“Pastikan kau tidak mengacaunya, Lilly!” desis Jayde, sembari membuka pintu mobil untuk Lillian.
Hah! Lillian seharusnya tidak perlu tercengang dengan duality dari Jayde. Pria itu selalu mudah untuk memainkan peran di depan banyak orang. Sebelumnya tak menjadi masalah bagi Lillian. Ia bahkan menikmatinya, menerima semua sikap lembut Jayde walaupun hanya di saat acara tertentu.
Namun tidak untuk saat ini. Ia sudah muak! Bahkan untuk menatap mata pria itu saja terasa berat.
Dengan enggan, Lillian menyelipkan tangannya di lengan Jayde. Sedikit melirik ke samping, ia bisa melihat wajah angkuh Jayde yang membuatnya secara refleks ingin menarik tangannya. Namun tentu saja, hal itu dicegah Jayde.
“Sudah kubilang jangan mengacaukan acara ini!” Jayde berbisik dengan penuh penekanan.
Damn! Lillian tidak bisa berkutik. Ia tahu acara ini sangat penting untuk perusahaan Jayde. Gala Dinner yang menjadi ajang negosiasi banyak proyek besar. Semua manusia manipulatif berkumpul, memasang topeng terbaik, dan bersiap-siap untuk saling menusuk dari belakang.
“Welcome to the party, Mr. and Mrs. Foster!”
Sekretaris Jayde menyapa mereka di pintu masuk. Memberikan jalan, dan mengantar mereka pada beberapa klien yang telah menunggu kedatangan Jayde.
“Ingat, jangan membuat masalah,” bisik Jayde lagi.
Lillian memutar kedua bola matanya, terlihat malas dengan sorot protes yang sengaja ia tunjukkan. “Aku bukan anak kecil yang harus kau ingatkan setiap menit, Jay! Do your own business, aku akan diam tanpa mengacaunya.”
Jayde tampaknya tidak puas dengan jawaban Lillian. Jelas sekali bukan itu yang poin penting yang dari tadi coba ditekankan oleh pria tersebut. Sedikit merunduk, Jayde kembali berbisik, tepat di depan telinga Lillian.
“Bersikaplah sebagai istri yang baik, sama seperti acara-acara sebelumnya.”
Lillian menyeringai. Sengatan kegembiraan yang dulu selalu ia rasakan ketika Jayde berbisik hal seperti itu, kini telah hilang. “Jangan berharap lebih, Jay. Aku bukan bonekamu lagi!”
Jayde mencengkeram tangan Lillian, tak peduli wanita itu sedikit merintih karenanya. Tatapannya terhunus tajam, berusaha menyayat keberanian yang datang tiba-tiba dari istrinya tersebut. “I warning you, Lilly! Kau akan menyesal jika melakukan hal yang merugikanku saat ini.”
Hah! Apakah Lillian peduli? Jelas tidak!
Merasa bahwa pembicaraan mereka telah selesai, Jayde membawa Lillian untuk mendekat pada klien yang dari tadi telah menunggu mereka. Sapaan formalitas telah dilakukan wanita itu dengan sangat baik.
“Maaf, bolehkah saya permisi sebentar? Ada hal yang harus saya lakukan, silakan mengobrol dengan nyaman bersama suami saya.”
Jayde menoleh, menyipitkan kedua matanya. Beberapa klien yang berhadapan dengan mereka tidak menyadari situasi yang terjadi. Mereka hanya melihat kedua pasangan muda yang saling bertatapan dengan senyuman merekah. Tampak sangat serasi, dan menjadi pasangan ikonik dari dua tahun yang lalu.
Dengan kata lain, sempurna.
Tunggu saja jika sebentar lagi semuanya akan terungkap. Lillian merasa tidak bisa menyembunyikan seringainya saat membayangkan pengusaha muda paling berpengaruh memiliki hubungan gelap dengan seorang model ternama.
Bahkan, sang model itu juga hadir di ruangan ini. Sedang menatap mereka dengan tatapan penuh emosi. Lillian melenggang begitu saja dengan satu senyum tipis yang sengaja ia tujukan langsung pada Rosalee–sang model kesayangan suaminya.
Lillian sedikit penasaran, kenapa Rosalee juga berada di acara ini. Ini adalah Gala Dinner untuk para pengusaha, bukan untuk seorang model yang bahkan tidak memiliki kemampuan otak di bidang ini.
Ah, benar. Lillian hampir lupa. Satu-satunya kemampuan wanita itu adalah membuat suaminya tunduk. Ironis sekali.
“Menikmati pestanya?”
Lillian menoleh, tak menyangka Rosalee berani menyapanya. Dilihat dari cara wanita itu menatap Lillian, jelas sekali saat ini ia merasa sedang di atas angin.
