Bab 25Kegelisahan Arif"Pak, Bapak!" Sasa setengah berlari masuk ke dalam rumah mencari bapak dan ibunya."Ono opo toh, Nduk? Teriak-teriak. Bukannya ngucap salam," ibunya keluar dari kamar dengan ngomel-ngomel."Bu, bapak mana?" Tanya Sasa mengedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah. "Ya belum pulang dari kebun," jawab ibunya mendelik melihat kegelisahan Sasa."Mbak Yana, Buk! Mbak Yana!" Jawab Sasa sambil menangis."Kenapa Mbakmu?" "Mbak Yana hilang!""Ngawur, Kamu,""Sungguh, Bu." Sasa menceritakan tentang apa yang dikatakan ibu-ibu di sekolahnya tadi."Nggak mungkin, Sa. Pasti mereka bohong," ucap ibunya dengan sedikit gelisah."Mbak Intan mana, Bu?" Tanya Sasa masuk ke dalam kamar Intan."Belum pulang," jawab ibunya.Sasa masuk ke dalam kamar dan menumpahkan air matanya. Sasa sangat merindukan Yana. Karena semenjak menikah, Yana tidak pernah kembali ke Jambi. Sehingga rasa rindu begitu bersarang dalam hatinya akan kehadiran Sang Kakak.Sasa melihat Poto Yana dan keluarga kec
Bab 26Arif benar-benar tidak bisa bekerja dengan tenang. Arif membuka tas kerjanya dan mengambil ponsel yang sejak tadi di letakkannya begitu saja di dalam tas. Arif mengusap layar ponsel. Dan sangat terkejut ketika melihat puluhan panggilan tak terjawab dari nomor tanpa nama."Yana, akhirnya kamu kembali, Sayang!" Arif tersenyum bahagia. Mengusap layar dan melakukan panggilan kembali.Namun, nomor tersebut tidak lagi aktiv. Arif terus melakukan panggilan ke nomor tersebut. Namun masih tidak aktiv."Ya Tuhan, kenapa sulit banget menghubungi Yana?" Arif mengacak-acak rambutnya.Karena merasa kurang fokus dalam bekerja, Arif memutuskan untuk pulang ke Mes dan istirahat. Namun, sesampai di Mes, Arif malah semakin tidak tenang. Arif tidak bisa memejamkan matanya walau hanya sejenak. Bayangan Yana dan Dila terus bermain-main di pikirannya."Kamu dimana, Dek? Mas rindu," Arif memeluk figura mereka bertiga dalam bingkai kayu berwarna putih.Pintu kamar Arif di ketuk."Assalamualaikum," "Wa
Bab27"Itu karena ... Reka membuangku, Bu." Fikri menundukkan kepalanya, tampak kesedihan tergambar di wajahnya.Bu Indah menatap Fikri dengan prihatin. Bu Indah paham betul, Fikri sangat mencintai Reka. Demi Reka, segalanya di lakukan. Bahkan, meninggalkan kedua orang tua yang telah membesarkannya."Uang hasil penggadaian rumah sudah habis, aku tidak punya pekerjaan. Reka marah-marah karena aku tidak sanggup memenuhi kebutuhan sosialitanya. Akhirnya, Reka mengusir aku dari rumah." Fikri mendekati ibunya."Kok bisa Reka mengusir kamu? Kan yang beli rumah kamu?" Tanya Bu Indah, menatap wajah Fikri yang masih tertunduk." Aku membeli rumah waktu itu atas nama Reka, Bu. Aku tidak menyangka, kalau Reka akan melakukan perbuatan seperti ini padaku." Fikri menggenggam tangan Bu Indah."Bu, aku mohon. Izinkan aku tinggal sama ibu lagi. Aku hanya punya ibu," ucap Fikri bersujud di kaki Bu Indah.Air mata Bu Indah jatuh, melihat putra semata wayangnya bersyujud memohon maaf."Ibu bisa saja men
Bab 28"Bu, Bang Fikri tinggal di mana?" Tanya Yana ketika mereka sedang duduk santai di teras rumah."Ya ampun, ibu juga lupa nanya, Yan," jawab Bu Indah tercenung."Loh, kok bisa sih Bu?" Yana mengerutkan keningnya."Iya, karena keasyikan ngobrol, jadi lupa nanya," jawab Bu Indah menepuk jidatnya."Emang ngobrolin apaan, Bu?" tanya Yana dengan mimik wajah penasaran."Eh, itu … anu …" Bu Indah tersenyum kecut. Membuat Yana semakin penasaran."Ngomongin apa, Bu?" Desak Yana."Bukan apa-apa, soal istrinya Fikri." Bu Indah menepuk pundak Yana pelan."Masuk yuk, udah mau magrib," ujar Bu Indah berlalu meninggalkan Yana dan Dila di teras rumah.************"Intan, nanti habis magrib kita ke desa ulu, kita hubungi Arif lagi," perintah pak Bejo pada Intan. Ketika Intan siap-siap untuk sholat ke mushola."Baik, Pak!" Ujar Intan singkat.Intan dan Sasa lalu berangkat ke mushola untuk melaksanakan salat Magrib. Karena Sasa belajar ngaji di mushola sehabis salat Magrib, jadi, Intan ikut menema
