Matahari bersinar redup dari arah ufuk timur. Suara ricuh keramaian sudah berdengung di pusat kota Prefektur Ci semenjak subuh tadi. Orang-orang dari berbagai desa di sekitar area Lembah Gunung berkumpul seperti kerumunan semut berebut makanan. Su Mian dan Su Dai juga ada di antara gerombolan lautan manusia. Alice berdiri stabil, bertumpu pada bilah pedang tipis tak tergoyahkan. Hari-hari menjelang upacara doa di Kuil Agung, dia bertindak tenang tanpa gerakan agresif. Ia sengaja menjadi jinak untuk melihat pergerakan apa yang akan diambil oleh Gubernur Prefektur Ci ketika seorang musuh menerobos masuk ke wilayahnya.Namun, siapa sangka bahwa pria itu sungguh tidak melakukan serangan sama sekali. Ketika orang-orang desa yang diselamatkan dari energi jahat mulai berbagi informasi tentang perubahan buruk pada kitab baru mereka. Masyarakat asli kota Prefektur Ci tidak percaya dan berpikir itu hanya omong kosong belaka. Tentu saja penduduk kota tidak akan mudah percaya rumor tersebut,
Kerumunan orang-orang yang terlihat bagaikan lautan, membelah sendirinya dengan menakjubkan ketika kata 'Immortal' keluar terdengar oleh telinga setiap orang. Status Immortal hampir setara seperti esensi Dewa bagi para manusia, sehingga mereka segera menundukkan kepala sopan. Imam Agung bernafas lega karena keributan bisa berhasil mereda dalam waktu singkat. Ia menundukkan kepala sopan, mengikuti tindakan penduduk lain. Sensasi hangat energi spiritual dapat dia rasakan di sekitar lingkungan Kuil Agung. Harum wangi bunga menyebar dengan semerbak ke seluruh tempat. "Saya memberi salam kepada Nona Immortal," sapa Imam Agung secara sopan. Tetap menundukkan pandangan ketika kembali berdiri tegak. Alice berkata santai, "Ya. Tidak perlu sungkan. Aku datang ke sini karena suatu hal penting. Penduduk yang aku bantu pasti sudah menyebarkan informasi tentang hal ini." Bisikan lemah dari keramaian kian ricuh. Masyarakat terbelah ke dua bagian. Kelompok pertama sangat percaya bahwa Kitab Suci
Untaian surai hitam pajangnya teracak-acak, Alice menutup mata sejenak ketika tengah menyibak rambut ke belakang karena frustasi. Sepertinya mempercepat jalannya misi hanyalah ilusi mimpi yang terekspetasi. Gadis itu berkata serius dengan tatapan mata tajam, "Karena kau tahu identitasku, tidakkah kau ingin menunjukkan rasa hormat kepada seorang Dewi?" Imam Agung setengah berlutut ke lantai, meluruskan punggung ke bawah dengan tangan kanan terkepal ke dada kiri. "Hamba memberi salam kepada keturunan murni Dewi Bunga." Suara lembutnya diselimuti rasa hormat yang tinggi dan kepatuhan mutlak. Alice pun merasakan perasaan halus tersebut. Imam Agung tidak berusaha melawan sama sekali. Misi pertamanya saat ini sudah setengah jalan, dia perlu beberapa bukti untuk membuktikan Gubernur bersalah ke hadapan semua orang, lalu menutup misi dan menerima bonus poin berlimpah. Atau ambil cara lain untuk lekas pergi dari sini dengan cara menuntaskan rasa suka Yue Moran yang terlalu mudah pasang suru
"Alasan mengapa saya bertindak demikian, sepertinya tidak bisa dijawab oleh saya, Dewi. Jika anda menginginkan jawaban dari teka-teki tersebut, maka anda harus datang langsung kepada Dewa Shi La. Karena hanya beliau yang tahu alasan dibalik semua tindakan saya sampai sekarang. Selama ini saya juga hanya menjalankan tugas terakhir," Imam Agung menjawab tanpa mengurangi rasa sopan dan hormat yang dia miliki terhadap Alice. Melihat emosi perempuan di depan kian keruh, Imam Agung melepaskan kalung liontin unik dari lehernya. "Dewi, tolong ambillah ini," pintanya sembari mengulurkan tangan kanan yang menyangga sebuah liontion giok berwarna hijau berbentuk seekor kelinci. "Benda ini ditinggalkan Dewi Shi La kepada saya agar bisa diserahkan kepada anda ketika kami bertemu. Sekarang saya sudah bertemu dengan anda dan benda ini akan pergi ke pemiliknya yang sesungguhnya." "Untukku?" Ekspresi Alice linglung beberapa saat. Bahkan Dewa Shi La selain meprediksi kedatangannya, ternyata juga mempe
