Arif, seharusnya, semakin Yana tidak ada, kamu harus semakin kuat. Kamu harus bertekad untuk sembuh, karena kalau kamu sudah sembuh, kamu bisa mencari Yana kembali. kamu bisa mengembalikan rumah tanggamu yang sudah hancur lagi," jawab Burhan ters
Bab 65Arif membelalakkan matanya, Arif terkejut mendengar perkataan Bu Wongso."Ibu apa-apaan, sih, kenapa nyuruh Arif bercerai dengan Yana?" tanya Arif heran."Karena sampai kapanpun, Ibu tidak akan pernah merestui pernikahanmu dengan Yana. Kalau kamu memilih kembali hidup bersama Yana, maka hubungan kekeluargaan kita putus. Kamu bukan anak ibu lagi. Jika kamu masih ingin Ibu anggap sebagai anak, maka kamu harus menuruti perkataan Ibu," jawab Bu Wongso menatap Arif dengan tajam.Arif hanya terdiam. Arif tidak ingin melawan perkataan ibunya, karena itu hanya akan sia-sia. Arif tidak ingin berdebat terlalu lama. Biarlah ... nanti setelah sembuh, baru Arif akan menentukan langkah kakinya.******Pagi itu, Yana dan Dila mengantar Sasa berangkat ke sekolah. Sesampai di sekolah Sasa, mendadak Dila tidak ingin pulang ke rumah karena banyak teman-teman Sasa yang ikut mengantar kesekolah bersama adiknya,dan anak-anak kecil itu membeli aneka makanan di kantin sekolah. Dila ingin tetap bermai
Bab 66Perhatian FikriYana tengah memikirkan bagaimana caranya untuk bisa pergi ke kota Muara Bulian, sedangkan sepeda motor dibawa oleh bapaknya dan Intan. Ketika Yana sedang berpikir keras, Bu Bejo datang dengan tergopoh-gopoh. "Yana, Nduk ..." Bu Bejo memanggil-manggil Yana dengan wajah cemas."Kenapa, Bu?" tanya Yana heran melihat ibunya yang berpeluh keringat."Bapakmu, Nduk, bapakmu dicokot ular!" Teriak Bu Bejo membuat Yana terkejut bukan main."Sekarang bapak dimana, Bu?" tanya Yana cemas."Masih dikebun, kamu kesana bawa bapakmu bersama Intan ke Rumah Sakit, biar ibu yang menjaga Dila." Ujar Bu Bejo mengambil Dila dari gendongan Yana.Tanpa berpikir panjang, Yana langsung melajukan sepeda motornya menuju kebun Bapaknya. Setelah menemukan bapaknya dan Intan di kebun Yana langsung melarikan Bapaknya ke Puskesmas di seberang sungai.Wajah Pak Bejo sudah pucat, seluruh tubuhnya dingin. Sepanjang perjalanan, Yana menangis melihat keadaan bapaknya seperti itu."Lebih ngebut bawa
Bab 67Yana mengusap airmata yang jatuh dari pelupuk matanya."Bagaimana mungkin, aku bisa pergi meninggalkan Bapak dengan kondisi seperti ini?" gumam Yana di dalam hati.Yana lalu mengambil ponselnya dan menghubungi kontak Fikri."Assalamualaikum, Bang," ucap Yana mengucap salam."Waalaikumsalam, Yana, ada apa?" tanya Fikri dari seberang telepon."Bang, bapak digigit ular, sekarang dirawat di rumah sakit Hamba," jawab Yana. "Kok bisa?" tanya Fikri "panjang ceritanya, Abang bisa kesini, nggak?" Tanya Yana ragu-ragu."Bisa kok, Yan, Abang segera kesana." jawab Fikri mematikan ponselnya.Hampir dua jam kemudian, Fikri menemui sampai di rumah Sakit dan menelpon Yana untuk mengetahui ruang rawat Pak Bejo.Yana berhambur memeluk Fikri ketika lelaki dengan postur tubuh tinggi tersebut masuk ke dalam ruang rawat Pak Bejo."Apa yang terjadi?" tanya Fikri mengusap punggung Yana yang berada dalam pelukannya. Yana terkesiap ketika merasakan tangan Fikri yang mengusap punggungnya, sontak, membu