Bab 29 Pagi-pagi sekali, Pak Bejo sudah berpakaian rapi. Pak Bejo bertekad untuk menemui orang pintar yang dipercayainya bisa mencari keberadaan Yana dengan mata batinnya. "Bapak, mau pergi sendiri, atau aku ikut juga?" Intan muncul dari balik pintu dengan tergesa-gesa. "Biar bapak pergi sendirian aja, repot kalau harus bawa-bawa kamu," ujar Pak Bejo menstater sepeda motornya. Lalu langsung berangkat menemui orang pintar yang dimaksudnya. Tiga puluh menit perjalanan, Pak Bejo sampai di sebuah rumah sederhana, pak Bejo mengucapkan salam. "Assalamualaikum," "Waalaikumsalam," terdengar sahutan dari dalam. Pintu terbuka, seorang kakek tua keluar dengan terbatuk-batuk. "Pak Bejo? Mari, silahkan masuk," ujar kakek tua yang bernama Waluyo tersebut. Pak Bejo mengikuti Mbah Waluyo masuk ke dalam rumahnya. "Ada apa Bejo? Sudah lama kita tidak bertemu," ucap Si Mbah mengusap jenggotnya yang panjang. "Baik, Mbah. Saya datang ke mari karena ada hal penting." Jawab Pak Bejo menatap Mbah W
Bab 30"Iya, sekarang memang Mbah Waluyo nggak bisa menemukan di mana Yana berada. Tapi, Mbah Waluyo bilang, ada Wira positif yang mengelilingi Yana. Seminggu kemudian, baru kita bisa menemuinya, Mbah Waluyo akan bertapa selama seminggu ini," ucap Pak Bejo menggenggam tangan istri dan anak-anaknya."Tapi, Pak. Ibu nggak bisa menunggu waktu selama seminggu. Terlalu lama, Pak," Bu Waluyo kembali menangis tersedu."Bu, apa yang katakan bapak benar. Mungkin Mbak Yana ingin menyendiri dulu, makanya nggak ngabarin kita." Ujar Intan mengusap punggung ibunya dengan lembut.Bu Bejo memeluk Intan dan kembali menangis tersedu."Nduk, nanti kalau kamu mau nikah, jangan lagi nikah sama orang kaya seperti Mbakmu, orang kaya hanya akan menghina kita, Nak. Cukup Mbakmu yang menjadi korbannya," Intan mendengarkan perkataan ibunya. "Mungkin benar apa yang dikatakan Ibu, orang kaya akan selalu merendahkan orang miskin. Mungkin sebaiknya jika nanti Intan menikah, Intan akan mencari laki-laki yang hidup
Bab 31Kacau dan berantakanArif masuk ke dalam rumah, hening tidak terdengar apa-apa.Baru beberapa langkah Arif berjalan, kakinya menginjak sesuatu, Arif meraba-raba apa yang di injaknya. Ternyata sampah kulit buah apel.Rumah gelap gulita dan tidak terdengar suara siapa pun.Arif berjalan menuju sakelar lampu. Betapa kaget Arif melihat kondisi rumah yang berantakan. Sampah cemilan bertebaran dimana-mana, beberapa gelas bekas minuman manis dan teh juga bertumpuk di dekat televisi.Arif membelakkan matanya, saat melihat kondisi dapur yang jauh lebih parah, peralatan masak semuanya kotor, piring, mangkok, gelas, dan sendok tertumpuk dengan dipenuhi jamur-jamur yang sudah berkembang biak.Arif melihat sudut dapur, pakaian kotor memenuhi mesin cuci, bahkan sampai muntah dari mesin cuci tersebut."Bu, ibu …" Arif memanggil ibunya. Namun, yang di panggil tak kunjung muncul.Arif membuka kamar ibunya, yang tidak kalah berantakan dengan ruang tengah dan dapur. Sprei di kamar ibunya berantaka
Bab 32Dila merinduMalam itu, Dila menangis histeris hingga kejang-kejang. Yana berusaha menenangkan Dila dengan berbagai cara, namun, hasilnya tetap saja, Dila menangis tanpa henti. Yana membawa Dila ke dokter, menurut Dokter, Dila hanya kurang istirahat. Yana membawa kembali Dila ke rumah Bu Indah. karena menurut dokter, Dila tidak perlu dirawat."Masa sih, Bu. Dila kurang istirahat, kan Dila nggak ngapai-ngapain, cuma main aja?" Tanya Yana pada Bu Indah."Apa mungkin, Dila sebenarnya merindukan papanya, Yan? Hanya saja, kita tidak memahami bahasa tubuhnya?" Bu Indah menatap Yana serius."Nggak mungkin, Bu," Yana lalu membaringkan Dila di kamar, hingga Dila tertidur dengan nyenyak.Di tengah malam, Yana dan Bu Indah terbangun mendengar Dila mengigau memanggil Arif."Papa … papa …" tak henti-hentinya Dila memanggil nama papanya. Yana memeluk erat tubuh mungil Dila, air mata Yana menetes, apa mungkin, Dila merindukan papanya.Kegelisahan merajai hati Yana, karena ketika dini hari, Di