“Kau sendiri? Bukankah suasana di sini agak sedikit memberatkanmu?” Lillian menyeringai, dengan tatapan tajam mengarah pada Rosalee.
Lillian bisa melihat rahang tipis Rosalee yang mengetat. Itu bukan sebuah hinaan, tapi ada kalanya ia harus menampar sedikit jalang tak tahu diri dengan sebuah kenyataan. Sudah cukup selama ini ia menjadi protagonis tertindas yang bisa mereka injak seenaknya. Kali ini, wanita lemah itu telah memiliki keberanian untuk keluar dari sangkar.
“Aku tahu kau sedang membuatku kesal, Lilly.” Rosalee mencoba untuk membuat nada bicaranya setenang mungkin. “Tapi, aku tidak akan kesal hanya dengan kalimat seperti itu.”
Lillian mengambil satu gelas wine, lalu menggoyangkan untuk mengurai aroma sebelum menyesapnya perlahan. “Ah, aku yakin wine ini dibuat dengan sangat baik. Anggur merah terbaik, pengolahan profesional, dan juga suhu ruang penyimpanan yang sempurna. Apakah kau tahu korelasi dari semua hal yang aku sebutkan tadi dengan posisi kita, Rosalee?”
Wajah Rosalee mulai memerah. Pada kenyataannya, dari sisi value diri saja ia kalah jauh dengan Lillian. Keluarga, pendidikan, kekayaan, semuanya jauh di bawah Lillian. “Setidaknya Jay lebih memilihku daripada kau, Lilly!”
Lillian menoleh perlahan, menyunggingkan senyum terbaiknya. “Benarkah? Kurasa, pria itu hanya sedang menghinamu secara halus dengan mengajakmu ke sini. Lihatlah, seorang super model bahkan tidak ada yang melirik. Dengan kata lain, kau tidak penting di sini.”
Lillian meletakkan gelas wine-nya di atas nampan waitress yang baru saja melintas. Kemudian, ia kembali menatap Rosalee tajam. “Ah, satu lagi, Rosalee. Aku tidak suka kau memanggilku Lilly. Kita bahkan tidak sedekat itu.”
Bersamaan dengan itu, Jayde menghampiri keduanya. Lillian bisa melihat wajah Rosalee yang berharap bahwa prianya itu akan menyapa, atau mungkin memeluk dengan kecupan lembut di bibir.
“Sudah kubilang jangan pergi dari sisiku, Lilly. Ayo kita kembali. Mereka ingin berbicara denganmu mengenai proyek terbaru.” Jayde melingkarkan tangannya di pinggang Lillian, tanpa menyapa pada Rosalee.
“Oh, sure!” Lillian yang tadinya enggan untuk terlibat dalam kepentingan Jayde malam ini, pada akhirnya terpaksa untuk mengikuti permainan sekali lagi karena ingin sekali menyerang Rosalee.
Beberapa langkah dari posisi Rosalee berdiri, Lillian mendengus. “Lepaskan tanganmu dari pinggangku, Jay!”
“Diamlah, Lilly! Aku tahu kau sedang membuat kesal Rosalee tadi, jadi kau turuti saja ucapanku saat ini atau kau akan menanggung akibatnya!”
***
Jayde membanting pintu rumah saat keduanya kembali dari Gala Dinner yang melelahkan. Lillian sudah jelas memahami kenapa pria tersebut bersikap seperti itu. Sepanjang acara, Jayde berusaha untuk bersikap baik, tapi tak sedikit pun Lillian membalasnya.
“Kau tahu apa yang kau lakukan tadi, Lilly?!” bentak Jayde, saat Lillian masuk ke dalam kamar.
Lillian tak langsung menjawab. Ia mendekat, menatap penuh kebencian pada Jayde. “Bukankah seharusnya aku yang mengatakan pertanyaan itu, Jay?? Buat apa kau mengundang Rosalee ke acara tadi?!”
Tatapan Jayde terlihat semakin menantang. Sebelah tangannya mencengkram rahang Lillian kencang, satu hal yang sering ia lakukan saat sedang berdebat dengan Lillian. “Sudah jelas karena dia wanitaku! Masih perlu dipertanyakan?!”
“Kalau begitu, kita bercerai saja! Setelahnya, kau bebas mengenalkan pada seluruh dunia bahwa Rosalee adalah wanitamu!”
Satu tamparan kencang mendarat di pipi Lillian. “Sudah kubilang untuk tidak menyinggung masalah perceraian lagi, Lilly! Sampai kapan pun kita tidak akan pernah bercerai!”