Jemari panjang kokoh seperti bentuk bambu dengan cepat menahan bilah tajam dari ujung pedang runcing di depan wajahnya. Wajah rupawan Shi La masih tetap tenang tanpa adanya fluktuasi emosi berlebihan karena jiwa jahatnya sudah dibersihkan dari rohnya, bisa dikatakan bahwa dia tidak bisa marah dan sejenisnya. "Tenanglah, Yue Moran," suara teduhnya kembali bersuara lembut. "Datanglah kemari, aku menarikmu ke domain rohku bukan untuk memberikan kesempatan padamu untuk menghancurkan kesadaran terakhirku." Yue Moran berakhir menarik pedangnya kembali dan menyimpannya ke dalam sarung pedang. Iris merah darahnya berkilat-kilat, niat membunuh jelas tercermin di antara pupil tajamnya. "Lepaskan kakinya!" "Aku hanya mengobati.""Berikan salepnya padaku!" "Oke, oke. Anak muda jaman sekarang semakin rewel, ya? Kamu rawat lukanya, aku akan pergi ke dapur. Tunggu di sini sampai aku datang kembali, jangan berkeliaran kemana-mana atau menyentuh benda tertentu secara sembarangan." Usai menasihati s
"Dewa—" Suara Alice tertahan tatkala sebuah tabir muncul dan melingkari seolah bergerak melindungi dia dengan Shi La. Fungsi tabir ini, sepertinya adalah untuk memblokir suara percakapan mereka dari orang luar. Shi La tidak ingin Yue Moran tahu identitas aslinya? Bila demikian, maka sebelumnya, Shi La bukan bertanya karena ingin tahu. Melainkan bertanya karena ingin memastikan sesuatu. 'Nona, jangan gegabah! Kita tidak bisa membocorkan informasi anda sebagai transmigrator!' 'Karena aturan pusat melarang kita, gunakan cara lain. Aku pikir alasan Dewa Shi La mengulur waktu menceritakan masa lalunya karena ingin memastikan sesuatu padaku.' 'Tapi—''Percayalah padaku.' Suara Leon sudah meredup, tidak ada lagi jawaban datang dari alam bawah sadar. Akhirnya Alice kembali berfokus pada Shi La yang menunggu jawaban darinya. Ia mengetuk cangkir teh, bertindak misterius, sesaat kemudian berkata serius, "Dewa, anda tahu ada banyak rahasia yang tidak boleh disebarkan secara sembarangan atau
"Benar, aku tahu bahwa semuanya jelas-jelas serangkaian jebakan. Aku di masa lalu adalah orang bodoh yang tidak bisa melakukan apapun dengan benar karena terbiasa untuk sendiri dan hidup dalam ketenangan untuk waktu yang cukup lama. Aku juga membenci hal-hal merepotkan, aku mengakui kesalahanku di Alam Surga lalu dihukum di Ruang Leluhur. Selama di sana, kekuatan ganda ditubuhku sering berbenturan seolah bertarung satu sama lain hingga tubuhku hampir hancur oleh kekuatanku sendiri." "Mungkinkan reaksi aneh ini karena Huang Di Chen menaruh racun ke tubuh Dewa melalui An Ying? Terkadang, membunuh orang dengan kekuatan tinggi memanglah sulit, tetapi sisi negatifnya, kita bisa juga menggunakan kekuatan tersebut sebagai senjata makan tuan untuk membunuh pemiliknya," celetuk Alice, nada suaranya perlahan melirih seolah turut merasakan pengkhiatan licik yang diterima oleh Shi La karena Di Chen dan An Ying.Ini sama sepertinya. Karena pengkhianatan Alan dengan Malia, dia kehilangan nyawa, ke
Suasana di antara Alice dan Shi La hening untuk sementara waktu karena keduanya sama-sama diam. Gadis tersebut diam karena mencerna semua informasi baru yang sudah dia idam-idamkan sejak lama demi memecahkan semua teka-teki, sedangkan Shi La diam karena hatinya mulai terbebani oleh masa lalu kelam. "Jadi, Dewa, katakan padaku mengapa anda meminta An Yu bertindak pasif selama ini? Aku tidak akan mencari informasi pribadi anda lebih dalam tentang bagaimana anda bisa mengetahui peristiwa dunia luar meski terjebak di Domain Roh." "Aku meminta An Yu diam karena aku merasakan firasat buruk akan datang, apabila Di Chen tahu An Yu memiliki aura keabadianku, dia pasti akan datang ke sini dan menghancurkan tempatku. Kuil Agung sudah aku segel sebelum menjadikannya tempat peristirahatan rohku. Jika tempat ini hancur sebelum kamu datang, lantas bagaimana aku bisa mewariskan kultivasiku padamu dan Yue Moran? Peran penting dunia ini dipegang olehmu, tapi aku bisa melihat sosok samar seorang pria