"Apa?!" Lillian sontak menegakkan tubuhnya saat menerima panggilan di ponselnya.Jack, sekretaris ayahnya. Tiba-tiba menghubunginya di tengah malam. "Jangan bercanda, Jack! Kau tahu itu tidak lucu!"raut wajah Lillian seketika terlihat kosong. "Baiklah, aku akan segera ke sana." sambungan diputus.Dalam sekejap, semua informasi yang baru saja ia dapatkan dari Jack, berhasil membuat tubuhnya terasa kebas. Detak jantungnya tak beraturan. Ia bahkan harus mencengkeram sisi-sisi selimutnya; meredam perasaan yang membuatnya ingin berteriak.Kematian orang tuanya karena kecelakaan tidak ada dalam kemungkinan buruk hidupnya selama ini. Bahkan, Lillian selalu membayangkan akan terus bersama dengan mereka, setidaknya sampai 30 tahun lagi. Namun kenyataannya?Lilian menyeka air mata yang berkumpul di titik sudut matanya dengan kasar. Tidak, ia tidak boleh menangis. Atau lebih tepatnya, ia tidak tahu bagaimana menangis dengan benar saat ini. Mungkin karena rasa sakit yang teramat dalam, membuat
Pemakaman berjalan dengan lancar. Semua pelayat yang datang selalu memberikan kesan-kesan yang baik untuk kedua orang tua Lillian. Sungguh sebuah tindakan yang sangat manis. Tapi tidak cukup membuatnya merasa lebih baik.Saat dua peti yang disatukan itu ditimbun dalam tanah, perasaan Lillian seakan ikut terkubur. Tak ada lagi air mata, tapi jelas bahwa tatapannya tak memiliki kehidupan. Pikirannya mulai meracau. Bisakah ia ikut masuk ke dalam liang itu? Ia merasa tidak ada gunanya lagi ia hidup. Bahkan pria yang selama ini ia cintai, perlahan telah menghilang dari hatinya. Ketika semua pelayat meninggalkan area pemakaman, Noam menghampiri Lillian yang masih menatap pilu. Kehilangan dua orang yang sangat disayangi, tentu bukan hal yang mudah. Dan memang begitulah. Saat orang lain melihat bahwa Lillian saat ini terlalu tenang, tapi tidak di dalam hati wanita tersebut. Badai masih berkecamuk, tidak memberikan kesempatan untuk Lillian menghela napas.“Are you, okay?” tanya Noam.Lillia
“Aku tidak mencintaimu. Kau memahaminya sejak awal pernikahan, bukan begitu?”Lillian menggigit bibir bawahnya, lalu mengalihkan pandangan saat mendengar suaminya mengatakan hal tersebut. Sekalipun ia sudah tahu sejak lama bahwa pria itu membencinya, tapi mendengar Jayde Foster mengatakan hal itu kembali tetap saja membuat Lillian sakit hati.“Maaf,” gumam Lillian, sendirinya bingung karena apa ia mengatakan itu. “Kenapa kau meminta maaf padaku, Sayang?” Jayde bertanya balik. Berbanding terbalik dengan panggilan tersebut, tatapan dan suara Jayde terdengar dingin. Pria itu mendekati Lillian dan memojokkan wanita itu ke dinding. “Karena menjebakku dalam pernikahan ini? Atau karena kau berusaha menghalangi aku untuk bertemu wanita yang kucintai?”Lillian menggeleng. Tidak bisa berkata-kata.Sudah dua tahun Lillian menikah dengan Jayde Foster, cinta pertamanya, sekaligus pria yang dijodohkan dengannya sejak kecil. Lillian mencintai pria itu sepenuh hati, bahkan ketika pria itu bersikap
Gila! Ini benar-benar gila!Lillian berlari ke ruang kerja pribadinya, tanpa menghentikan apa yang telah dilakukan oleh suaminya itu. Tunggu, tapi kenapa harus Lillian yang berlari menjauh? Bukankah sudah seharusnya wanita itu yang sewajarnya memiliki rasa malu karena telah tertangkap basah sedang bercinta dengan suami orang?Sial! Tentu saja Lillian tidak bisa menyalahkan mereka berdua. Bagaimana pun juga, hubungan keduanya telah terjalin sebelum ia menikahi Jayde. Namun, hal gila seperti itu bukan lantas menjadi sesuatu yang bisa ia terima begitu saja, kan?Cukup lama Lillian bergerak gelisah, mondar-mandir di dalam ruang kerjanya dengan menggigiti kuku jempol tangan kanannya. Otaknya sedang berpikir tentang hal apa yang harus ia lakukan setelah ini. Ah! Andai saja tadi ia melempar vas bunga yang berada di atas meja makan pada wanita itu, akankah ia saat ini menjadi merasa lebih baik?Pintu terbuka, Lillian berbalik dengan tatapan tajam yang menyorotkan ketidak-adilan. Jayde mende